Pemerintah Indonesia mengecam pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dinilai telah menghina agama Islam, demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia hari Jumat (30/10).
“Indonesia mengecam pernyataan Presiden Perancis yang menghina agama Islam. Pernyataan tersebut telah melukai perasaan lebih dari dua miliar orang Muslim di seluruh dunia dan telah memecah persatuan antar umat beragama di dunia. Hak kebebasan berekspresi tidak dilakukan dengan mencederai kehormatan, kesucian dan kesakralan nilai dan simbol agama,” tulis pernyataan di situs resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia yang juga dicuit di Twitter.
Ditambahkan, “Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dan berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia mengajak seluruh negara untuk mendorong persatuan dan toleransi antar umat beragama, terutama di tengah situasi pandemi saat ini.”
Pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dipandang menghina agama Islam telah menyulut kemarahan warga muslim di berbagai penjuru dunia. Demonstrasi dan gerakan boikot produk Perancis berlangsung di negara-negara Arab dan muslim, mulai Suriah, Arab Saudi, Turki hingga Indonesia.
Menlu Perintahkan Dubes RI Sampaikan Nota Diplomatik
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan pemerintah Indonesia telah mengecam tindakan pelecehan atas agama Islam yang terjadi di Perancis, terkait penerbitan kembali kartun nabi Muhammad dan ucapan kontroversial Presiden Macron. Menurutnya Kementerian Luar negeri juga telah memanggil Duta besar Perancis untuk Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, tambah Faizasyah, juga telah menginstruksikan Duta Besar Indonesia di Paris Arrmanatha Nasir untuk segera menyampaikan nota diplomatik.
"Menyampaikan nota diplomatik yang menyampaikan posisi Indonesia. Secara khusus juga dilakukan pertemuan dengan pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri Perancis untuk menyampaikan posisi Indonesia dan menggarisbawahi hal-hal yang telah disampaikan Presiden Macron yang bersifat menghina agama Islam tentunya akan melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia," kata Faizasyah.
Terkait gerakan boikot produk Perancis di Indonesia, Faizasyah mengatakan pemerintah tidak dalam posisi untuk menolak atau mengimbau. Dia menegaskan keputusan untuk tidak membeli barang-barang buatan Perancis tergantung masyarakat Indonesia sendiri.
Faizasyah menambahkan warga Indonesia bebas menentukan sikap atau pilihan untuk memboikot produk Perancis sebagai tanggapan atas penghinaan terhadap agama Islam yang dilakukan Presiden Macron.
MUI Dukung Kampanye Pemboikotan Produk Perancis
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Zaitun Rusmin mendukung kampanye boikot barang-barang dari Perancis sebagai protes atas penghinaan terhadap Islam yang dilakukan oleh Macron. Kampanye boikot tersebut, tambahnya, merupakan bentuk pembelaan bagi Nabi Muhammad yang telah dilecehkan lewat gambar kartun terbitan majalah Charlie Hebdo.
"Makanya banyak ormas Islam di Indonesia telah menyatakan itu, menyampaikan pemboikotan terhadap produk-produk dari Perancis. Karena bagi muslim, bagi orang beriman, wajib untuk membela Nabi Muhammad sebagai bentuk kecintaan," ujar Zaitun.
Zaitun berharap gerakan boikot produk Perancis yang dilakukan kaum muslim di banyak negara dapat memberikan efek jera kepada Perancis dan negara-negara lain yang tidak berhenti melecehkan Nabi Muhammad dan Al-Quran. Dia menilai pidato Macron tersebut akan menjadi bumerang bagi Macron dan Perancis sendiri. Apalagi Macron mendukung penerbitan kembali kartun Nabi Muhammad dengan alasan kebebasan berekspresi.
Meski begitu, Zaitun menyerukan kepada umat Islam di Indonesia untuk tidak melakukan tindakan tak terkontrol, seperti melakukan kekerasan terhadap orang Perancis. Zaitun menegaskan ajaran Islam tidak menghukum orang yang tidak bersalah. MUI telah menyerukan kepada Macron untuk meminta maaf secara terbuka kepada umat Islam untuk meredam kemarahan warga.
Apa Yang Sebenarnya Disampaikan Macron?
Pernyataan ini tampaknya menanggapi pidato Presiden Perancis Emmanuel Macron pada awal bulan ini yang mengkritisi agama Islam dan beberapa pernyataan lain terkait insiden pemenggalan seorang guru di pinggiran Paris pada 16 Oktober, serta aksi kekerasan di Paris pada 29 Oktober.
“Di seluruh belahan dunia saat ini, Islam adalah agama yang sedang berada dalam krisis, kita tidak saja melihat hal ini di negara kita,” ujar Macron dalam bahasa Perancis, pada 2 Oktober, di sebuah kota di barat laut Paris, sebagaimana dilaporkan Euronews.
Ia juga mengungkapkan rencananya melawan separatisme, membela nilai-nilai Perancis terhadap apa yang disebutnya sebagai “radikalisme Islamis.” Rencana yang akan disampaikannya pada bulan Desember mendatang merupakan penegasan sebuah undang-undang tahun 1905 yang memisahkan agama dan negara di Perancis.
