Warga Aceh Gelar Zikir dan Doa Bersama Peringati 7 Tahun Tsunami

  • Budi Nahaba

Beberapa warga Jepang (kanan) dari 'Komunitas Jepang Peduli Bencana' ikut menghadiri peringatan 7 tahun bencana tsunami di Banda Aceh (26/12).

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf hari Senin (26/12) memimpin langsung sekitar lima ribu warga yang menghadiri peringatan tujuh tahun bencana tsunami yang pernah melanda provinsi Aceh.

Puncak peringatan tsunami di Aceh untuk tahun ini dipusatkan di pantai Lampuuk, Lhoknga , Kabupaten Aceh Besar. Peringatan diisi warga dengan menggelar zikir dan doa bersama yang berlangsung cukup khidmat.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam amanatnya mengatakan, Aceh saat ini terus berbenah di segala sendi kehidupan, terutama pasca konflik dan bencana tsunami. Menurut Gubenur, Aceh kian bangkit dari keterpurukan akibat bencana tsunami tujuh tahun silam. Gubernur mengajak rakyat memetik hikmah dari peristiwa alam tersebut dan memuji komunitas internasional yang cukup peduli membantu korban tsunami, yang telah merenggut ratusan ribu jiwa, tepatnya 26 Desember 2004 yang melanda Aceh, dan sejumlah negara di Asia dan Afrika.

Gubernur Irwandi mengatakan, “Tsunami yang digerakkan oleh lentingan lempeng bumi telah mampu mempersatukan masyarakat dunia, dan juga yang pertamakalinya dalam sejarah modern manusia dunia begitu bersatu dalam membantu korban tsunami. Tsunami membawa berkah untuk perdamaian (Aceh). Semoga Allah memberkati segenap upaya kita membangun bangsa ini.”

Peringatan tujuh tahun tsunami di Aceh turut dihadiri pula oleh kalangan diplomatik, perwakilan sejumlah negara sahabat dan donor internasional. Di antaranya delegasi dari Uni Eropa, sejumlah negara-negara anggota ASEAN, Amerika Serikat dan Jepang.

Mewakili komunitas internasional, seorang pejabat dewan pendidikan asal Jepang Ito Takahiro dalam sambutannya mengatakan, kemitraan Indonesia dan Jepang dalam penanganan bencana alam harus diperkuat.

“Indonesia dan Jepang telah kehilangan begitu banyak jiwa yang sangat berharga dikarenakan bencana gempa dan tsunami. Kami yakin, dengan saling bergandengan tangan saling membantu, bahwa kedua negara ini pasti akan memiliki masa depan yang cerah,” ujar Ito.

Ito Takahiro juga menyerukan kepada para pemimpin dunia agar bersatu, tetap komit melanjutkan kemitraan strategis dalam program pemulihan wilayah-wilayah yang pernah dilanda bencana, baik pemulihan bidang infrastruktur, bidang sosial, utamanya pendidikan kepada generasi penerus.

Dari sekitar lima ribu warga Aceh yang mengikuti zikir dan do’a mengenang tujuh tahun tsunami, turut hadir Afrizal (16 tahun), siswa salah satu SMU (Sekolah Menengah Umum) di Banda Aceh. Saat tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004, tujuh tahun silam ia masih duduk di bangku kelas lima salah satu sekolah dasar di sekitar pantai Lhoknga, tak jauh dari rumah kedua orang tuanya tinggal.

Afrizal mengenang kejadian 7 tahun lalu, “Kami sempat lihat gelombang tsunami bergulung-gulung di sini, tinggi air setinggi pohon kelapa. Kami kehilangan nenek dan beberapa saudara di situ (pantai Lhoknga). Saya ikut senang Aceh jadi lebih baik sekarang.”

Afrizal mengisahkan sebagian wilayah desanya porak poranda oleh tsunami, Afrizal selamat dari cengkraman gelombang tsunami waktu itu, ia dan sebagian besar keluarganya selamat, namun ia kehilangan neneknya tercinta, serta beberapa teman-teman sekolahnya.

Dari pantauan VOA, momentum tujuh tahun peringatan tsunami di Aceh juga diisi dengan kegiatan sosialisasi pengurangan resiko bencana (PRB), pameran foto, gelar seni budaya, terutama melibatkan kalangan generasi muda.