Mematuhi imbauan pemerintah untuk menerapkan jaga jarak dan tetap di rumah untuk pencegahan penularan virus corona, Sri Tini Haris, seorang penyintas bencana alam tsunami teluk Palu itu berdiam diri di tenda daruratny di di shelter Koni, Kota Palu.
Kepada VOA, peremuan berusia 55 tahun itu mengatakan sebelum merebaknya virus corona, ia mencari nafkah sebagai tukang cuci pakaian dari rumah ke rumah. Namun sejak ada kasus positif virus corona di Palu, permintaan jasa mencuci pakaian makin seret.
BACA JUGA: Institut Mosintuwu Buat Posko Informasi Covid-19 di 45 Desa di Sulteng“Kalau begini-begini kami yang penyintas ini pak, kami ini mati bukan karena virus corona, tapi jujur saya katakan kami matinya karena lapar,” ujar Sri yang kehilangan rumah akibat terjangan tsunami teluk Palu pada 2018 silam.
“Di satu pihak kita tidak boleh keluar. Sementara kami ini cuma buruh kasar, kalau kami tidak keluar rumah mau dapat dari mana uangnya mau beli beras,” imbuhnya.
Sri berharap pemerintah membantu kebutuhan pokok sehari-hari bagi keluarganya karena dia kini sudah tidak bisa lagi mencari nafkah.
Situasi serupaya juga dirasakan Amir DM, seorang penyintas bencana alam likuefaksi di Kabupaten Sigi.
Amir mengatakan pemerintah seharusnya juga tetap memberikan perhatian kepada para penyintas bencana alam seperti dirinya. Sejak 2018, para penyintas seperti dirinya terus menantikan penyaluran bantuan berupa bantuan jaminan hidup, santunan duka maupun hunian tetap yang pernah dijanjikan oleh pemerintah.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kemarin saja bencana tsunami dan likuefaksi, bencana alam, hak-hak kami sebagai rakyat juga belum kami terima pak, yaitu ada dana stimulan, ada jadup. Santunan duka saja di Pasigala (Palu, Sigi, Donggala) ini belum sebagai mestinya, masih lebih banyak belum menerima hak-haknya itu,” ungkap Amir.
Menurutnya dalam situasi saat ini pemerintah dapat mempercepat penyaluran bantuan kepada warga masyarakat terdampak bencana di Sulawesi Tengah.
Adriansa Manu koordinator Sulteng Bergerak, mengungkapkan selain kehilangan pekerjaan, kondisi tenda-tenda darurat dan hunian sementara yang tidak nyaman membuat mereka kesulitan untuk mengikut aturan itu. Sulteng bergerak saat inimendampingi lima ribu penyintas di 18 lokasi hunian sementara dan dua kamp tenda darurat di Kota Palu
“Kota Palu ini kan suhunya sampai 35 derajat celcius. Di situ orang tinggal di huntara yang panasnya seperti itu. apalagi masih ada yang tinggal di tenda-tenda pengungsian, disuruh orang tetap disitu. Bagaimana nanti mereka mau bertahan kalau kondisinya seperti itu?” kata Adriansa.
BACA JUGA: 2 Warga Palu Sembuh dari Corona, Warga Diminta Tak KucilkanAdriansa menekankan pemerintah penting untuk memprioritaskan percepatan penyaluran bantuan dana stimulan dan kepastian hunian tetap, agar para penyintas bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi itu bisa memiliki tempat tinggal yang layak.
Berdasarkan informasi yang dirilis oleh Pusat Data Informasi Bencana (Pusdatina) Covid-19 Provinsi Sulawesi Tengah per 16 April 2020 menyebutkan jumlah kasus positif corona di Sulteng mencapai 22 kasus. Dari jumlah itu, tiga meninggal dunia dan dua dinyatakan sembuh. [yl/em/ii]