NEW YORK —
Setelah menganalisa data selama lima tahun mengenai lebih dari 400 pasien, para peneliti di Amerika menyimpulkan bahwa praktik yang ada saat ini yaitu melakukan pemeriksaan darah setiap kali berkunjung ke dokter, sampai beberapa kali setiap tahun, dapat menyebabkan semakin banyak salah diagnosa dan perawatan tekanan darah tinggi yang tidak perlu dibandingkan pemeriksaan setahun sekali.
Pengukuran tekanan darah seringkali dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang benar, menurut peneliti utama Dr. Gregory Garrison, sehingga pembacaan seringkali tidak akurat dan menyebabkan beberapa orang salah didiagnosa mengalami hipertensi, sementara orang lain yang memang memiliki kondisi tersebut ditulis sebaliknya.
“Pertama-tama, hal ini secara tidak perlu menyebabkan kekhawatiran pasien, kunjungan ke klinik yang berulang dan pemeriksaan laboratorium,” ujar Garrison dari Mayo Clinic di Rochester, negara bagian Minnesota.
“Kedua, ini seringkali menyebabkan dokter menghapus hasil positif karena sedikit sekali yang terkonfirmasi.”
Garrison dan koleganya menemukan bahwa semakin sedikit pembacaan, meski terkadang masih tidak akurat, akan mengurangi hasil positif yang keliru (false positive) sampai setengahnya.
Para peneliti ini melihat catatan Mayo Clinic untuk 68 pasien yang didiagnosa dengan tekanan darah tinggi dan 372 pasien tanpa tekanan darah tinggi. Berdasarkan pada pembacaan dari setiap kunjungan dokter, ke-68 kasus tekanan darah tinggi teridentifikasi, namun 110 orang tanpa tekanan darah tinggi berpotensi salah didiagnosa karena pengukuran yang sering.
Ketika para peneliti menganalisa data yang sama tapi hanya mempertimbangkan satu ukuran per pasien per tahun, mereka mengidentifikasi 63 pasien dengan tekanan darah tinggi, pada saat atau sebelum tanggal diagnosis aktual, dan mendapat 67 kasus positif yang keliru, menurut hasil yang diterbitkan oleh Annals of Family Medicine.
Pengukuran tekanan darah dapat menjadi tidak akurat jika pasien tidak duduk, lengannya tidak diganjal, dan dilakukan setelah beristirahat lima menit. Selain itu, tekanan darah dapat naik secara sementara untuk berbagai alasan, termasuk stress karena diperiksa dokter, yang disebut dengan “efek jas putih.”
“Teknik tekanan darah tidak baik sama sekali, dan seringkali ditaksir terlalu tinggi,” ujar Dr. William Cushman, kepala bagian Obat Preventif di pusat medis Veterans Affairs Medical Center di Memphis, Tennessee.
Namun ia tidak sepakat dengan kesimpulan tim Mayo. Taksiran yang terlalu tinggi menyebabkan biaya dan kekhawatiran yang tidak perlu, namun biasanya tidak berbahaya bagi pasien, ujar Cushman.
Jika pengujian dengan frekuensi yang lebih sedikit gagal mengidentifikasi beberapa kasus positif, itu bisa menjadi masalah yang lebih besar, ujarnya.
Dalam studi tersebut, pengujian tahunan gagal mengidentifikasi lima dari 68 kasus hipertensi, atau 7 persen lebih sedikit, yang tidak signifikan dalam kasus ini. Tapi hal itu dapat menjadi signifikan jika diaplikasikan pada sebuah populasi yang lebih besar, menurut Cushman.
"Dalam populasi-populasi, kita tidak ingin kehilangan 10 persen orang,” ujar Cushman.
Pasien berisiko tinggi dengan tekanan darah tinggi dapat mulai melihat manfaat pengobatan setelah enam bulan atau setahun, jadi menunggu 12 bulan di antara tes dapat memberikan konsekuensi untuk beberapa orang, tambahnya.
Bagi sebagian besar orang, hipertensi merupakan penyakit yang bergerak dengan lambat, dan sebuah diagnosis yang tertunda beberapa bulan atau setahun kemungkinan besar tidak akan memberikan konsekuensi negatif yang terlihat, menurut Garrison.
"Namun, kami memiliki sejumlah pasien, barangkali 30 persen, yang memiliki tekanan darah tinggi selama bertahun-tahun tanpa diagnosa dan perawatan yang semestinya,” ujar Garrison. “Hal ini dapat menyebabkan penyakit jantung, penyakit ginjal, dan banyak komplikasi lainnya.”
Orang-orang ini bisa jadi mendapatkan pembacaan yang salah selama bertahun-tahun yang tidak terlihat atau terdiagnosa karena ditulis sebagai positif yang keliru dan didiagnosa sebagai luka, infeksi atau sebab lain, ujarnya.
