Tim ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto mengatakan, Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia saat ini terus memantau dengan seksama pergerakan warga negara Indonesia yang pulang dari Suriah.
Pengawasan ini dilakukan untuk mengantisipasi ancaman teror dari kelompok radikal khususnya dari Negara Islam (ISIS), ujar Wawan kepada VOA, Selasa (1/12).
Wawan mengatakan saat ini ada sekitar 300 WNI, termasuk 30 anak-anak, yang baru kembali dari Suriah. Delapan di antara mereka sudah ditangkap karena terbukti menjadi milisi ISIS dan ikut berperang di barisan terdepan ketika berada di Suriah. Lainnya kini diawasi dengan seksama.
Menurut Wawan, mereka yang menjadi milisi ISIS memang harus ditindak karena berpotensi mengganggu keamanan Indonesia.
"Tapi bagi saudara-saudara kita yang lain yang hanya ikut-ikutan seperti anak-anak, mereka ikut suaminya itu tidak diapa-apakan, cuma ditanyai dan diinterogasi sedikit. Tetapi yang lain ada yang ditangkap, dicabut paspornya, diinterogasi karena terlibat dalam fron kombatan, yang pasti bisa bikin sesuatu di sana. Itu yang dikhawatirkan," ujarnya.
Wawan mengatakan lembaganya juga telah melakukan upaya deradikalisasi khusus untuk perempuan dan anak-anak yang pergi ke Suriah karena ikut suami atau keluarga mereka dan kini kembali ke tanah air.
BNPT berupaya memulihkan kondisi psikis mereka, yang selama berada di Suriah dihadapkan pada kondisi pertempuran, ujarnya. BNPT juga berusaha mendekati mereka untuk menghilangkan paham radikal yang mungkin sudah ditanamkan dalam benak mereka.
"Diajak bicara dan didekati kemudian diminta untuk kembali ke kehidupan normal kemudian juga diajak bicara, kan cara radikalisasinya dengan dialog," katanya.
Aparat keamanan Indonesia terus melakukan antisipasi untuk mencegah terjadinya aksi teror. Bulan September 2014 polisi menangkap empat warga Turki di Sulawesi Tengah dan setelah dilakukan penyelidikan, diketahui keempatnya merupakan bagian dari jaringan teroris pimpinan Santoso.
Dalam perkembangan lainnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana yang masuk dari Australia ke Indonesia sebesar Rp 7 milliar, yang disinyalir digunakan untuk pembiayaan aksi teror di Indonesia.
Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan mendapat informasi tentang masuknya aliran dana itu dari Australian Transaction Reports and Analysis Center (AUSTRAC). Pengiriman dan penerimaan dana itu dilakukan atas nama individu, menurut Agus.
"Ternyata di Australia ada jaringan yang mengumpulkan uang atau donasi lalu hasil donasi itu dikirimkan ke Indonesia lalu di Indonesia sendiri disebarkan ke pihak-pihak yang ada dalam jaringan itu," ujarnya.
Agus menjelaskan PPATK dan AUSTRAC juga menemukan modus yang dilakukan jaringan teroris asing dalam melakukan pengiriman uang, yaitu dengan menikahi perempuan Indonesia.
Perempuan yang dijadikan istri itu akan langsung diminta membuka rekening di Indonesia untuk menerima transfer dana dari luar negeri, ujarnya. Dana ini digunakan kelompok teroris untuk membiayai latihan perang, membeli senjata dan bahan peledak, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk kebutuhan janda teroris, kata Agus.
Selain dari Australia, PPATK juga melacak adanya masuknya dana puluhan milliar rupiah dari negara-negara Timur Tengah yang sedang bergolak, tambahnya. Untuk itu, kata Agus, Indonesia dan Australia mengajak negara-negara yang berbatasan dengan kedua negara itu seperti Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand untuk saling berbagi informasi.
"Karena ini perlu untuk sharing informasi tentang dugaan orang atau organisasi atau jaringan. Kedua, melihat transaksi melalui transfer dana kemungkinan silang-silang di antara keenam negara itu, saling-saling ngirim gitu. Yang ketiga, penguatan bea cukai karena uang ini tidak bisa dilacak dengan anjing pelacak seperti narkoba, mesti ada kebijakan-kebijakan yang kita harus mengarah pada menghambat atau memutus rantai para teroris," ujarnya.
Sejumlah pakar menilai langkah yang efektif untuk menangkal pengaruh radikalisme adalah memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lokal seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta afiliasinya di daerah-daerah. [em/hd]