Tautan-tautan Akses

Gangguan Omicron ke Sektor Ekonomi Diyakini Tak Signifikan


Para pengunjung tetap menggunakan masker saat berbelanja menjelang hari raya Idul Fitri di Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat pada 3 Mei 2021. (Foto: Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
Para pengunjung tetap menggunakan masker saat berbelanja menjelang hari raya Idul Fitri di Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat pada 3 Mei 2021. (Foto: Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)

Meski kasus omicron sedang dalam fase naik, pemerintah yakin dampak yang ditimbulkan pada sektor ekonomi tidak akan besar. Kecenderungan pasien yang lebih mudah sembuh dan tanpa perawatan, menjadi salah satu ukuran.

Pemerintah meyakini perebakan varian omicron di Tanah Air tidak akan mengganggu aktivis perekonomian masyarakat. seperti halnya fase awal virus corona ataupun delta. Kecilnya dampak varian baru COVID itu bagi kondisi kesehatan pasien. membuat banyak negara melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyebut Indonesia belajar dari negara lain yang lebih dulu memiliki kasus omicron.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. (Foro: Courtesy/Kemenkeu)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. (Foro: Courtesy/Kemenkeu)

“Saat ini dengan data-data yang kita punya, kita masih cukup optimis bahwa ini adalah kondisi yang bisa kita kelola dengan baik. Tentunya yang menjadi faktor yang terus kita perhatikan adalah kesiapan fasilitas kesehatan. Di sini peran dari telemedicine yang kemudian menjadi sangat membantu,” kata Febrio dalam taklimat media, Kamis (10/2).

Optimisme pemerintah tentu memiliki alasan. Ketika puncak varian delta menyerang, jumlah pasien yang langsung membutuhkan perawatan rumah sakit sangat besar. Perawatan ini tentu saja membutuhkan biaya yang sepenuhnya ditanggung pemerintah. Kali ini, pasien omicron mayoritas bergejala ringan dan dapat dirawat di rumah.

Sebuah keluarga berkabung di makam kerabatnya di pemakaman Muslim yang disediakan pemerintah untuk korban COVID-19 di Jakarta, 23 Juli 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Sebuah keluarga berkabung di makam kerabatnya di pemakaman Muslim yang disediakan pemerintah untuk korban COVID-19 di Jakarta, 23 Juli 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Anggaran Perawatan Turun

Pandemi memang sangat berdampak pada ekonomi. Febri menjelaskan, ekonomi tergantung pada pembatasan aktivitas masyarakat. Sementara tingkat pembatasan itu dipengaruhi penilaian terhadap kondisi pandemi dan kesehatan di masyarakat.

“Memang kalau 2020, koneksi itu sangat kuat. Kita dihadapkan pada pandemi yang belum kita mengerti kondisinya seperti apa. Lita lalu langsung memperkenalkan restriksi yang paling kuat, kemudian ekonominya juga terkendala, karena mobilitas masyarakat terkendala,” jelas Febrio.

Seorang pedagang menerima dosis vaksin Sinovac Biotech China untuk COVID-19 di Pasar Tanah Abang, 17 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)
Seorang pedagang menerima dosis vaksin Sinovac Biotech China untuk COVID-19 di Pasar Tanah Abang, 17 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Diharapkan pada tahun ini, koneksi antara kondisi pandemi omikron dengan pembatasan aktivitas masyarakat tidak terlalu kuat. Jika pembatasan tidak ketat, ekonomi tidak akan terkendala.

Dalam strategi penganggaran, 2020 dan 2021 pemerintah dibebani dengan pembiayaan COVID-19 yang begitu tinggi. Tahun ini, strategi yang diterapkan adalah penyesuaian otomatis. Pemegang anggaran diminta untuk mempersiapkan dana yang sewaktu-waktu bisa digunakan, sehingga tidak memfokuskan mayoritas anggaran hanya untuk penanganan COVID-19.

“Tahun 2022 ini kita mengenal istilah automatic adjustment. Jadi sudah ingatkan dari awal, untuk menyisihkan lima persen dari anggarannya, untuk kebutuhan jaga-jaga,” papar Febrio.

Pemerintah mengharapkan pada tahun depan, pandemi sudah menuju akhir karena APBN 2023 kemungkinan tidak akan memiliki fleksibilitas yang sama.

Ekonomi Tumbuh Baik

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)

Pada kesempatan terpisah, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dalam keterangan pers pada Kamis (10/2) di kantornya juga menyampaikan optimisme serupa. BI percaya penuh terhadap upaya pemerintah mengelola dampak omicron, termasuk prediksi bahwa kasus akan meningkat akhir Februari tetapi kemudian menurun. Karena itu, mobilitas masyarakat pun tidak akan terganggu mulai Maret dan seterusnya, yang membantu jalannya ekonomi.

