Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memberlakukan protokol khusus untuk merespon penurunan tajam pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan pekan ini.
IHSG turun sebesar 6,58% ke posisi 5.136,81 pada Senin (9/3).
“BI terus berkoordinasi erat dengan pemerintah dan OJK untuk melakukan stabilisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo kepada VOA, Selasa (10/3) pagi.
Beberapa langkah yang diambl BI, papar Perry, antara lain menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen dan meningkatkan stabilisasi nilai tukar rupiah lewat penjualan valuta asing di pasar spot dan di pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
DNDF adalah transaksi atau kontrak jual-beli valas dalam jangka waktu tertentu di pasar domestic dengan nilai kurs yang ditentukan dari awal. Instrumen ini bermanfaat untuk lindung nilai atau hedging.
Perry mengatakan BI juga mendorong investor asing untuk melakukan transaksi di DNDF.
Selain itu, imbuh Perry, BI juga akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Menurutnya tahun ini saja Bank Indonesia telah membeli SBN yang dijual investor asing sekitar Rp 130 triliun rupiah.
“Sekitar Rp 110 triliun diantaranya dibeli sejak meluasnya virus korona,” ujar Perry.
Kebijakan lainnya yang diambil BI adalah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valuta asing sebesar 4 persen dan menurunkan GWM dalam rupiah sebesar 50 basis point. GWM bisa diartikan secara sederhana sebagai dana minimum dalam rupiah atau denominasi asing yang harus disimpan oleh bank-bank di Bank Indonesia.
Kebijakan tersebut, imbuh Perry, bisa likuiditas valuta asing perbankan sekitar $3,2 miliar dan menambah likuiditas rupiah di perbankan sekitar Rp 22 triliun untuk pembiayaan ekspor-impor.
Perry Warjiyo lewat pesan teks mengatakan “pemerintah melalui Menteri Keuangan meningkatkan stimulus fiskal, antara lain untuk bantuan sosial, perumahan murah untuk rakyat, diskon tiket pesawat dan biro perjalanan untuk pariwisata, dan lain-lain.”
Buyback Tanpa RUPS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), juga bergerak cepat menanggapi pasar saham yang sangat tertekan, tidak saja akibat memuncaknya kekhawatiran karena meluasnya wabah virus korona, tetapi juga karena anjloknya harga minyak dunia.
OJK kini mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik untuk melakukan buyback atau pembelian kembali saham tanpa meminta persetujuan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Langkah ini adalah upaya memberi stimulus perekonomian dan mengurangi dampak fluktuasi pasar.
Dalam pernyataan tertulisnya, Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan jumlah saham yang dapat dibeli kembali oleh emiten bisa lebih dari 10 persen dari modal disetor dan paling banyak 20 persen dari modal disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar 7,5 persen dari modal disetor.
BEI juga menerapkan kebijakan auto-rejection-asimetris, salah satu protokol yang disiapkan sebelumnya dan diaktifkan ketika pasar saham terus turun.
Auto-rejection-asimetris adalah batas penolakan sistem perdagangan yang batas kenaikan maksimum saham dan bawah tidak sama. Dengan kebijakan baru ini, harga saham hanya bisa turun maksimal 10 persen dalam satu hari dan jika lebih dari 10 persen akan terkena auto-rejection bawah.
Sedangkan auto-rejection atas tetap pada kisaran 20 persen – 35 persen sesuai fraksi harga. Dalam keterangan pers yang diterima VOA, BEI mengatakan telah terlebih dahulu menghentikan transaksi short-selling sebelum menerapkan kebijakan-kebijakan ini.
Pasar Saham Dunia Memerah
Hampir seluruh pasar saham dunia, Senin (9/3), terjun bebas. Di New York, pasar saham Dow Jones ambles sebesar 7,8 persen - penurunan paling tajam sejak krisis keuangan 2008. Dow Jones tergelincir 2,023 poin dan ditutup pada 23.841. Standard&Poor 500 melemah 226 poin dan ditutup pada 2.745. Demikian pula Nasdaq yang turun 624 poin dan ditutup pada 7.950.
Penurunan tajam harga-harga saham di bursa New York ini memicu penghentian kegiatan jual-beli saham selama 15 menit agar kerugian tidak lebih dari 7 persen. Cara ini terakhir kali digunakan pada Desember 2008 ketika terjadi resesi ekonomi besar. Dalam mekanisme ini, jika kerugian terus naik hingga 13 persen, perdagangan akan dihentikan selama 15 menit lagi. Namun, jika kerugian mencapai 20 persen, pasar saham akan segera ditutup.
Ketika perdagangan saham Dow Jones dimulai kembali setelah dihentikan selama 15 menit, indeks Dow Jones stabil pada tingkat kerugian 6 persen. [em/pp/ft]