Meskipun ada undang-undang baru dan upaya oleh pemerintah Indonesia, para aktivis mengatakan ratusan ribu pekerja migran Indonesia masih rentan terhadap pelecehan seksual dan berbagai perlakuan tidak adil di luar negeri.
Pada tahun 2018, Indonesia mengirimkan lebih dari 200.000 pekerja ke negara-negara seperti Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI) mengatakan kini ada sekitar 4,5 juta pekerja migran Indonesia. Mayoritas bekerja di sektor rumah tangga dan 70 persen dari mereka adalah perempuan.
Selama bertahun-tahun ada banyak laporan bahwa pekerja migran Indonesia yang menderita kondisi kejam di luar negeri dan dua kasus baru-baru ini telah menimbulkan keprihatinan.
Bulan lalu, Tuti Tursilawati dieksekusi di Arab Saudi setelah membunuh majikannya yang diduga melecehkannya. Pada bulan Februari, Adelina Lisao meninggal setelah otoritas Malaysia menemukannya dalam kondisi kritis di rumah majikannya. Dia menderita kurang gizi, dan ditemukan dengan bukti telah mengalami penyiksaan pada tubuhnya.
Hingga September 2018, BNP2TKI menerima 18 pengaduan kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh majikan. Tahun lalu ada 55 pengaduan.
Anis Hidayah, Kepala Penelitian Migrasi di Migrant Care, organisasi nirlaba yang mengadvokasi hak-hak pekerja migran, mengatakan banyak pekerja berada dalam posisi rentan.
Hidayah mengatakan tidak ada persiapan yang cukup bagi para pekerja sebelum mereka diberangkatkan ke negara tujuan.
Namun, Nusron Wahid, kepala BNP2TKI, membantah klaim tersebut dan mengatakan pemerintah telah memberikan informasi yang diperlukan kepada para pekerja migran sebelum mereka berangkat ke luar negeri. [lt]