Israel membombardir Rafah pada hari Rabu (8/5), ketika pihak militer negara tersebut mengatakan bahwa pasukan darat telah melakukan “serangan yang ditargetkan” di bagian timur kota Gaza selatan, di tengah perundingan di Kairo, Mesir, yang digelar untuk menghentikan perang yang telah berlangsung selama tujuh bulan tersebut.
Israel telah menentang keberatan internasional dan mengirim tank-tank ke Rafah, yang dipadati oleh warga sipil Palestina. Mereka berlindung di dekat perbatasan Mesir, merebut sebuah penyeberangan pada hari Selasa (7/5) pagi yang merupakan jalur utama bantuan masuk ke wilayah yang terkepung itu.
Gedung Putih mengecam penghentian pengiriman bantuan kemanusiaan tersebut, dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin kemudian mengonfirmasi laporan bahwa Washington pekan lalu telah menghentikan pengiriman bom setelah Israel gagal mengatasi kekhawatiran mengenai ancaman lamanya untuk melakukan operasi Rafah.
Militer Israel pada hari Rabu mengatakan bahwa mereka membuka kembali penyeberangan bantuan utama lainnya ke Gaza, Kerem Shalom, dan juga penyeberangan Erez.
Namun badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan penyeberangan Kerem Shalom - yang ditutup Israel setelah serangan roket menewaskan empat tentara pada hari Minggu (5/5) - tetap ditutup.
Pada Rabu malam, militer Israel mengatakan seorang tentara terluka ringan ketika Kerem Shalom kembali menjadi sasaran roket.
Serangan itu terjadi setelah satu malam serangan dan penembakan gencar Israel di Gaza.
Rekaman AFPTV menunjukkan warga Palestina berebut dalam kegelapan untuk menarik korban yang selamat, berlumuran darah dan berselimut debu, dari bawah reruntuhan bangunan di Rafah.
“Kami hidup di Rafah dalam ketakutan yang luar biasa dan kecemasan yang tak berkesudahan,” kata Muhanad Ahmad Qishta, 29 tahun.
“Tempat-tempat yang diklaim aman oleh tentara Israel juga dibom,” katanya kepada kantor berita AFP.
Warga Gaza yang mengungsi, Marwan al-Masri, 35, mengatakan “jalan-jalan kosong” di wilayah barat Rafah, dan “kehidupan benar-benar berhenti.”
Di Gaza utara yang hancur, rumah sakit Al-Ahli mengatakan telah menerima jenazah tujuh anggota keluarga yang terbunuh dalam serangan di sebuah apartemen di Kota Gaza.
Militer Israel dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa “pasukannya melakukan serangan yang ditargetkan di sisi Gaza di penyeberangan Rafah di bagian timur Rafah.”
Sebuah pernyataan kemudian mengatakan bahwa komandan angkatan laut Hamas Mohammed Ahmed Ali terbunuh dalam sebuah serangan udara “pada hari yang lalu”. Hamas tidak segera berkomentar.
'Bencana besar'
Seorang dokter darurat yang bekerja di Rafah dan Khan Yunis di dekatnya mengatakan bahwa dengan akses kemanusiaan yang terganggu, situasi kesehatan menjadi “bencana.”
“Bau kotoran tercium di mana-mana,” kata dokter tersebut, James Smith. “Hal ini semakin memburuk selama beberapa hari terakhir.”
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu mengatakan bahwa rumah sakit di Gaza selatan hanya memiliki “bahan bakar yang tersisa tiga hari” karena penutupan perbatasan.
“Tanpa bahan bakar, semua operasi kemanusiaan akan berhenti.”
Sementara itu, kantor media pemerintah yang dikelola Hamas mengatakan bahwa para petugas kesehatan telah menemukan setidaknya 49 mayat dari rumah sakit Al-Shifa di Kota Gaza, rumah sakit terbesar di wilayah tersebut yang hancur akibat pertempuran selama dua minggu pada bulan Maret.
Mayat-mayat tersebut berada di “kuburan massal ketiga”, di mana sekitar 30 mayat ditemukan bulan lalu, kata Motassem Salah, kepala bagian gawat darurat rumah sakit tersebut.
Belum ada komentar langsung dari Israel, yang menuduh militan Hamas beroperasi di luar rumah sakit itu - sebuah tuduhan yang dibantah oleh kelompok Palestina tersebut.
Perang ini dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel, yang mengakibatkan tewasnya lebih dari 1.170 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan angka resmi Israel oleh AFP.
Menanggapi serangan itu, Israel bersumpah untuk menghancurkan Hamas dan melancarkan serangan militer yang menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas, telah menewaskan sedikitnya 34.844 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Para militan juga menyandera sekitar 250 orang. Israel memperkirakan 128 diantaranya masih berada di Gaza, termasuk 36 orang yang menurut para pejabat telah tewas.
Pembicaraan yang melibatkan delegasi Qatar, Amerika Serikat dan Hamas untuk menyepakati gencatan senjata sedang berlangsung hari Rabu di Kairo, kata Al-Qahera News, yang terkait dengan intelijen Mesir.
Surat kabar ini mencatat bahwa ada “poin-poin yang diperdebatkan” selama diskusi, tetapi juga melaporkan beberapa “titik temu” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa putaran negosiasi terakhir akan “menentukan”.
Hamas “bersikeras dengan tuntutan yang sah dari rakyatnya” kata pejabat tersebut dengan syarat tidak disebutkan namanya karena ia tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka mengenai negosiasi tersebut.
Di Yerusalem, direktur CIA Bill Burns bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendiskusikan “kemungkinan Israel menghentikan sementara operasi di Rafah dengan imbalan pembebasan sandera,” kata seorang pejabat Israel yang juga tidak mau disebutkan namanya.
Pejabat Hamas tersebut sebelumnya telah memperingatkan bahwa pembicaraan tersebut akan menjadi “kesempatan terakhir” Israel untuk membebaskan para sandera yang masih berada di tangan para militan.
Kecaman berdatangan
Qatar, yang menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Hamas dan telah menjadi penengah antara kedua belah pihak, mengimbau “tindakan internasional yang mendesak untuk mencegah penyerbuan Rafah dan kejahatan genosida.”
Analis Palestina Mkhaimar Abusada mengatakan bahwa perampasan penyeberangan Rafah oleh Israel bisa jadi merupakan upaya untuk menciptakan fakta-fakta baru di lapangan, atau sebuah upaya untuk "menyabotase perundingan gencatan senjata".
Pengambilalihan penyeberangan Rafah oleh Israel terjadi setelah Hamas mengatakan bahwa mereka telah menerima proposal gencatan senjata - yang menurut Israel “jauh” dari apa yang telah disetujui oleh para perundingnya sendiri.
Netanyahu menggambarkan operasi Rafah sebagai “langkah yang sangat penting” dalam menyangkal Hamas “sebuah jalur yang sangat penting untuk membangun kekuasaan terornya”.
Menurut seorang pejabat senior AS, keputusan Washington untuk menahan pengiriman lebih dari 3.500 bom, merupakan yang pertama kali oleh pemerintahan Biden sebagai bentuk peringatan kepada Israel bahwa kebijakan AS terhadap Gaza akan bergantung pada bagaimana Israel memperlakukan warga sipil.
“Kita telah menghentikan satu pengiriman amunisi bermuatan tinggi untuk Israel, namun belum mengambil keputusan akhir tentang bagaimana melanjutkan pengiriman tersebut," kata Austin kepada anggota parlemen AS pada hari Rabu. [my/jm]
Forum