Frekuensi pengukuran tekanan darah yang lebih sedikit dan pembacaan hasil yang lebih serius dapat membantu melihat beberapa kasus yang tidak terdiagnosa, ujar Garrison. (Reuters/Kathryn Doyle)
Pengukuran tekanan darah seringkali dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang benar, menurut peneliti utama Dr. Gregory Garrison, sehingga pembacaan seringkali tidak akurat dan menyebabkan beberapa orang salah didiagnosa mengalami hipertensi, sementara orang lain yang memang memiliki kondisi tersebut ditulis sebaliknya.
“Pertama-tama, hal ini secara tidak perlu menyebabkan kekhawatiran pasien, kunjungan ke klinik yang berulang dan pemeriksaan laboratorium,” ujar Garrison dari Mayo Clinic di Rochester, negara bagian Minnesota.
“Kedua, ini seringkali menyebabkan dokter menghapus hasil positif karena sedikit sekali yang terkonfirmasi.”
Garrison dan koleganya menemukan bahwa semakin sedikit pembacaan, meski terkadang masih tidak akurat, akan mengurangi hasil positif yang keliru (false positive) sampai setengahnya.
Para peneliti ini melihat catatan Mayo Clinic untuk 68 pasien yang didiagnosa dengan tekanan darah tinggi dan 372 pasien tanpa tekanan darah tinggi. Berdasarkan pada pembacaan dari setiap kunjungan dokter, ke-68 kasus tekanan darah tinggi teridentifikasi, namun 110 orang tanpa tekanan darah tinggi berpotensi salah didiagnosa karena pengukuran yang sering.
Ketika para peneliti menganalisa data yang sama tapi hanya mempertimbangkan satu ukuran per pasien per tahun, mereka mengidentifikasi 63 pasien dengan tekanan darah tinggi, pada saat atau sebelum tanggal diagnosis aktual, dan mendapat 67 kasus positif yang keliru, menurut hasil yang diterbitkan oleh Annals of Family Medicine.
Pengukuran tekanan darah dapat menjadi tidak akurat jika pasien tidak duduk, lengannya tidak diganjal, dan dilakukan setelah beristirahat lima menit. Selain itu, tekanan darah dapat naik secara sementara untuk berbagai alasan, termasuk stress karena diperiksa dokter, yang disebut dengan “efek jas putih.”
“Teknik tekanan darah tidak baik sama sekali, dan seringkali ditaksir terlalu tinggi,” ujar Dr. William Cushman, kepala bagian Obat Preventif di pusat medis Veterans Affairs Medical Center di Memphis, Tennessee.
Namun ia tidak sepakat dengan kesimpulan tim Mayo. Taksiran yang terlalu tinggi menyebabkan biaya dan kekhawatiran yang tidak perlu, namun biasanya tidak berbahaya bagi pasien, ujar Cushman.
Jika pengujian dengan frekuensi yang lebih sedikit gagal mengidentifikasi beberapa kasus positif, itu bisa menjadi masalah yang lebih besar, ujarnya.
Dalam studi tersebut, pengujian tahunan gagal mengidentifikasi lima dari 68 kasus hipertensi, atau 7 persen lebih sedikit, yang tidak signifikan dalam kasus ini. Tapi hal itu dapat menjadi signifikan jika diaplikasikan pada sebuah populasi yang lebih besar, menurut Cushman.
"Dalam populasi-populasi, kita tidak ingin kehilangan 10 persen orang,” ujar Cushman.
Pasien berisiko tinggi dengan tekanan darah tinggi dapat mulai melihat manfaat pengobatan setelah enam bulan atau setahun, jadi menunggu 12 bulan di antara tes dapat memberikan konsekuensi untuk beberapa orang, tambahnya.
Bagi sebagian besar orang, hipertensi merupakan penyakit yang bergerak dengan lambat, dan sebuah diagnosis yang tertunda beberapa bulan atau setahun kemungkinan besar tidak akan memberikan konsekuensi negatif yang terlihat, menurut Garrison.
"Namun, kami memiliki sejumlah pasien, barangkali 30 persen, yang memiliki tekanan darah tinggi selama bertahun-tahun tanpa diagnosa dan perawatan yang semestinya,” ujar Garrison. “Hal ini dapat menyebabkan penyakit jantung, penyakit ginjal, dan banyak komplikasi lainnya.”
Orang-orang ini bisa jadi mendapatkan pembacaan yang salah selama bertahun-tahun yang tidak terlihat atau terdiagnosa karena ditulis sebagai positif yang keliru dan didiagnosa sebagai luka, infeksi atau sebab lain, ujarnya.
Frekuensi pengukuran tekanan darah yang lebih sedikit dan pembacaan hasil yang lebih serius dapat membantu melihat beberapa kasus yang tidak terdiagnosa, ujar Garrison. (Reuters/Kathryn Doyle)