Tautan-tautan Akses

PBB: Legitimasi Taliban Bergantung pada Respek Terhadap HAM Warga Afghanistan


Seorang perempuan mengenakan burka berjalan melewati pasar burung sambil menggendong anaknya, di pusat kota Kabul, Afghanistan, Minggu, 8 Mei 2022. (Ebrahim Noroozi/AP)
Seorang perempuan mengenakan burka berjalan melewati pasar burung sambil menggendong anaknya, di pusat kota Kabul, Afghanistan, Minggu, 8 Mei 2022. (Ebrahim Noroozi/AP)

Para pemimpin Taliban telah mengabaikan seruan internasional yang dipimpin PBB agar mereka membatalkan pembatasan besar-besaran terhadap perempuan, dengan mengatakan bahwa pemerintahan mereka sejalan dengan syariah.

PBB, Selasa (10/12) melaporkan bahwa perempuan dewasa dan anak-anak memikul beban “terkikisnya HAM yang berbahaya dan terus menerus” di Afghanistan, mengaitkan krisis tersebut dengan “kegagalan yang disengaja” oleh para pemimpin Taliban yang radikal di negara itu.

“Dengan otoritas muncul tanggung jawab,” kata Roza Otunbayeva, kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), mengacu pada kembalinya bekas pemberontak Taliban ke kekuasaan pada Agustus 2021. “Klaim otoritas de facto sebagai perwakilan sah rakyat Afghanistan di PBB harus disertai dengan berbagai upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan dan memajukan norma dan nilai-nilai bersama kita,” ujarnya.

Pernyataan UNAMA, yang dirilis berkaitan dengan Hari HAM Internasional, menegaskan bahwa catatan HAM Taliban secara khusus ditandai oleh “diskriminasi sistematis” mereka terhadap perempuan Afghanistan, dewasa maupun anak-anak.

Pemerintah Taliban, yang belum diakui secara resmi oleh negara mana pun, telah melarang perempuan Afghanistan dari hampir seluruh aspek kehidupan publik dan sehari-hari. Anak-anak perempuan dilarang mendapatkan pendidikan setelah kelas enam, dan sebagian besar tempat kerja tidak diperbolehkan mempekerjakan staf perempuan kecuali untuk beberapa sektor, seperti kesehatan, kepolisian, dan imigrasi. Perempuan tidak dapat melakukan perjalanan darat atau udara kecuali didampingi oleh wali laki-laki.

Pembatasan tersebut berasal dari puluhan dekrit yang dikeluarkan pemimpin tertinggi Taliban yang tertutup, Hibatullah Akhundzada, selama tiga tahun belakangan berdasarkan penafsirannya yang ketat terhadap syariah Islam.

Pernyataan hari Selasa itu mengingatkan Taliban bahwa Afghanistan mendukung Deklarasi Universal HAM, yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948.

“Jika warga Afghanistan, khususnya perempuan dewasa dan anak-anak, terus ditolak hak-hak mereka, ini merupakan kegagalan yang jelas dan disengaja untuk melindungi dan bertanggung jawab atas kesejahteraan semua orang yang tinggal di Afghanistan,” kata Fiona Frazer, perwakilan Komisaris Tinggi HAM PBB untuk Afghanistan.

Para pemimpin Taliban telah mengabaikan seruan internasional yang dipimpin PBB agar mereka membatalkan pembatasan besar-besaran terhadap perempuan, dengan mengatakan bahwa pemerintahan mereka sejalan dengan syariah.

PBB telah berulang kali menolak permintaan dari otoritas de facto Afghanistan untuk mewakili negara itu karena pembatasan mereka terhadap kaum perempuan.

Awal bulan ini, otoritas kementerian kesehatan masyarakat Afghanistan secara mendadak memerintahkan berbagai institusi medis agar berhenti menerima mahasiswa perempuan di seluruh negara itu, seraya mengutip dekrit baru yang dikeluarkan oleh Akhundzada. Langkah ini praktis menutup salah satu jalur bagi perempuan yang ingin mendapatkan pendidikan lebih tinggi.

Dekrit tersebut telah menuai reaksi keras global dan seruan bagi pembatalannya dengan segera di tengah-tengah peringatan bahwa hal tersebut akan membuat jutaan perempuan tidak mendapatkan perawat perempuan dan bidan di negara di mana Taliban telah melarang dokter lelaki untuk merawat pasien perempuan.

PBB telah memperingatkan bahwa larangan terbaru itu akan memperburuk krisis kemanusiaan yang semakin dalam dan berbagai tantangan kesehatan yang dihadapi Afghanistan yang dililit kemiskinan, yang terguncang oleh perang dan bencana alam selama bertahun-tahun. [uh/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG