Wakil Komisaris Tinggi badan pengungsi PBB, UNHCR, Kelly T. Clements, pada hari Senin (13/2) mengunjungi penduduk yang terdampak gempa bumi yang mengguncang Turki barat daya dan Suriah utara pekan lalu.
Seiring ditingkatkannya pengiriman bantuan oleh berbagai lembaga dan pemerintahan ke wilayah-wilayah terdampak di Turki dan Suriah pada hari Selasa, Clements menemui para pengungsi di pusat bantuan di Kota Aleppo.
Ia mengatakan, lebih dari 200 pusat bantuan telah didirikan di kota itu untuk memasok bantuan bagi para penyintas gempa.
“[Tempat-tempat penampungan ini] menyediakan tempat yang kering dan hangat bagi para pengungsi untuk tidur, mendapat makanan hangat, baju hangat – karena suhu udara semakin dingin – juga kasur. UNHCR dan mitra-mitra kami mencoba meningkatkan [bantuan], bekerja tanpa henti untuk dapat memberikan bantuan secepat mungkin. Banyak rumah yang hancur. Banyak orang yang mengungsi. Dan ini terjadi setelah krisis lainnya menimpa negara ini selama 12 tahun terakhir,” jelasnya.
Pada hari Senin, di sebuah sekolah di kota Latakia, Suriah barat laut, sejumlah perempuan dan anak-anak antre untuk mendapatkan beberapa kotak bantuan yang sedang dibagikan. Akan tetapi mereka pulang dengan tangan hampa.
Banyak penyintas gempa di Suriah yang mengeluhkan lambannya pengiriman bantuan.
Sebagian dari mereka bahkan belum menerima bantuan apa pun sejak kehilangan tempat tinggal dan harta benda mereka, sementara yang lain mengeluhkan ketidakadilan pendistribusian bantuan.
Raeefa Breemo, penduduk setempat, mengatakan, “Bantuan dibagikan di tempat-tempat penampungan, sedangkan mereka yang tidak berada di sana tidak mendapat bantuan apa pun. Kami juga terdampak, bukan cuma mereka yang ada di pengungsian. Semua orang pada umumnya terdampak. Kami membutuhkan bantuan yang datang, kami butuh makan, kami butuh minum, kami harus bertahan hidup. Pekerjaan kami, kehidupan kami, semuanya terhenti.”
Samirah Ibrahim, penduduk Latakia lainnya, memiliki putra berkebutuhan khusus dan suami. Ia mengatakan dirinya tidak bisa meninggalkan rumah untuk mengungsi ke sekolah.
Semua jendela di rumahnya hancur akibat gempa, tapi ia dan keluarganya nekat menahan dingin dan tetap tinggal di rumah.
Ia mengatakan bahwa keluarganya sangat membutuhkan bantuan dan ia sudah mencoba lebih dari sekali untuk mendapatkannya, namun selalu tidak kebagian. “Saya datang dua, tiga kali, tapi saya malu. Rasanya seperti mengemis-ngemis. Mau bagaimana lagi?,” komentarnya.
Seminggu setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,8 magnitudo mengguncang Turki dan Suriah, PBB mengakui kegagalan dunia membantu para korban gempa Suriah.
Suriah barat laut hampir sepenuhnya bergantung pada pasokan bantuan sejak sebelum gempa terjadi. Namun setelah gempa, bantuan internasional lamban masuk ke wilayah tersebut. Konvoi PBB pertama baru masuk ke sana Kamis (9/2) lalu, tiga hari setelah gempa.
Kepala Urusan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths pada hari Senin mengimbau dibukanya lebih banyak titik akses untuk mengirimkan bantuan sesegera mungkin kepada seluruh warga Suriah yang membutuhkan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik keputusan Presiden Suriah Bashar Assad yang akan membuka dua titik penyeberangan baru dari Turki ke kantong wilayah Suriah yang dikuasai pemberontak di Bab Al-Salam dan Al Raée selama tiga bulan untuk periode pertama.
Untuk sementara, PBB hanya diizinkan mengirimkan bantuan ke wilayah Idlib di Suriah barat laut melalui satu titik penyeberangan di Bab Al-Hawa. [rd/ka]
Forum