Konferensi tahunan tentang perubahan iklim ke 27 – atau dikenal sebagai COP27 – siap dilangsungkan di Glasgow, Skotlandia pada 6 November mendatang. Banyak pihak mendesak diambilnya langkah nyata, terutama dari Suriah.
Jutaan keluarga di Suriah telah bertahan selama 12 tahun dalam perang saudara yang membuat mereka terpuruk dalam kemiskinan dan bahkan terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Mereka yang bertahan tinggal mengatakan tidak yakin dapat bertahan ketika pertanian dilanda musim kering terburuk dalam sejarah.
Salah seorang pengungsi perempuan Um Jumaa mengatakan, “Perubahan iklim telah menimbulkan dampak sangat dramatis pada kami, sejak sebelum hingga setelah mengungsi. Udara dingin menjadi sangat dingin. Panas menjadi sangat panas. Anak-anak kami jadi sering jatuh sakit.”
Di Afrika Timur, banyak anak sekarat karena kelaparan akibat kekeringan terburuk dalam 40 tahun.
Selain kekurangan air di Afrika, Timur Tengah, Eropa, Amerika dan China, para pakar mengatakan bencana terkait cuaca ekstrem meningkat pesat di seluruh dunia, dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Banjir saja tahun ini telah merenggut nyawa lebih dari 2.300 orang, sebagian besar di Pakistan dan Nigeria.
Kebakaran telah menghancurkan kehidupan dan mata pencaharian di hampir setiap benua.
Sebagian dunia juga dilanda gelombang panas, naiknya permukaan laut dan badai yang menelan korban jiwa.
Pejabat Konferensi Perubahan Iklim PBB – yang dikenal sebagai COP27 – di Sharm el-Sheikh, Mesir, mengatakan pertemuan itu akan memusatkan perhatian untuk membuat negara-negara menerapkan kebijakan dan janji yang sudah mereka buat.
Hans-Otto Pörtner yang duduk di Intergovernmental Panel on Climate Change mengatakan, “Apa yang kami lihat terjadi di dunia sekarang adalah kesenjangan penerapan tindakan untuk mengatasi perubahan iklim. Ada kekurangan dalam hal aksi mitigasi dan tindakan adaptasi.”
Selain itu para pejabat berharap ada upaya baru untuk membuat negara-negara kaya yang mencemari iklim membayar semacam “kompensasi” terhadap kehancuran yang terjadi di negara-negara termiskin dan paling terdampak.
Tetapi warga yang tinggal di kawasan pertanian dan desa-desa di barat laut Suriah, mengatakan mereka hanya memiliki sedikit harapan bahwa negara-negara kuat akan bertindak tepat waktu.
“Kekeringan berarti kelaparan. Saya berharap akan ada upaya mencegah kekeringan ini menjadi lebih buruk lagi,” tambah Jumaa.
Para petani lokal di Suriah mengatakan setiap tahun sumber daya mereka berkurang saat tanah mereka mengering, dan kemungkinan mereka akan ikut mengungsi sebagaimana jutaan orang yang telah meninggalkan tanah air akibat perubahan iklim. [em/jm]
Forum