Orang-orang yang memakai masker pelindung berjalan pada jam-jam sibuk saat pemerintah memperpanjang pembatasan untuk menekan penyebaran COVID-19 di Jakarta, 21 September 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)
Orang-orang yang memakai masker pelindung berjalan pada jam-jam sibuk saat pemerintah memperpanjang pembatasan untuk menekan penyebaran COVID-19 di Jakarta, 21 September 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

“Berdasarkan asessment itu, dampak-dampak omicron terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1 secara keseluruhan tidak berpengaruh secara signifikan. BI akan terus memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 ini akan terus meningkat,” kata Perry.

BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 ini akan lebih tinggi, mencapai 4,7 persen hingga 5,5 persen.

“Dengan didukung peningkatan konsumsi masyarakat dengan meningkatnya mobilitas pasca omicron, kenaikan ekspor, kenaikan investasi, dan dukungan stimulus fiskal dan moneter dari BI,” tambah Perry.

Posisi perekonomian Indonesia menurut Kementerian Keuangan dibanding negara-negara lain. (Foto: VOA/Nurhadi)
Posisi perekonomian Indonesia menurut Kementerian Keuangan dibanding negara-negara lain. (Foto: VOA/Nurhadi)

Dalam laporannya, BI juga menyatakan ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan meski masih dibayangi risiko yang bersumber dari kenaikan kasus COVID-19 varian omicron, percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral, dan meningkatnya tensi geopolitik. Pemulihan ekonomi global diprakirakan berlanjut didukung oleh percepatan vaksinasi serta berlanjutnya kebijakan fiskal yang ekspansif.

Gangguan Omicron ke Sektor Ekonomi Diyakini Tak Signifikan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:56 0:00

Realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 di Amerika Serikat, Eropa, dan China menunjukkan perbaikan yang berlanjut. Perbaikan ekonomi di Jepang dan India juga diperkirakan terus berlangsung ditopang kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif.

Namun BI juga menilai, perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat sejalan dengan rencana percepatan kebijakan normalisasi negara maju, terutama AS dan Eropa.

Hal itu sebagai respons peningkatan tekanan inflasi akibat gangguan rantai pasok dan kuatnya permintaan, kenaikan kasus omicron, serta meningkatnya tensi geopolitik. Hal tersebut berpotensi mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dipengaruhi Situasi Global

Helmi Arman, Chief Economist Citi Indonesia. (Foto: VOA/Nurhadi)
Helmi Arman, Chief Economist Citi Indonesia. (Foto: VOA/Nurhadi)

Helmi Arman, Chief Economist di Citi Indonesia, menyebut investasi yang masuk ke Indonesia akan dipengaruhi sejumlah faktor. Di antara yang dominan adalah situasi ekonomi Amerika Serikat, China dan sejumlah negara berkembang.

Ketidakpastian di Amerika, misalnya menyangkut suku bunga Bank Sentral AS atau tingkat inflasi, menjadi faktor penentu bagi investor. Jika peningkatan suku bunga cepat, maka investasi ke negara berkembang seperti Indonesia menjadi kurang menarik.

Sementara dari sisi inflasi, Helmi mengatakan, salah satu faktor penting yang akan menentukan kapan puncak inflasi AS adalah tren harga komoditas energi dunia. Di kuartal kedua tahun ini, tekanan terhadap harga minyak mentah dunia mungkin akan mulai mereda seiring adanya suplai tambahan dari beberapa negara penghasil minyak.

“Tentunya ini dengan asumsi, ketegangan politik dunia mulai menurun. Dan apabila harga komoditas energi dunia mulai turun, maka ekspektasi penguatan dollar semestinya akan mulai mereda, dan mungkin investor global akan kembali mulai melirik untuk memasukkan dana ke negara-negara berkembang,” tambah Helmi.

Faktor kedua yang menurut Citi akan mempengaruhi pergerakan arus dana asing ke negara-negara berkembang adalah pertumbuhan ekonomi di China. Diharapkan pergerakan ekonomi di sana akan mencapai titik terendahnya dan mulai stabil.

Penumpang asal Jepang, saat tiba di Bali setelah pulau itu ditutup untuk wisawatan asing selama lebih dari setahun karena COVID di Bandara I Gusti Ngurah Rai Badung, Bali, 3 Februari 2022. (Foto: Antara/Fikri Yusuf via REUTERS)
Penumpang asal Jepang, saat tiba di Bali setelah pulau itu ditutup untuk wisawatan asing selama lebih dari setahun karena COVID di Bandara I Gusti Ngurah Rai Badung, Bali, 3 Februari 2022. (Foto: Antara/Fikri Yusuf via REUTERS)

“Sektor properti di China sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi setelah bertahun-tahun tumbuh dengan pesat dan mengakibatkan gelembung harga properti,” tambahnya.

Sektor properti China berdampak signifikan terhadap sektor-sektor lain, sehingga pelemahannya ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi. Secara umum pertumbuhan ekonomi China tahun 2021 sekitar delapan persen.

“Namun tahun ini kami memperkirakan akan tumbuh lebih rendah yakni di bawah angka lima persen,” ujar Helmi. [ns/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG