Wabah flu burung telah menewaskan lebih dari 5.000 ekor burung bangau yang tengah bermigrasi di Israel. Hal itu mendorong pihak berwenang untuk menyatakan cagar alam terkenal, tempat bangau-bangau itu ditemukan, terlarang bagi pengunjung. Pihak berwenang juga memperingatkan tentang kemungkinan terjadinya kekurangan pasokan telur, akibat pemusnahan unggas ternak sebagai tindakan pencegahan.
Dikutip dari AFP, Direktur Distrik Galilee-Golan Kementerian Pertanian Israel, Amir Antler, mengatakan, “Awalnya, sekitar dua minggu lalu saat ditemukan penyakit itu, sekitar 50-100 bangau mati teridentifikasi di sini. Dalam beberapa hari, jumlahnya mencapai ribuan dan hari ini ada sekitar 5.000-6.000 ekor yang mati. Belum pernah ada kejadian sebesar ini di Israel. Bangau-bangau itu berasal dari utara, dalam proses migrasi dari Rusia. Pada bulan Oktober mereka sudah mengidentifikasi flu burung di Eropa. Dalam perjalanan ke Afrika, sekitar 50.000 ekor bangau berhenti di sini untuk beristirahat, dan bangau-bangau itu membawa penyakit tersebut.”
Para petugas yang mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap tampak memindahkan bangkai bangau-bangau itu dari Lembah Hula, hari Minggu (2/1).
Perdana Menteri Israel Naftali Bennet bertemu dengan penasihat keamanan nasional dan pakar lainnya untuk membahas upaya penanganan wabah dan mencegah terjadinya penularan ke manusia. Sejauh ini belum ada laporan penularan ke manusia, kata kantor perdana menteri.
Media Israel mengatakan anak-anak yang sebelumnya mengunjungi cagar alam mungkin sempat menyentuh burung bangau yang tertular dan berkontribusi terhadap penyebaran flu tersebut.
Kembali, Amir Antler, “Mudah-mudahan penyebarannya tidak berlanjut, karena sampai sekarang kami belum tahu. Kami tiba dengan kesiapan untuk mengusir seluruh kawanan bangau yang berjumlah 24.000 ekor, tapi bukan itu yang kami lakukan saat ini dan saya harap akan terus begini. Kami tidak tahu bagaimana hewan liar berperilaku saat tertular flu burung.”
Menteri Lingkungan Hidup Israel Tamar Zandberg menuturkan dalam cuitan di Twitter bahwa “Ini adalah pukulan terburuk bagi dunia satwa liar dalam sejarah negara ini,” ketika para petugas jagawana berpakaian APD mengumpulkan bangkai bangau dari danau di Cagar Alam Hula dan rawa-rawa terpencil di sekitarnya.
Ratusan ribu ekor ayam telah dimusnahkan, kata Zandberg, seperti dikuti Reuters.
Pihak berwenang sedang mencari cara untuk melonggarkan kuota impor agar dapat mengimpor telur dari luar negeri untuk mengatasi kekurangan pasokan telur akibat pemusnahan tersebut.
Sementara itu, pada peringatan Hari Kesiapan Epidemi Sedunia, 27 Desember lalu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan bahwa pandemi COVID-19 “menunjukkan seberapa cepat penyakit menular dapat merebak ke seluruh dunia, mendorong sistem kesehatan ke jurang, dan menjungkirbalikkan kehidupan sehari-hari seluruh umat manusia.”
Guterres melanjutkan, COVID-19 “juga mengungkap kegagalan kita untuk belajar dari keadaan darurat kesehatan belum lama ini, seperti SARS, flu burung, Zika, Ebola dan lainnya,” dan “mengingatkan kita bahwa dunia masih amat belum siap untuk menghentikan wabah lokal, agar tidak menyebar melintasi batas negara dan berkembang menjadi pandemi dunia.”
Ia memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 bukanlah pandemi terakhir yang akan dihadapi umat manusia, dan karenanya penting agar seluruh dunia bersama-sama mempersiapkan diri menghadapi pandemi berikutnya.
“Ini berarti meningkatkan investasi dalam upaya pemantauan yang lebih baik, deteksi dini dan rencana tanggap cepat di setiap negara – terutama yang paling rentan. Ini berarti memperkuat sumber daya perawatan kesehatan primer di tingkat lokal untuk mencegah ambruknya (layanan kesehatan). Ini berarti memastikan akses yang adil terhadap intervensi penyelamatan nyawa, seperti vaksin untuk semua. Dan itu berarti menciptakan Jaminan Kesehatan Universal. Yang terpenting, ini berarti membangun solidaritas global untuk memberi setiap negara kesempatan untuk berjuang menghentikan berkembangnya penyakit menular,” tambah Guterres.
Hari Kesiapan Epidemi Sedunia yang jatuh setiap tanggal 27 Desember ditetapkan tahun 2020 oleh Majelis Umum untuk menggalakkan kesadaran akan pentingnya pencegahan sekaligus persiapan dan kemitraan untuk menghadapi epidemi. Hari itu bertepatan dengan hari lahir Louis Pasteur, ahli kimia dan mikrobiologi Prancis yang berjasa dalam penemuan vaksinasi. [rd/lt]