Sadar akan pentingnya kelengkapan alat deteksi bencana untuk mencegah jatuhnya korban jiwa jika bencana alam menimpa, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 2022 hingga 2024 akan memasang sensor accelerograph di 40 lokasi dan intensity meter di 510 lokasi yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia.
Kedua alat tersebut ditujukan untuk pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi di Indonesia, sekaligus menambah sebaran accelerograph dan intensity meter yang sebelumnya sudah terpasang masing-masing di 669 lokasi dan 400 lokasi.
Accelerograph adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mencatat/merekam getaran kuat (percepatan) gempa bumi terhadap waktu sedangkan Intensity Meter berfungsi untuk mendeteksi guncangan pada suatu peralatan tertentu akibat gempa bumi, bukan mengukur kekuatan gempa bumi.
Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Rahmat Triyono, menjelaskan ketika terjadi gempa bumi akan muncul gelombang seismik primer atau gelombang-P yang kemudian disusul gelombang sekunder atau gelombang-S yang sifatnya merusak.
Dengan mendeteksi kehadiran gelombang-P yang datang lebih awal tersebut, sistem peringatan dini gempa bumi dapat memberikan peringatan kepada masyarakat untuk bersiap menghadapi guncangan tanah oleh rambatan gelombang-S di dalam tanah. Peringatan dini akan diberikan untuk gempa yang memiliki intensitas lebih dari empat atau lima MMI (Modified Mercalli Intensity).
“Di mana gelombang-P datang lebih dulu dengan kecepatan yang lebih cepat disusul gelombang-S beberapa detik kemudian. Nah gelombang-P inilah yang akan kita gunakan untuk memberikan peringatan bahwa gelombang-S yang sifatnya merusak akan masuk. Ke depan kita akan kembangkan alat ini bisa menghitung mundur kapan gelombang-S itu akan datang,” kata Rahmat Triyono dalam Peluncuran Buku Shakemap dan Sosialisasi Pemasangan Intensity Meter dan Accelerograph Tahun 2022 – 2024, Senin (4/4), di kanal YouTube Info BMKG.
Sistem peringatan dini itu, menurut Rahmat Triyono, akan mulai dikembangkan oleh BMKG pada 2027 setelah usainya integrasi peralatan baru yang sudah dipasang dengan peralatan yang sudah ada sebelumnya pada 2024-2027. Nantinya, akan disiapkan aplikasi yang dapat diunduh untuk dipasang di perangkat telepon oleh warga. Rahmat menegaskan sistem peringatan dini gempa bumi bukan untuk memprediksi kapan akan terjadi gempa bumi.
Sebagai contoh, lama waktu hitungan mundur kedatangan gelombang-S, setelah gelombang-P terdeteksi oleh sensor, bergantung pada jauh dekatnya episentrum atau titik pusat gempa bumi. Simulasi dengan skenario gempa terjadi di sesar Cimandiri magnitudo 6,7 memperlihatkan gelombang-S akan tiba dalam waktu 12 detik di Jakarta dan 22 detik di Bandung.
“Gelombang-P amplitudonya lebih kecil dibandingkan gelombang-S. Ini selisih waktunya kecil ya mungkin 5 sampai 10 detik, namun semakin jauh dari sumber gempanya, semakin panjang waktu selisihnya,” jelas Rahmat Triyono.
Dia menambahkan sistem Peringatan Dini Gempa Bumi tersebut telah diuji coba sejak tahun 2019 hingga 2022 di Jawa Barat, Banten dan Bali dengan menggunakan 200 sensor.
Menurut Rahmat Triyono, pemasangan accelerograph dan intensity meter di Indonesia akan dilakukan secara bertahap hingga mencapai target ideal terpasang di 1.532 lokasi.
Belajar dari Jepang
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan sistem peringatan dini gempa bumi yang akan dibangun di Indonesia menyerupai sistem yang telah dimiliki Jepang. Warga di negara itu, setelah mendapatkan peringatan dini gempa bumi memiliki waktu untuk langkah-langkah untuk mengamankan diri.
“Dalam waktu sepuluh detik sebelum kejadian gempa, masyarakat sudah mendapat SMS. Sehingga ketika tahu 10 detik lagi akan ada gempa, kita akan bisa segera mencari tempat aman. Dalam waktu 10 detik itu bisa berarti apakah akan lari keluar segera, atau kalau tidak bisa keluar karena berada di lantai atas, apakah akan berlindung di bawah meja ataupun melakukan hal-hal pengamanan yang lain,” papar Dwikorita dalam kegiatan yang sama.
Dwikorita berharap alat-alat sensor yang terpasang di berbagai daerah di Indonesia itu dapat dijaga dan dirawat sehingga dapat berfungsi untuk memberikan peringatan dini gempa bumi.
Selain menyosialisasikan pemasangan intensity meter dan accelerograph, BMKG juga meluncurkan buku Peta Skenario Model Tingkat Guncangan (Shakemap) Gempa Bumi Indonesia.
Buku itu berisi tentang peta yang menggambarkan getaran/ guncangan tanah yang diakibatkan oleh gempa bumi dari sumber-sumber gempa bumi yang sudah terpetakan dengan potensi magnitudo maksimum, sehingga dapat memberikan gambaran potensi tingkat kerusakan sebagai bagian tanggap darurat dan manajemen bencana gempa bumi di Indonesia. [yl/rs]