Jaksa di pengadilan Amsterdam hari Selasa (7/6) mengajukan tuntutan hukuman seumur hidup terhadap dua laki-laki yang didakwa dalam pembunuhan seorang wartawan investigasi Belanda yang terkenal tahun lalu. Anak-anak wartawan yang dibunuh itu menyampaikan penghormatan kepada ayah, kakek dan wartawan pemberani itu.
Pembantaian Peter R. de Vries memicu kesedihan dan janji pemerintah Belanda untuk memberantas kejahatan narkoba di Amsterdam yang semakin kejam.
Jaksa menuduh seorang warga Belanda berusia 21 tahun yang hanya diidentifikasi sebagai Delano G, menembak De Vries dari jarak dekat di pusat kota Amsterdam pada 6 Juli 2021. Wartawan yang juga tokoh televisi itu meninggal sembilan hari kemudian karena luka-luka yang dideritanya, dalam usia 64 tahun.
Tersangka kedua yang juga diadili adalah warga negara Polandia yang diidentifikasi sebagai Kamil E, yang diduga menjadi supir dan kabur setelah pembunuhan itu.
Dalam pernyataan penutup di sidang pengadilan itu, jaksa merujuk sifat kejahatan yang “sangat serius,” tidak adanya penyesalan yang ditunjukkan kedua terdakwa, dan rangkaian pembunuhan sebelumnya; sebagai alasan untuk menuntut hukuman seumur hidup.
Hakim di pengadilan distrik Amsterdam mengkaji berkas-berkas bukti yang menurut jaksa terkait dengan pembunuhan itu, termasuk pesan teks telepon dan rekaman video.
Dalam sidang itu putra-putri De Vries, Royce dan Kelly, menyampaikan pernyataan tentang dampak pembunuhan itu secara emosional pada keluarga untuk mengenang kinerja ayah mereka dan caranya menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Kelly mengatakan De Vries “akan selamanya dicatat dalam buku sejarah.” Badan penyiaran Belanda NOS melaporkan putra De Vries, Royce, mengatakan kepada hakim, “saya yakin jika para tersangka meminta bantuan kepada ayah saya malam itu, ia akan membantu... Tetapi mereka justru menarik pelatuk (pistol).”
Pengacara para tersangka dijadwalkan akan berbicara dalam sidang terpisah minggu depan.
Hakim akan menyampaikan vonis putusannya pada tanggal 14 Juli.
Jaksa belum secara terbuka mengidentifikasi tersangka yang mereka yakini sebagai pihak yang memberi perintah untuk membunuh De Vries, yang malam itu baru saja muncul dalam sebuah acara televisi Belanda.
De Vries terkenal sebagai wartawan kriminal yang melaporkan dan menulis buku laris tentang penculikan raja bir Freddy Heineken tahun 1983. Selama karirnya ia tanpa kenal lelah menyelesaikan kasus-kasus lama. Sebelum ditembak, De Vries menjadi penasihat dan orang kepercayaan seorang saksi dalam persidangan tersangka pemimpin dan anggota geng kriminal, yang digambarkan polisi sebagai “mesin pembunuh.” Saudara saksi dan pengacaranya juga telah tewas dibunuh.
Tersangka pemimpin kelompok kriminal Ridouan Taghi telah diekstradisi dari Dubai, Uni Emirat Arab, ke Belanda pada tahun 2019, dan saat ini sedang diadili. Namun ia belum didakwa dalam pembunuhan De Vries. [em/ka]