Tuduhan Israel bahwa 12 pegawai Badan PBB untuk Bantuan Pengungsi Palestina, atau UNRWA, terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober silam, membuat sejumlah negara Barat memutuskan untuk menghentikan sementara pendanaan mereka dan kembali memicu perdebatan mengenai lembaga penyedia bantuan kemanusiaan terbesar di Gaza itu.
Amerika Serikat, yang merupakan donor terbesar UNRWA, menjadi negara pertama yang mengumumkan penangguhan itu pada Sabtu (27/1). Pada tahun 2022, AS memberikan bantuan sebesar $340 juta (Rp5,3 triliun).
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mengatakan sembilan dari 12 staf UNRWA yang diduga terlibat telah dipecat, satu staf dipastikan tewas dan dua lainnya masih perlu diidentifikasi.
PBB kini masih menyelidiki tuduhan Israel tersebut.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan pada Jumat (26/1) bahwa AS menyambut positif investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Kami telah menangguhkan dana yang sebelumnya akan dialokasikan untuk UNWRA, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB, sambil menunggu hasil investigasi ini. Tentu, kami masih akan mengamati hal ini secara seksama. Kami menyambut positif pernyataan sekretaris jenderal PBB dan komisaris jenderal UNWRA yang hari ini menyerukan agar dilakukan investigasi secara menyeluruh.”
Inggris, Kanada, Australia, Jerman, Italia, Belanda, Swiss, dan Finlandia juga telah mengumumkan penangguhan bantuan mereka. Kontribusi sembilan negara tersebut mencakup hampir 60% dari anggaran UNRWA pada tahun 2022.
Di sisi lain, Norwegia dan Irlandia mengatakan akan terus mendanai UNRWA, sementara negara donor lain belum mengambil keputusan.
Dalam sebuah pernyataan, Minggu (28/1), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa ia “mendesak negara-negara yang telah menangguhkan pendanaan mereka untuk setidaknya menjamin kelangsungan operasi UNRWA.”
Menanggapi penyataan Guterres, Duta Besar Israel untuk PBB Gilar Erdan melalui akun media sosial X menyerukan kepada semua negara donor untuk tetap “menangguhkan dukungan mereka dan menuntut investigasi mendalam untuk menyelidiki keterlibatan semua staf UNRWA”. Ia menilai dana yang diberikan negara-negara donor bisa jadi digunakan untuk aksi terorisme dan jatuh ke tangan Hamas, bukan warga Gaza.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, dalam sebuah konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan, mengaku “terkejut” dengan keputusan negara-negara donor itu dan menegaskan bahwa hal itu akan menambah penderitaan warga Palestina. Negara-negara anggota Liga Arab pun langsung mengadakan pertemuan darurat di Kairo, Mesir, untuk membahas isu tersebut.
“Kami menolak keputusan pihak mana pun yang memangkas atau mengurangi pendanaan mereka bagi UNRWA, dan semua negara harus bersikap adil dan menerapkan standar yang sama, bukan standar ganda, dan tidak mengikuti rencana dan program Israel yang sistematik untuk melenyapkanUNRWA,” ujar Mohannad Aklouk, Perwakilan Tetap Palestina untuk Liga Arab.
Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina, memperingatkan pada Minggu (28/1) bahwa keputusan negara-negara donor untuk menangguhkan pendanaan untuk UNRWA telah “secara terang-terangan” menentang perintah Mahkamah Internasional untuk menyalurkan bantuan kepada penduduk Gaza dan berpotensi melanggar Konvensi Genosida PBB.
“Hal ini akan menimbulkan konsekuensi hukum—atau meruntuhkan sistem hukum (internasional),” tulisnya di akun media sosial X.
Albanese, yang merupakan pakar independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, namun tidak mewakili PBB, juga menyoroti momentum penangguhan pendanaan yang dilakukan persis setelah keluarnya putusan sementara Mahkamah Internasional.
“Sehari setelah ICJ (Mahkamah Internasional) menyimpulkan bahwa Israel tampaknya melakukan genosida di Gaza, sejumlah negara memutuskan untuk menghentikan pendanaan untuk UNRWA,” ujarnya dalam sebuah pernyataan terpisah di X.
Sementara itu, di Gaza, berita soal penangguhan pendanaan untuk UNRWA memantik kekhawatiran para pengungsi Palestina yang selama ini bergantung pada bantuan UNRWA.
Fatin Safi, seorang pengungsi dari Gaza mengatakan, “Apa yang kami alami saat ini bukanlah perang dengan Israel, tapi perang kami melawan dunia. Kami tertekan. Anda prihatin dengan situasi yang kami alami; bahwa kami terusir dari Gaza. (Tapi) tidak ada satu pun yang peduli pada kami, baik pihak Arab maupun Barat. Terlebih lagi, saat kami kelaparan, mereka menghentikan bantuan kepada kami. Saya tidak tahu apa kesalahan kami.”
UNRWA mempekerjakan ribuan staf dan memberikan bantuan serta layanan vital bagi jutaan orang di seantero Timur Tengah. Di Gaza, UNRWA telah menjadi pemasok utama makanan, air, dan tempat tinggal bagi warga sipil selama perang Israel-Hamas. Badan PBB itu memperluas operasinya selama perang dan mengelola pengungsian untuk ratusan ribu penduduk Gaza yang baru mengungsi.
Menurut Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini, dari 2,3 juta warga Gaza, lebih dari dua jutanya bergantung pada program-program UNRWA untuk “bertahan hidup”, termasuk makanan dan tempat tinggal. [br/jm]
Forum