Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Awi Setiyono mengatakan penyidik memang masih melengkapi berkas perkara dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ABK Indonesia Kapal Long Xing 629, tetapi ditegaskannya ada tiga tersangka yang sudah ditetapkan penyidik dalam kasus ini.
Ketiganya adalah Z mantan direktur PT MSG (perusahaan penyalur ABK Long Xin 629), MK Direktur PT LPB, dan S penerima ABK di PT LPB.
"Ketiga berkas perkara tersangka sampai saat ini, penyidik masih melengkapi untuk selanjutnya sebagai langkah melengkapi proses tahap I ke jaksa penuntut umum," jelas Awi Setiyono dalam konferensi pers secara online, Senin (22/6/2020).
Awi menambahkan penyidik juga sedang memproses pemberkasan korporasi terkait kasus ini. Namun demikian, Awi tidak menjelaskan lebih lanjut soal pemberkasan korporasi ini.
Mei lalu, publik ramai membicarakan praktik pelarungan dua ABK asal Indonesia di Kapal Long Xin 629 saat berlayar di Samudera Pasifik. Kasus ini kemudian dilaporkan firma hukum Margo-Surya and Partners ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan tindak pidana perdagangan orang dan pidana perlindungan pekerja migran.
LPSK Siap Lindungi 14 ABK Korban Dugaan TPPO
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan lembaganya telah memberikan perlindungan bagi 14 ABK Indonesia yang menjadi korban dugaan TPPO.
Para korban berasal dari berbagai provinsi antara lain Kepulauan Riau, Sulawesi, dan Maluku Utara. Rata-rata usia mereka berkisar 21-23 tahun, dan beberapa saja yang berusia 30-35 tahun. Edwin mendukung polisi yang menerapkan pidana tambahan yakni restitusi korporasi yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama satu tahun.
"Ya korporasi juga bisa dikenakan hukuman restitusi juga ya termasuk juga dinonaktifkan," jelas Edwin Partogi kepada VOA, Selasa (23/6/2020).
LPSK, imbuh Edwin, masih menghitung nilai restitusi bagi 14 ABK Kapal Long Xin 629. Menurutnya, restitusi tersebut akan disampaikan ke jaksa untuk dijadikan tuntutan ke pelaku.
"Para korban ini mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku yang istilahnya adalah restitusi. Kerugian para korban yang dialami akan kami hitung dan kami sampaikan di persidangan melalui jaksa penuntut umum," tambah Edwin.
Edwin menambahkan sepanjang periode 2013-2020, ada sekitar tujuh ribu warga Indonesia yang dieksploitasi di kapal penangkapan ikan asing.
Sementara itu berdasarkan laporan LPSK, ada 228 permohonan perlindungan TPPO ABK ke LPSK pada periode 2013-2020. Pemohon terbanyak berasal dari wilayah DKI Jakarta sebanyak 155 pemohon, disusul Maluku 36 pemohon dan Jawa Barat 31 pemohon.
Bentuk-bentuk eksploitasi terhadap ABK asal Indonesia beragam mulai dari jam kerja yang lebih, konsumsi tidak layak, upah tidak dibayarkan hingga tempat istirahat tidak layak.
LPSK juga telah mengajukan restitusi ABK yang menjadi korban dalam sejumlah kasus TPPO. Semisal di kasus TPPO di Benjina, Maluku, LPSK mengajukan restitusi sebesar Rp1,5 miliar dan kemudian dikabulkan pengadilan sebesar Rp 773 juta. Namun, jumlah restitusi yang dibayarkan pelaku hanya senilai Rp 438 juta bagi 11 orang.
LPSK telah melayani pengajuan restitusi bagi korban TPPO yang melibatkan ABK di Kota Jeju, Korea Selatan sebesar Rp4,5 miliar. Majelis hakim kemudian mengabulkan sebesar Rp2,5 miliar dengan jumlah penerima restitusi sebanyak 26 orang. [em/sm]