Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini meminta para pemimpin Taliban di Afghanistan untuk menahan diri menerapkan keputusan melarang perempuan menempuh pendidikan kedokteran.
Seruan PBB itu muncul di tengah-tengah semakin banyak suara yang menuntut agar Taliban membatalkan aturan tersebut. Para kritikus mengatakan aturan terbaru itu secara efektif akan menghilangkan kesempatan terakhir yang tersisa bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam sebuah pernyataan, Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) memperingatkan “jika diterapkan, perintah itu akan menimbulkan pembatasan lebih lanjut terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan atas pendidikan dan akses terhadap perawatan kesehatan.” Ditambahkan, UNAMA “sangat prihatin” dengan larangan yang dilaporkan itu dan sedang memverifikasinya melalui jalur resmi Taliban, namun konfirmasi resmi belum diterima.
Aturan Baru Taliban Berlaku Mulai 3 Desember
Beberapa pejabat kesehatan dan peserta suatu pertemuan di Kabul mengatakan kepada VOA, arahan yang dikeluarkan oleh pemimpin Taliban yang dikenal sangat tertutup, Hibatullah Akhundzada, mulai berlaku pada hari Selasa (3/12), sehari setelah dikomunikasikan kepada para pemimpin semua sekolah kedokteran. Mereka berbicara secara anonim karena mereka diminta untuk tidak membicarakan masalah ini di depan umum.
Para pejabat Taliban di Kementerian Kesehatan Masyarakat belum mengomentari keputusan yang dilaporkan atau pertemuan yang berlangsung di ibukota Afghanistan pada hari Senin (2/12). PBB memperingatkan keputusan itu akan memiliki “dampak yang merugikan” terhadap sistem perawatan kesehatan Afghanistan dan pembangunan negara Asia Selatan yang miskin tersebut. “UNAMA mendesak pemerintah de facto untuk mencabut keputu
Lebih 30.000 Perempuan Terdaftar di Institusi Medis
Media lokal melaporkan lebih dari 30.000 perempuan dan anak perempuan terdaftar di institusi medis Afghanistan di seluruh negeri, dan banyak dari mereka dijadwalkan untuk mengikuti ujian mulai Selasa, saat larangan itu mulai berlaku. Perempuan yang dilatih sebagai bidan dan perawat diperintahkan untuk tidak kembali ke kelas.
Sejumlah aktivis HAM telah memperingatkan bahwa larangan itu akan membuat jutaan perempuan kehilangan layanan kesehatan penting, termasuk bidan dan perawat perempuan, di dalam masyarakat Afghanistan yang didominasi laki-laki, dan kondisi di mana Taliban melarang dokter laki-laki di beberapa provinsi untuk merawat perempuan.
HRW: Taliban Tutup Celah bagi Anak Perempuan Afghanistan
Human Rights Watch (HRW) menyatakan, “Minggu ini, Taliban di Afghanistan menutup salah satu celah terakhir terhadap pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan dengan melarang mereka datang ke institusi yang menawarkan pendidikan kedokteran.”
Badan pengawas global tersebut memperingatkan, menghentikan pelatihan bagi pekerja layanan kesehatan perempuan baru berdasarkan keputusan kontroversial tersebut “akan mengakibatkan rasa sakit, kesengsaraan, penyakit, dan kematian yang tidak perlu bagi perempuan yang terpaksa pergi tanpa layanan kesehatan, karena tidak akan ada pekerja kesehatan perempuan. untuk mengobati mereka.”
Associated Press mengutip seorang pejabat senior kesehatan Afghanistan yang memperingatkan bahwa negara itu akan menghadapi tantangan signifikan di luar kendali pemerintah Taliban jika penangguhan tersebut menjadi permanen. “Jika perempuan tidak dilatih sebagai staf, angka kematian ibu dan anak akan meningkat di daerah terpencil,” kata pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Uni Eropa: Keputusan Terbaru Taliban adalah Pelanggaran HAM
Secara terpisah Uni Eropa menyampaikan “keprihatinan yang kuat” atas aturan tersebut dan potensinya memperburuk krisis kemanusiaan di Afghanistan dan penderitaan rakyatnya. “Keputusan ini sekali lagi merupakan pelanggaran mengerikan terhadap hak asasi manusia dan serangan yang tidak dapat dibenarkan terhadap akses perempuan pada pendidikan di Afghanistan,” kata UE dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Ditambahkan, “Kami mendesak Taliban untuk membalikkan kebijakan diskriminatif ini dan menjunjung tinggi komitmen mereka berdasarkan hukum internasional, termasuk memastikan akses yang sama terhadap pendidikan dan layanan kesehatan dasar bagi seluruh warga Afghanistan.”
Rashid Khan, kapten tim kriket nasional Afghanistan, juga mendesak pimpinan Taliban untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. “Dengan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam saya merenungkan penutupan institusi pendidikan dan medis baru-baru ini untuk saudara perempuan dan ibu di Afghanistan,” kata Khan di platform media sosial X.
“Negara ini sangat membutuhkan tenaga profesional di segala bidang, terutama sektor medis. Kekurangan dokter dan perawat perempuan sangat memprihatinkan, karena hal ini berdampak langsung pada layanan kesehatan dan martabat perempuan,” tambah Khan.
Taliban pada bulan Agustus 2021 telah melarang melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas enam sekolah dasar, dan menangguhkan perempuan untuk memasuki universitas dan pendidikan tinggi lainnya.
Perempuan Afghanistan juga dilarang bekerja di semua sektor kecuali beberapa sektor, termasuk layanan kesehatan, imigrasi, dan penegakan hukum. [em/ka]
Forum