Misi COVID Campus Coalition adalah untuk menghilangkan “pemahaman yang salah seputar vaksin COVID 19 lewat penyediaan rangkuman ilmiah yang mudah dimengerti.”
“Tengok komentar di posting Instagram tentang vaksin dan Anda temui orang-orang yang menyebarkan mitos dan konspirasi tentang virus ini,” demikian kata mahasiwa tahun kedua James Lifton dari Edinburgh, Skotlandia. Dia bergabung dengan COVID Campus Coalition di kampusnya, Texas A&M University atau TAMU.
Media sosial dipenuhi dengan opini yang tidak akurat dan mis-informasi, sehingga membuat orang bingung atau tidak tahu mana informasi yang benar, serta apa yang direkayasa atau bermuatan politik.
Di situs dan akun media sosial, COVID Campus Coalition berusaha menggunggah informasi yang akurat kepada pembacanya, dan bahan-bahan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC, artikel ilmiah dari profesi medis yang diterbitkan di New England Journal of Medicine dimuat disana.
Terdapat 23 chapter atau cabang Campus Coalition di seluruh AS, termasuk Rutgers University di New Jersey, University of Florida, University of Southern California, serta Cornell University di New York.
Duta-duta mahasiswa seperti Lifton berusaha mendekati komunitas dan menyebarkan statistik serta tulisan-tulisan yang bisa mementahkan mitos-mitos salah tentang vaksin itu.
“Saya berharap proyek ini akan mendorong lebih banyak warga muda untuk mengupayakan vaksinasi yang selanjutnya akan membantu penciptaan herd immunity atau kekebalan kelompok, serta juga mulai membahas apa manfaat sebenarnya dari vaksin itu untuk kelompok warga muda,” kata Lifton.
Sebuah gelombang baru dari kasus sedang melanda AS, kali ini lewat varian Delta yang jauh lebih menular, demikian kata CDC. Varian Delta menyebabkan 80% dari semua kasus COVID 19 yang baru, kata badan tersebut.
Di Texas A&M University sebanyak 10.772 orang telah divaksinasi lewat Student Health Services, dan ini hanya mewakili 15 persen dari populasi mahasiswa disana.
“Kalau media ini bisa meyakinkan satu mahasiswa saja agar mau divaksinasi, saya menilainya itu sukses,” kata mahasiwa tahun ketiga Sadie Hurst. “Seandainya upaya ini bisa meyakinkan satu mahasiswa saja agar mau divaksinasi, apa yang mencegahnya untuk meyakinkan ratusan lainnya?”
Sekitar 54,9 orang orang berusia 18 dan 24 tahun telah menerima paling sedikit satu dosis vaksin COVID di AS, sementara 44,6 persen dari kelompok usia sama telah mendapat vaksinasi penuh, demikian angka dari vaccine tracker Mayo Clinic sampai 9 Agustus lalu. Di kalangan kelompok usia 25 dan 39 tahun, 58,7 persen telah menerima paling sedikit satu dosis, sementara 49,2 persen telah divaksinasi penuh.
“Ada sebuah perbedaan ideologi di kampus saya,” kata Lifton. “Meyakinkan orang untuk mau divaksinasi adalah sulit. Saya yakini ini merupakan langkah yang tepat dalam rangka memastikan kasus di universitas tidak terus meningkat sementara kami kembali kuliah. Ini akan sulit tetapi saya yakin hal ini mungkin dilakukan.”
Menurut CDC, “vaksin COVID 19 efektif dalam mencegah Anda terkena COVID 19, khususnya yang parah dan kematian. Vaksin COVID 19 mengurangi risiko orang menularkan virus yang menyebabkan sakit COVID 19.”
“Kalau Anda sepenuhnya divaksinasi, Anda bisa melakukan kegiatan sebagaimana sebelum pandemi,” demikian pernyataan di situs CDC itu.
Kegiatan itu termasuk kembali ke kampus. Pandemi ini sudah berlangsung satu setengah tahun dan diduga berasal dari China pada akhir 2019. Para mahasiswa menderita kerugian yang besar, kampus yang ditutup lebih dari setahun, pembelajaran online yang berkepanjangan dan tidak memadai, absennya upacara wisuda, serta hilangnya interaksi sosial diantara para mahasiswa dan dosen pengajar mereka. [jm/em]