Warga Amerika keturunan Arab dan muslim di Kota Dearborn, Michigan, bertekad untuk menunjukkan kegeraman mereka terhadap cara Presiden AS Joe Biden menangani konflik Gaza lewat surat suara.
“Pengkhianatan, anggapan bahwa partai Demokrat beretika, membela hak asasi manusia dan melindungi kelompok minoritas, semua itu sudah tidak ada,” ujar Samraa Luqman, salah satu ketua gerakan “Abandon Biden”, atau “Abaikan Biden”.
Luqman membantu menggerakkan warga untuk memberikan suara “uncommitted” (tidak terikat), atau menggunakan hak suara mereka tapi tidak memilih kandidat yang tertera di surat suara, pada pemilihan pendahuluan di Michigan bulan lalu. Hal itu dilakukan untuk memberi isyarat kepada Biden bahwa ia berisiko kehilangan dukungan warga Arab Amerika di negara bagian itu.
“Mayoritas warga AS keturunan Arab terdaftar sebagai pendukung Partai Demokrat, sekitar dua banding satu dari pendukung Partai Republik. Politik Timur Tengah jelas mempengaruhi sebagian besar pemilih AS keturunan Arab dan muslim, dan bagaimana mereka memutuskan siapa yang akan dipilih di surat suara,” kata Amny Shuraydi, pengamat dari University of Michigan-Dearborn.
Donald Trump menang di Michigan pada Pilpres 2016 dengan selisih kurang dari 11.000 suara. Empat tahun lalu, Biden memenangkan negara bagian itu dengan perolehan sekitar 120 ribu suara.
Ada sekitar 200.000 hingga 300.000 warga AS keturunan Arab di Michigan, meskipun tidak semuanya memenuhi syarat untuk memilih.
Sementara itu, kementerian kesehatan di Gaza menyatakan lebih dari 30 ribu warga Palestina tewas akibat serangan Israel. Banyak warga AS keturunan Arab tidak suka pada keputusan pemerintahan Biden yang memasok senjata ke Israel untuk digunakan di Gaza.
“Jika saya menjadi penasihat Biden, bukan hanya warga keturunan Arab Amerika yang saya khawatirkan, tapi juga anak-anak muda, karena hampir sebagian besar dari mereka merasa muak dengan apa yang mereka saksikan,” jelas Jeffrey Grynaviski, lektor ilmu politik di Wayne State University.
Biden Buka Suara soal Korban Sipil di Gaza
Sementara itu, di tengah semakin meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza dan gejolak protes di kubu sayap kiri, Biden semakin menunjukkan ketidaksabarannya terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menegaskan bahwa AS akan bertindak sendiri. Namun, hanya segelintir pihak yang memperkirakan adanya terobosan baru yang signifikan dari pemerintahannya.
Dalam wawancara dengan media MSNBC pada Sabtu (9/3), Biden mengatakan, “Netanyahu berhak untuk membela Israel, berhak untuk memburu Hamas. Namun, ia harus lebih memikirkan nyawa orang-orang tidak berdosa yang hilang atas tindakan yang diambilnya. Menurut saya, ia merugikan Israel ketimbang membantu Israel […] Ini bertentangan dengan apa yang Israel perjuangkan. Dan saya rasa ini adalah sebuah kesalahan besar,” tegasnya.
Dalam pidato kenegaraan tahunannya pada Kamis (14/3) di gedung Kongres AS, Biden mengumumkan bahwa AS akan membangun pelabuhan apung sementara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beberapa hari sebelumnya, pihak militer AS menerjunkan paket bantuan makanan dari udara dan para pejabat tinggi AS bertemu Benny Gantz, anggota kabinet perang Israel sekaligus rival utama Netanyahu.
BACA JUGA: Protes Perang di Gaza, Sebagian Pemilih di Michigan Tolak Biden di Pemilihan PendahuluanSaat ia berpidato, ratusan pengunjuk rasa pro-Palestina memblokade jalan utama dekat Kongres AS. Para aktivis memintanya mendorong gencatan senjata permanen dan berusaha lebih keras untuk mengekang serangan Israel di Gaza. Dalam beberapa minggu terakhir, aksi unjuk rasa untuk menuntut gencatan senjata digelar di kota-kota di seluruh AS, termasuk di berbagai acara di mana Biden berpidato dan berkampanye, serta berbagai kesempatan yang dihadiri oleh para politisi AS lainnya.
Biden juga menyatakan bahwa potensi serangan Israel ke kota Rafah, lokasi di mana lebih dari 1,3 juta warga Palestina mengungsi, menjadi “batas toleransi” baginya untuk Netanyahu. Di sisi lain, Biden mengatakan bahwa ia tidak akan mengehentikan pasokan senjata ke Israel, seperti pencegat rudal Kubah Besi, yang melindungi warga sipil Israel dari serangan roket di wilayah tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
Pascapemilihan pendahuluan di Michigan, juru bicara tim kampanye Biden mengatakan bahwa presiden AS itu telah mendengar berita soal para pemilih yang memberikan suara uncommitted, dan merespons bahwa ia mempunyai misi yang sama dengan mereka, yaitu mewujudkan perdamaian yang adil dan langgeng.
Namun, bagi sebagian pemilih keturunan Arab, semuanya sudah terlambat.
“Bahkan jika ia memutuskan untuk memberlakukan kebijakan sebaliknya, ia telah menciptakan begitu banyak kerugian,” ujar Yusef Ahmed, seorang mahasiswa.
“Kami tegaskan, cukup sudah. Kami tidak ingin lagi uang pajak kami digunakan untuk membeli bom dan memberi lebih banyak bantuan militer kepada Israel untuk membombardir warga Palestina. Kami lebih suka uang (kami) disalurkan ke sekolah-sekolah kami," ungkap Adam Abusalah, pemilih dari Michigan. (br/jm)
Beberapa informasi untuk laporan ini disediakan oleh The Associated Press, Reuters dan Agence France-Presse.