Macron merinci perlunya “membebaskan Islam di Perancis dari pengaruh luar,” antara lain dengan mengakhiri sistem yang mengizinkan para pemimpin agama Islam memberi pelatihan di luar negeri, mengurangi homeschooling, dan mengendalikan pendanaan untuk badan-badan keagamaan dengan mengharuskan mereka menandatangani kontrak yang “menghormati nilai-nilai Perancis” guna memperoleh subsidi dari pemerintah.
Pidato itu disampaikan Macron satu minggu setelah insiden penikaman di luar bekas markas majalah satir Charlie Hebdo.
Tiga Serangan dalam Satu Bulan
Namun dua minggu setelah pidato itu, seorang guru SMA dibunuh dan dipenggal setelah mendiskusikan kebebasan berpendapat di dalam kelas dengan mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW. Pelaku yang diketahui berasal dari Chechen, tewas ditembak polisi, sementara tujuh orang lainnya ditangkap untuk dimintai keterangan.
Dalam upacara belasungkawa untuk mengenang Samuel Paty, guru berusia 47 tahun itu, Presiden Macron kembali menegaskan tekadnya melawan separatisme di negaranya. “Samuel Paty menjadi wajah republik ini, mendorong tekad kita melawan teroris, melawan Islamis, untuk hidup sebagaimana komunitas warga yang bebas di negara kita,” tegasnya.
Selang satu minggu, serangan kembali terjadi. Tiga orang tewas ketika seorang laki-laki Tunisia bersenjata pisau hari Kamis (29/10) menyerang jemaat gereja Notre Dame Basilica, kurang dari satu kilometer dari lokasi ketika seorang teroris menabrak truk yang dikendarainya ke arah kerumunan pejalan kaki dan menewaskan 86 orang pada tahun 2016.
Macron langsung meningkatkan status keamanan ke tingkat maksimum dan menambah jumlah tentara untuk mengamankan sekolah dan rumah ibadah dari 3.000 personel menjadi 7.000 personel. Peningkatan status keamanan ini dilakukan sehari jam sebelum pemberlakuan kebijakan penutupan wilayah dan penghentian seluruh kegiatan mulai hari Jumat (30/10) karena kembali melonjaknya kasus baru virus corona.
Berikut ini daftar serangan di Perancis dalam beberapa tahun terakhir ini (*):
29 Oktober 2020 – Tiga orang tewas dibunuh oleh seorang warga Tunisia ketika sedang berada di dalam gereja Notre Dame Basilika, Nice.
16 Oktober 2020 – Guru SMA Samuel Paty dipenggal di pinggiran Paris setelah sebelumnya mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW di dalam kelas ketika mendiskusikan soal kebebasan berpendapat. Penyerang, yang tewas ditembak polisi, diketahui sebagai pengungsi asal Chechnya, Abdullah Anzorov yang berusia 18 tahun.
25 Oktober 2020 – Dua orang luka-luka ditikam di luar bekas kantor majalah satir Charlie Hebdo. Seorang laki-laki asal Pakistan ditangkap dan digugat dengan pasal terorisme.
Maret 2018 – Seorang laki-laki Perancis keturunan Maroko melepaskan tembakan ke arah polisi dan menyandera beberapa orang sebelum ditembak mati polisi di selatan Perancis.
1 Juni 2017 – Seorang lak-laki Aljazair bersenjata martil menyerang polisi yang sedang berpatroli di luar Katedral Notre Dame. Sebelumnya ia diketahui telah menyatakan kesetiaan kepada kelompok teroris ISIS.
20 April 2017 – Seorang laki-laki melepaskan tembakan dan membunuh seorang polisi di Champs-Elysees di Paris, serangan yang juga diklaim ISIS.
18 Maret 2017 – Seorang laki-laki melukai polisi dengan pistol dan kemudian menyerang tentara di bandara Orly Paris sambil mengacungkan pistol dan berteriak ia ingin mati demi Tuhan.
3 Februari 2017 – Seorang warga Mesir bersenjata golok menyerang tentara Perancis yang menjaga Museum Louvre di Paris, melukai salah seorang di antaranya.
26 Juli 2016 – Seorang pastur berusia 85 tahun, Jacques Hamel, yang sedang merayakan Natal, dibunuh oleh dua ekstremis berusia 19 tahun.
14 Juli 2016 – Seorang laki-laki menabrakkan truk yang dikendarainya ke arah kerumunan massa yang merayakan Bastille Day di Nice, menewaskan 86 orang. ISIS mengaku bertanggung jawab terhadap insiden ini.
13 November 2015 – Sejumlah ekstremis terkait ISIS menyerang ruang konser di Bataclan, stadion olahraga dan beberapa lokasi lain di seluruh Paris, menewaskan 130 orang.
7-9 Januari 2015 – Serangan terhadap kantor majalah satir Charlie Hebdo dan sebuah toko eceran kosher menewaskan 17 orang. Al Qaeda di Semenanjung Arab mengaku serangan itu merupakan pembalasan terhadap penerbitan karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW oleh majalah Charlie Hebdo.
Maret 2012 – Seorang laki-laki bersenjata yang terkait Al Qaeda membunuh tiga siswa Yahudi, seorang rabbi dan tiga petugas paratroopers di Toulouse, selatan Perancis.
2 November 2011 – Kantor Charlie Hebdo di Paris dibom karena menerbitkan majalah dengan karikatur Nabi Muhammad SAW. Tidak ada korban luka-luka. [fw/ab, em/es]
(*) Sumber : Associated Press