Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri, mengatakan ada indikasi kuat pemalsuan berkas dokumen persyaratan pendaftaran di tingkat SMA/SMK di Jawa Tengah.
Jumeri mengungkapkan hal itu melalui video yang diunggah di media sosial Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Senin (22/6).
Tahun ini diproses pendaftaran siswa baru dilakukan secara daring (online) melalui aplikasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) karena pandemi virus corona.
Pemalsuan data yang terdeteksi, ujar Jumeri, antara lain nilai rapor, surat keterangan domisili (SKD), kartu keluarga, dan sertifikat kejuaraan. Pihaknya meminta kepala SMA/SMK untuk memvalidasi dan memverifikasi data yang dimasukkan oleh siswa dan orang tua pada aplikasi PPDB.
Kemarin, Rabu (24/6), menjadi hari terakhir validasi dan verifikasi data dokumen pendaftaran siswa baru tingkat SMA/SMK di Jawa Tengah.
“Apabila setelah pengumuman penerimaan siswa baru ternyata ada laporan atau temuan data palsu di siswa yang sudah diterima, maka siswa yang bersangkutan dibatalkan sebagai siswa baru di sekolah yang dipilih,” tegas Jumeri.
Pada penerimaan siswa baru untuk Tahun Ajaran 2020/2021, setiap sekolah mengalokasikan kuota minimal 50 persen untuk menerima siswa yang tinggal paling dekat dengan sekolah. Sebanyak 25 persen dialokasikan untuk siswa berprestasi, 5 persen untuk siswa pindahan karena tugas orang tua dan sisa 20 persen untuk pelajar dari keluarga kurang mampu, pelajar dari panti asuhan, dan pelajar berkebutuhan khusus atau jalur afirmasi.
Jalur Afirmasi untuk Anak-anak Tenaga Medis
Khusus tahun ini anak-anak dari tenaga kesehatan dan tenaga pendukungnya yang menangani pasien Covid-19 mendapat prioritas diterima di sekolah negeri melalui jalur afirmasi.
Pemprov Jateng mendata ada 1.600 anak tenaga medis yang terdaftar. Namun akan dilakukan verifikasi data di lapangan, termasuk di rumah sakit rujukan khusus yang menangani langsung pasien virus corona. Tim medis yang dimaksud meliputi dokter, perawat, sopir ambulans, tenaga laboratorium dan farmasi di rumah sakit, dan sebagainya.
Pemerintah Kota Solo juga menerapkan kebijakan yang sama terhadap anak-anak dari tenaga medis di rumah sakit umum daerah (RSUD) dan puskesmas.
Wali Kota Solo, Hadi Rudyatmo, Jumat (12/6) pekan lalu, menegaskan langkah ini sebagai bentuk penghargaan karena pengabdian dan pengorbanan orang tua mereka bekerja dalam kemanusiaan. Menurut Rudy, Pemkot menyediakan kuota sekitar 1 persen di berbagai SD dan SMP Negeri di Solo.
"Ya nanti kita bagi, yang penting anak-anak itu dapat sekolah. Kasihan kan kalau tidak diapresiasi. Orang tuanya bekerja dan anaknya rawan terpapar Covid-19. Ya, pengorbanan. Itu pengorbanan, tapi kita juga harus memberi penghargaan lah pada mereka tenaga kesehatan," ujar Rudy. [ys/ft]