Anggota parlemen Israel sayap kanan hari Jumat (26/7) mengkritik tajam seruan Wakil Presiden AS Kamala Harris bagi gencatan senjata dan kepeduliannya terhadap penderitaan manusia di Gaza, setelah pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Kamis (25/7).
Dalam komentarnya kepada wartawan hari Kamis, Harris mengatakan bahwa dia menyatakan komitmen yang teguh terhadap Israel dan akan selalu memastikan bahwa Israel mampu mempertahankan diri.
Harris, yang sekarang menjadi kandidat utama Demokrat untuk presiden setelah Presiden AS Joe Biden mengundurkan diri dari pencalonan awal minggu ini, menambahkan, "Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri, namun bagaimana cara melakukannya (juga) penting."
Harris melanjutkan dengan mengatakan bahwa ia menyampaikan kepada Netanyahu kekhawatirannya yang serius tentang skala penderitaan manusia di Gaza, termasuk kematian "terlalu banyak warga sipil yang tidak bersalah."
"Kita tidak boleh membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan, dan saya tidak akan diam," katanya. Harris mendesak para negosiator untuk menyelesaikan kesepakatan gencatan senjata guna mengakhiri perang.
Dari akunnya di platform media sosial X, Menteri Keuangan Israel dan tokoh sayap kanan Bezalel Smotrich mengecam komentar Harris, dengan mengatakan bahwa seruannya bagi gencatan senjata di Gaza sama saja dengan seruan bagi Israel untuk menyerah.
"Kamala Harris mengungkapkan kepada seluruh dunia apa yang telah saya katakan selama berminggu-minggu, apa yang sebenarnya ada di balik kesepakatan itu," tulisnya.
"(Yaitu agar) Menyerah kepada [pemimpin militer Hamas] (Yahya) Sinwar, mengakhiri perang dengan cara yang memungkinkan Hamas untuk merehabilitasi dan membebaskan sebagian besar orang yang diculik di tahanan Hamas. Jangan jatuh ke dalam perangkap ini!"
Tak lama kemudian, tokoh garis keras Israel lainnya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, juga menulis di akun X miliknya, dengan singkat menindaklanjuti tema yang sama: "Tidak akan ada gencatan senjata, Nyonya Kandidat."
Komentar mereka muncul saat para pemimpin tiga negara — Australia, Kanada, dan Selandia Baru — menyerukan gencatan senjata.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis hari Jumat, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dan Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon menyerukan "gencatan senjata mendesak di Gaza."
Mereka menulis, "Situasi di Gaza sangat buruk. Penderitaan manusia tidak dapat diterima. Ini tidak boleh berlanjut."
Dalam pernyataan mereka, ketiga pemimpin tersebut mengatakan bahwa mereka tetap "tegas" dalam mengutuk Hamas atas kekejaman serangan teror 7 Oktober dan aksi terornya yang sedang berlangsung.
Ketiga pemimpin itu mengatakan bahwa mereka sepenuhnya mendukung kesepakatan gencatan senjata yang komprehensif, yang ditawarkan oleh Presiden AS Joe Biden dan didukung oleh Dewan Keamanan PBB.
"Kami menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk menyetujui kesepakatan tersebut. Setiap penundaan hanya akan mengakibatkan lebih banyak nyawa melayang."
Negosiasi selama berbulan-bulan yang ditengahi oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar belum berhasil mengamankan kesepakatan mengenai usulan gencatan senjata yang akan mencakup pembebasan sandera dari Gaza, serta Israel membebaskan beberapa tahanan Palestina dan gelombang bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Reuters melaporkan bahwa menurut seorang pejabat Barat, seorang sumber Palestina, dan dua sumber Mesir, Israel ingin mengubah kesepakatan untuk gencatan senjata Gaza dan pembebasan sandera oleh Hamas. Selanjutnya, Israel juga menghambat kesepakatan untuk menghentikan perang selama lebih dari sembilan bulan yang telah menghancurkan daerah kantong itu.
Israel mengatakan bahwa warga Palestina yang mengungsi harus "diperiksa" saat mereka kembali ke Gaza utara ketika gencatan senjata dimulai.
Tuntutan Israel itu adalah pembalikan sepenuhnya dari kesepakatan untuk mengizinkan warga sipil (Palestina) yang melarikan diri ke Gaza selatan bisa kembali ke rumah mereka dengan bebas, keempat sumber itu mengatakan kepada Reuters.
Pembicaraan telah dijadwalkan untuk dilanjutkan pada hari Kamis dengan negosiator dari Mesir, Israel, AS, dan Qatar di Doha, tetapi sebuah pernyataan Israel mengatakan bahwa negosiatornya "tertunda," tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, dan saat ini pembicaraan tidak akan dilanjutkan sampai minggu depan.
Juga pada hari Jumat, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa badan tersebut mengirimkan lebih dari 1 juta dosis vaksin polio ke Gaza untuk diberikan dalam beberapa minggu mendatang. Ia membuat pengumuman tersebut dalam sebuah opini yang ia tulis untuk surat kabar The Guardian.
Pengiriman vaksin tersebut dilakukan setelah pejabat tinggi organisasi tersebut di Gaza mengatakan jejak virus penyebab polio ditemukan dalam sampel limbah di wilayah tersebut. Belum ada kasus pada manusia yang dilaporkan, tetapi pejabat tersebut menyatakan kekhawatiran serius tentang kemungkinan wabah yang disebabkan oleh sistem kesehatan yang lumpuh dan kurangnya air bersih dan sanitasi di Gaza. [es/pp]