Tautan-tautan Akses

Pemerintah Dinilai Tak Punya Kajian Aturan Minuman Beralkohol


Botol minuman beralkohol (miras) yang disita pihak berwenang, dipajang sebelum dihancurkan oleh bea cukai Indonesia di Jakarta, jelang libur Natal dan Tahun Baru, 19 Desember 2019. (Foto: BAY ISMOYO / AFP)
Botol minuman beralkohol (miras) yang disita pihak berwenang, dipajang sebelum dihancurkan oleh bea cukai Indonesia di Jakarta, jelang libur Natal dan Tahun Baru, 19 Desember 2019. (Foto: BAY ISMOYO / AFP)

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pemerintah tidak memiliki dasar atau kajian dalam pembuatan aturan minuman beralkohol (minol).

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo yang mencabut aturan tentang investasi minuman keras. Aturan tersebut sebelumnya tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Alasannya, menurut Erasmus, presiden tidak mencabut Undang-undang Cipta Kerja yang mendapat penolakan secara luas oleh masyarakat. Sementara aturan investasi minuman keras dicabut setelah mendapat protes dari organisasi keagamaan.

"Lama kelamaan ini akan membuat ketidakpercayaan publik. Dan sudah di level itu menurut saya, kalau dilihat dari reaksi publik terhadap pencabutan ini," jelas Erasmus kepada VOA, Kamis (4/3/2021).

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu. (Foto: Erasmus)
Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu. (Foto: Erasmus)

Erasmus menambahkan pemerintah semestinya memiliki kajian yang komprehensif soal minuman beralkohol (minol) sebelum membuat kebijakan. Ia juga sependapat aturan tentang minol diperlukan karena komoditas ini sudah beredar di masyarakat.

Di sisi lain, ia khawatir pembatalan aturan investasi ini semakin menguatkan penolakan masyarakat terhadap minol. Termasuk menguatnya pendekatan kriminalisasi terhadap orang yang mengonsumsinya.

"Alkohol itu sudah ada di sekitar kita. Bagaimana caranya mengatur ini. Mau dilarang semua, mau dipidana semua. Ada larangan alkohol masuk, bisa berakibat oplosan naik," tambahnya.

Selasa (2/3) lalu, Presiden Jokowi telah mencabut lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman beralkohol. Langkah tersebut dilakukan presiden setelah mendapat masukan dari berbagai elemen masyarakat.

“Masukan-masukan dari ulama-ulama MUI (Majelis Ulama Indonesia), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah,” kata Jokowi di Jakarta, Selasa (02/03/2021).

VOA sudah berusaha meminta penjelasan dari Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman terkait kritik dari ICJR. Namun, belum ada tanggapan dari Fadjroel hingga berita ini diturunkan.

Sementara Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan Perpres 10/2021 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Karena itu, kata dia, pemerintah semestinya berkonsultasi terlebih dahulu dalam penyusunan aturan tersebut.

Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi. (Foto: Achbaidowicom)
Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi. (Foto: Achbaidowicom)

“Dalam hal ini kami juga belum mendapatkan konfirmasi tiba-tiba peraturannya sudah ada, ini sangat kita sesalkan," ujar Baidowi dalam diskusi daring, Rabu (3/3/2021).

Kendati demikian, Baidowi mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah mencabut Perpres tersebut setelah mendapat penolakan dari masyarakat. Ia juga berpendapat produksi minol tidak perlu ditambah dan merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta menjual saham di perusahaan bir PT Delta Jakarta.

Di sisi lain, Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. RUU ini dikritik masyarakat akan meningkatkan pemidanaan terhadap konsumen minuman beralkohol dan membuat penjara semakin penuh.

Pemerintah Dinilai Tak Punya Kajian Aturan Minuman Beralkohol
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:14 0:00

Di samping itu, pengaturan tentang penggunaan alkohol yang membahayakan sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, semisal Pasal 492 dan Pasal 300 KUHP. Pemerintah juga sudah mengeluarkan aturan pengendalian alkohol melalui Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No.25 Tahun 2019 tenggang pengendalian dan pengawasan terhadap minuman beralkohol. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG