Tautan-tautan Akses

Ratusan Konflik Satwa Liar dengan Manusia di TNGL Terjadi Sepanjang 2021


Seekor harimau Sumatra yang ditemukan mati karena terjerat di dalam kawasan hutan tanaman industri di Provinsi Riau, Senin 18 Mei 2020. (Foto: BBKSDA Riau)
Seekor harimau Sumatra yang ditemukan mati karena terjerat di dalam kawasan hutan tanaman industri di Provinsi Riau, Senin 18 Mei 2020. (Foto: BBKSDA Riau)

Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menyebut sedikitnya ada 130 kasus konflik antara satwa liar dengan manusia yang terjadi di kawasan tersebut sepanjang tahun 2021. Konflik antara harimau Sumatra dengan manusia paling mendominasi.

Pelaksana tugas Kepala Balai Besar TNGL, Adhi Nurul Hadi, mengungkapkan telah terjadi 130 kasus konflik antara satwa liar dengan manusia di kawasan hutan TNGL yang membentang dari Aceh hingga Sumatra Utara (Sumut). Dalam catatan Balai Besar TNGL konflik antara harimau Sumatra dengan manusia yang paling mendominasi mencapai 96 kasus. Lalu, diikuti konflik gajah sebanyak 24 kasus, dan orang utan Sumatra 10 kasus.

Pelaksana tugas Kepala Balai Besar TNGL, Adhi Nurul Hadi, 27 Desember 2021. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)
Pelaksana tugas Kepala Balai Besar TNGL, Adhi Nurul Hadi, 27 Desember 2021. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

"Secara keseluruhan konflik satwa liar dengan manusia di sekitar TNGL itu mencapai 130 kejadian. Hampir setengahnya adalah kejadian konflik harimau dengan manusia," katanya dalam acara catatan akhir tahun 2021 yang diselenggarakan Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) di Medan, Senin (27/12).

Dalam kasus konflik satwa liar dengan manusia yang terjadi di kawasan hutan TNGL, wilayah Kabupaten Aceh Selatan menduduki peringkat pertama dan disusul Aceh Tenggara, Aceh Barat Daya, Aceh Tamiang, Gayo Lues, Subulussalam, serta Langkat di Sumut.

Menurut Adhi, konflik antara harimau Sumatra dengan manusia disebabkan oleh beberapa dugaan yang dilihat secara ilmiah. Pertama, telah terjadi kepadatan populasi harimau Sumatra di dalam kawasan TNGL. Kemudian, dugaan kedua adalah kemungkinan sudah mulai berkurangnya satwa mangsa yang ada di dalam kawasan hutan TNGL.

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Langkat, Sumut, yang tertangkap kamera pengintai sedang memangsa hewan ternak milik warga, Jumat 25 Desember 2020. (Courtesy: BBKSDA Sumut).
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Langkat, Sumut, yang tertangkap kamera pengintai sedang memangsa hewan ternak milik warga, Jumat 25 Desember 2020. (Courtesy: BBKSDA Sumut).

"Beberapa parameter ilmiah coba kami analisis baik terkait dengan mangsa, cuaca, intensitas, dan aktivitas manusia telah dianalisis," ungkapnya.

Adhi melanjutkan, untuk meminimalisir konflik antara satwa liar dengan manusia Balai Besar TNGL telah menyiapkan sejumlah upaya. Salah satunya mengintensifkan keberadaan petugas Balai Besar TNGL di dalam kawasan untuk mengurangi penyebab terjadinya konflik.

"Seperti membersihkan jerat. Sampai saat ini jerat masih ada di dalam kawasan. Jerat ini bisa mengakibatkan terjeratnya satwa mangsa termasuk harimau itu sendiri," ujarnya.

Kemudian, Balai Besar TNGL juga meningkatkan aktivitas patroli dan menyadarkan masyarakat terkait faktor apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya konflik antara satwa liar dengan manusia.

"Menyampaikan kepada masyarakat apa-apa saja yang menjadi parameter atau penyebab konflik termasuk di dalam pengelolaan hewan ternak itu bisa memancing harimau keluar kawasan. Kami bersama mitra membangun kandang anti harimau di lokasi-lokasi rawan konflik. Itu untuk mencegah terjadinya konflik antara masyarakat dengan satwa liar," pungkas Adhi.

Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah I Sumatra, Haluanto Ginting, 27 Desember 2021. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)
Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah I Sumatra, Haluanto Ginting, 27 Desember 2021. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Sementara itu, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatra telah menangani 8 kasus kejahatan dan perdagangan terhadap satwa dilindungi yang terjadi di Aceh serta Sumut selama tahun 2021. Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah I Sumatra, Haluanto Ginting, mengatakan dari 8 kasus itu wilayah Sumut dengan 5 kasus dan 3 kasus di Aceh.

"Untuk perdagangan tumbuhan dan satwa liar di tahun 2021 ada 8 kasus yang kami tangani. Di mana dari 8 kasus ini 3 di antaranya sudah lengkap berkas untuk disidangkan (P-21) dan sisanya masih penyelidikan," katanya.

Satu dari tiga bangkai harimau Sumatera yang ditemukan mati karena infeksi luka terkena jerat di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, Kamis 26 Agustus 2021. (Courtesy: BKSDA Aceh)
Satu dari tiga bangkai harimau Sumatera yang ditemukan mati karena infeksi luka terkena jerat di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, Kamis 26 Agustus 2021. (Courtesy: BKSDA Aceh)

Haluanto memaparkan, sejumlah kasus kejahatan dan perdagangan satwa dilindungi seperti harimau Sumatra, macan akar, kura-kura baning cokelat, dan sisik tenggiling.

"Tahun tahun ini cukup lumayan khususnya harimau dan itu berlokasi banyak di Aceh. Mendominasi harimau dan sisik tenggiling. Tapi yang cukup besar kami tangkap banyak barang bukti itu sisik tenggiling di Sumut," ujarnya.

Dalam catatan akhir tahun ini, STFJ menyoroti kasus kejahatan dan perdagangan satwa masih terbilang cukup tinggi terjadi di Sumut dan Aceh sepanjang tahun 2021. Direktur STFJ, Rahmad Suryadi, mengatakan kejahatan satwa yang terjadi kerap bersinggungan dengan jerat. Penggunaan jerat oleh masyarakat menjadi perhatian serius yang merupakan bentuk kejahatan terhadap satwa.

Ratusan Konflik Satwa Liar dengan Manusia di TNGL Terjadi Sepanjang 2021
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:55 0:00

"Pemasangan jerat mengakibatkan kematian pada satwa dilindungi di kawasan Sumut dan Aceh juga menjadi penekanan masalah yang harus segera diatasi. Itu karena sangat berbahaya bagi satwa dilindungi," tandasnya. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG