Para petugas kamar jenazah Mesir mengatakan tiga hari bentrokan antara polisi dan demonstran prodemokrasi telah menewaskan sedikitnya 22 orang di seantero negara itu.
Seorang petugas sebelumnya mengatakan kerusuhan telah menyebabkan paling sedikit 33 orang tewas. Petugas itu kemudian mengubah jumlah korban tewas menjadi sedikitnya 22 orang, setelah mendapati bahwa 11 kematian tidak terkait dengan kekerasan politik.
Koresponden VOA di Kairo hari Senin mengatakan para demonstran masih terus menguasai Lapangan Tahrir, di mana pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang melempari polisi dengan berbagai benda.
Bentrokan juga merebak di dekat Kementerian Dalam Negeri Mesir. Reuters mengutip seorang pejabat militer yang mengatakan kementerian telah meminta perlindungan dari kemarahan demonstran, yang meminta agar pemimpin militer yang berkuasa segera menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.
Para pejabat mengatakan kekerasan telah melukai lebih dari 1.700 orang. Polisi di Kairo berusaha membersihkan lapangan di mana para aktivis berkemah untuk malam ketiga berturut-turut.
Polisi dan tentara Mesir sempat membubarkan para aktivis hari Minggu dengan menggunakan gas air mata dan peluru karet. Demonstrasi antipemerintah kemudian menyebar ke beberapa kota Mesir lainnya, termasuk Iskandariyah dan Suez.
Konfrontasi di Kairo dan kota-kota lain terjadi hanya 8 hari sebelum pemilu parlemen bergilir dijadwalkan mulai tanggal 28 November. Kekerasan tersebut termasuk di antara yang terburuk sejak tergulingnya Mubarak bulan Februari.
Pemerintah mengadakan rapat darurat hari Minggu untuk membicarakan keadaan. Pihak berwenang mengatakan pemilu akan berlangsung sesuai dengan rencana. Tetapi, sebagian demonstran khawatir penguasa militer sengaja memprovokasi kekerasan supaya mereka dapat menangguhkan pemilu dan memperpanjang kekuasaan mereka.