Tautan-tautan Akses

Anak-Anak Israel dan Palestina Menderita Trauma Parah Akibat Kekerasan


Anak-anak Palestina duduk bersama barang bawaan keluarga setibanya di kamp Khan Yunis di Rafah, Jalur Gaza, menyusul serangan baru oleh Israel, 28 Mei 2024. (Foto: Bashar Taleb/AFP)
Anak-anak Palestina duduk bersama barang bawaan keluarga setibanya di kamp Khan Yunis di Rafah, Jalur Gaza, menyusul serangan baru oleh Israel, 28 Mei 2024. (Foto: Bashar Taleb/AFP)

Banyak anak Israel dan Palestina menderita trauma parah akibat serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober dan perang delapan bulan berikutnya antara kedua pihak. Para terapis di kedua pihak mengatakan dampak trauma itu bisa bersifat jangka panjang bagi anggota masyarakat yang paling rentan itu.

Erez dan Sahar Calderon termasuk di antara puluhan anak yang diculik oleh Hamas dan dibawa ke Gaza pada 7 Oktober, 2023. Mereka dibebaskan setelah 52 hari disekap, meskipun ayah mereka masih menjadi sandera.

Ibu mereka, Hadas, mengatakan anak-anaknya masih menderita trauma enam bulan setelah dibebaskan dan mereka sangat mengkhawatirkan ayah mereka.

“Anak-anak saya tidak bisa tidur. Mereka ketakutan. Ayah mereka datang dalam mimpi mereka. Dia datang dan berkata, lalu berteriak, 'Tolong jangan lupakan saya.’ Mereka sudah bebas, tapi jiwa mereka masih ada di sana. Mereka masih (dalam situasi) pada 7 Oktober. Mereka menjalaninya setiap hari. Mereka tidak pernah merasa aman. Mereka takut pada orang asing. Mereka yakin teroris akan datang lagi," tutur Hadas.

Para pakar trauma Israel mengatakan mereka berjuang untuk menghadapi pengalaman traumatis unik dari invasi Hamas dan pengungsian lebih dari 200 ribu orang dari komunitas mereka di dekat Gaza dan di perbatasan utara. Ribuan psikoterapis telah direkrut oleh Pemerintah Israel dan organisasi-organisasi sukarelawan untuk merawat anak-anak dan keluarga yang mengalami trauma.

Asher Ben-Arieh adalah spesialis trauma anak di Hebrew University (Universitas Ibrani) di Yerusalem mengatakan pihaknya punya banyak pengalaman dalam menangani korban penembakan dan pengeboman, bahkan perang. Namun, belum pernah mengalami kasus penculikan anak-anak.

"Kami tidak pernah mengalami pembantaian para orang tua di depan anak-anak mereka. Bagaimana Anda menjelaskan kepada seorang anak bahwa dia aman sekarang ketika dia melihat tempatnya yang paling aman, kamar tidurnya, dibakar dan orang tuanya dibunuh di rumahnya?" kata Ben-Arieh.

Di Gaza, sebagian besar dari satu juta anak Palestina mengalami trauma karena kematian dan kehancuran yang meluas akibat serangan udara Israel. Mereka menyaksikan anggota keluarga yang terbunuh dan rumah mereka yang hancur. Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari 15.000 anak Palestina tewas, 12.000 lainnya terluka, dan sekitar 19.000 menjadi yatim piatu akibat perang ini.

(Kiri-kanan) Sharon Aloni Cunio, Adina Moshe, Nili Margalit, Sahar Calderon dan Aviva Siegel, para penyintas penyanderaan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, dan kemudian dibebaskan, memberi keterangan pers di Tel Aviv, 7 Februari 2024. (Foto: Ahmad Gharabli/AFP)
(Kiri-kanan) Sharon Aloni Cunio, Adina Moshe, Nili Margalit, Sahar Calderon dan Aviva Siegel, para penyintas penyanderaan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, dan kemudian dibebaskan, memberi keterangan pers di Tel Aviv, 7 Februari 2024. (Foto: Ahmad Gharabli/AFP)

Marwa Shahin, ibu dari enam anak yang tinggal di kamp pengungsi Nuseirat, telah empat kali mengungsi sejak perang dimulai. Anak-anaknya tidak ada yang bisa bersekolah. Putrinya yang berusia 18 tahun menderita skizofrenia, tetapi belum bisa mendapatkan pengobatan atau perawatan.

Shahin mengatakan dua anak bungsunya takut akan kebisingan dan hampir tidak bisa tidur. Dia mengatakan perang telah menghancurkan mereka secara psikologis, pribadi, sosial, kesehatan, dan nutrisi.

“Putri saya yang berusia delapan tahun dan putra saya yang berusia sembilan tahun tidak mengizinkan saya tidur sejak awal perang. Suara apa pun membuat mereka takut. Meski itu suara mobil, bukan suara tembakan. Dan karena mereka sulit tidur, mereka bangun dengan sangat lelah. Perang menghancurkan mereka secara psikologis, pribadi, sosial, kesehatan dan gizi," papar Shahin.

K

Anak-Anak Israel dan Palestina Menderita Trauma Parah Akibat Kekerasan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:28 0:00

arena sebagian besar rumah sakit dan layanan medis di Gaza telah hancur, trauma anak-anak bahkan tidak dapat diobati sampai perang berakhir, kata para pejabat medis Palestina. Penelitian awal menunjukkan sedikitnya dua pertiga dari satu juta anak di Gaza menderita trauma.

“Mereka menghadapi banyak kesulitan. Mereka menderita tanda-tanda dan gejala akibat perang dan tekanan yang terus-menerus terhadap mereka, hilangnya anggota keluarga, hilangnya rumah, dan sebagainya," kata Dr. Mohammed Iskafi dari Lembaga Bantuan Medis Palestina di Tepi Barat.

Para profesional medis dan orang tua dari anak-anak Israel dan Palestina khawatir bahwa bahkan ketika perang antara Israel dan Hamas akhirnya berakhir, luka batin akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sembuh. [lt/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG