Ribuan pendukung seorang ulama radikal, Selasa (17/11), mengakhiri aksi duduk mereka di ibu kota Pakistan terkait penerbitan kembali karikatur Nabi Muhammad di Perancis, yang mereka anggap menghujat Islam.
Aksi duduk di pinggiran Islamabad ini bubar setelah pengunjuk rasa mendapat jaminan dari pemerintah bahwa permintaan mereka untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Perancis akan dibahas di parlemen dalam tiga bulan lagi.
Sebuah kesepakatan dicapai antara dua menteri pemerintahan dan para pemimpin partai Tehreek-e-Labiak Pakistan selepas Senin (16/11) tengah malam, setelah para pengunjuk rasa mulai membubarkan diri.
Aksi duduk itu, yang dipimpin oleh ulama terkenal Khadim Hussain Rizvi ini dimulai dengan pawai protes pada Minggu (15/11) malam dari kota garnisun terdekat, Rawalpindi.
Saat mendekati persimpangan Faizabad, yang menghubungkan ibu kota, Islamabad, dengan Rawalpindi, para pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan. Polisi menembakkan gas air mata sebagai tanggapan atas aksi lempar batu yang dilakukan sejumlah demonstran. Beberapa polisi dan pengunjuk rasa dilaporkan terluka.
Setelah kekerasan mereda, para demonstran melakukan aksi duduk di persimpangan itu, menuntut pemerintah memanggil pulang duta besar Pakistan untuk Perancis dan mengusir duta besar Perancis dari Islamabad.
Karikatur Nabi Muhammad telah memicu protes di Asia dan Timur Tengah, yang disertai dengan seruan untuk memboikot produk-produk Perancis. Penggambaran nabi juga dipandang sebagai pemicu beberapa serangan terhadap warga dan kepentingan Perancis dalam beberapa pekan terakhir.
Juru bicara Tehreek-e-Labiak, Shafiq Amini, mengatakan pemerintah telah menerima tuntutan para pengunjuk rasa dan akan menyerahkan keputusan untuk memutuskan hubungan dengan Perancis di tangan parlemen. Pihak berwenang juga setuju untuk membebaskan semua anggota Tehreek-e-Labiak yang ditangkap, kata Amini.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh menteri dalam negeri dan menteri urusan agama, serta komisaris Islamabad. Tak satu pun dari pejabat itu yang bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
Tehreek-e-Labiak memiliki sejarah melakukan protes dan aksi duduk untuk menegaskan tuntutan mereka. Pada November 2017, para pengikutnya melakukan protes dan aksi duduk selama 21 hari setelah referensi tentang kesucian Nabi Muhammad dihapus dari naskah sebuah formulir pemerintahan. [ab/uh]