USAID dan lembaga mitra berkomitmen memperkuat kapasitas dan akses publik dalam pemanfaatan teknologi informatika dan komunikasi (ICT) di Aceh, diantaranya pemanfaatan jaringan telepon seluler, internet dan multimedia.
Analis mengatakan, peningkatan kapasitas publik dan pengembangan teknologi dibanyak negara berkembang dinilai cukup efektif guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan lebih demokratis.
Staf senior Program USAID-Kemitraan Evy Rosriani mengatakan di Banda Aceh Selasa (5/8), program-program edukasi publik yang pernah dirintis tahap awal adalah merangkul kalangan perguruan tinggi sebagai fasilitator pemanfaatan teknologi informatika dalam mengatasi berbagai masalah-masalah sosial dan pembangunan di wilayah perkotaan.
Evy mengatakan, “Program sebelumnya dinilai sudah berjalan sendiri dan efektif dengan menggalang dukungan dengan pihak universitas. Kita (mengembangkan) jurnalisme pesan singkat (SMS), melibatkan mitra lain yang melakukan pendampingan terkait pengawasan (publik) terhadap anggaran dan isu-isu partisipasi perempuan dalam pembangunan.”
Peran serta aktif lembaga-lembaga kajian independen di lingkungan perguruan tinggi, tambah Evy, menjadi salah satu tujuan kunci dalam mewujudkan program lanjutan dimasa depan.
Evy menambahkan, “Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) sebagai lembaga donor pelaksanaan program ini.Pastinya ada manfaat. Diharapkan ada program lanjutan berikutnya.”
Evy optimistis program lanjutan multiaspek yang digagas USAID-Kemitraan diharapkan dapat memperkuat akses publik mencakup wilayah yang lebih luas, bukan hanya layanan publik di perkotaan namun juga warga di tingkat desa, termasuk upaya pendampingan bagi warga di wilayah terpencil, terutama mereka dengan keterbatasan jaringan teknologi telekomunikasi dan informatika (ICT).
Lembaga-lembaga riset perguruan tinggi menjadi salah satu mitra kunci dalam pengembangan kapasitas dan kepedulian publik, serta relasi antara warga dan manajemen pemerintahan kota, terutama dalam merespon masalah sosial dan kendala pembangunan di wilayah perkotaan.
Salah seorang Koordinator Pusat Kajian Sain, Komunikasi dan Sosial, Fairus Ibrahim dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh mengatakan, partisipasi masyarakat khususnya warga kota mulai tumbuh, secara teknis pelaksanaan program yang dirintis berjalan efektif dan mendapat respon cukup baik aparat terkait.
Menurut Fairus, pihaknya secara teknis telah memfasilitasi setiap pesan singkat melalui ponsel yang dikirim warga berisi keluhan, saran, kritik serta berbagai pengaduan masyarakat kepada aparat pemerintahan.
Bentuk pengaduan warga yang dihimpun sebagian terkait bidang kesehatan, pendidikan serta sejumlah biro dibawah pengawasan pemerintahan kota, beberapa di antaranya terkait layanan perusahaan penyedia air bersih (PDAM), rumah sakit, pusat pasar, jasa parkir, pelabuhan dan berbagai sektor lain yang terkait dengan pelayanan dasar.
Tokoh masyarakat Maimun Ibrahim (57) mengatakan, pemafaatan teknologi informatika melalui pesan singkat lewat ponsel dinilai efektif dan efisien, namun belum seluruh warga terlibat aktif.
“Pesan singkat (SMS) dimasukkan, ditindaklanjuti (aparat) dan diketahui oleh lebih banyak ini cukup berdampak. Namun sosialisasi program ini perlu lebih ditingkatkan,” kata Maimun.
Warga asal Kabupaten Bener Meriah, Windy Phagta (27) mengatakan, keadilan terhadap akses telekomunikasi warga di wilayah perbatasan dan terpencil diharapkan turut mendapat perhatian serius program lanjutan yang bakal dikembangkan USAID dan mitra, terutama terkait erat dengan keterlibatan warga dalam memantau praktik tata pemerintahan bersih transparan dan responsif.
Gagasan untuk mengembangkan program ICT model dengan memperkuat kapasitas warga guna memantau proses pembangunan multiapsek perlu diterapkan di wilayah lain, pelaksanaan program di Banda Aceh dapat dijadikan model di kabupaten lain di Aceh.
Peneliti masalah-masalah komunikasi sosial Muhammad Alkaf Mukhtar mengatakan, inisiasi USAID dan mitra perlu lebih ditingkatkan, sehingga program-program yang dikembangkan lebih efektif terkait peran serta publik dalam pemanfaatan teknologi informatika yang lebih partisipatif.
“Problemnya terletak pada para pemangku kebijakan (aparat) yang jauh lebih lemah dibandingan kesadaran masyarakat, masyarakat jauh lebih respek,” ujar Alkaf.
Pengembangan program USAID-Kemitraan jangka panjang di Aceh rencananya juga melibatkan lebih banyak lembaga swadaya dan perguruan tinggi, termasuk melibatkan jaringan media arus utama, seperti radio dan televisi, media online dan penerbitan lokal, dalam menjembatani interkasi dan komunikasi antar masyarakat dan pemangku kebijakan (pemerintah) dalam mengatasi masalah-masalah sosial, pelayanan dasar antar wilayah, mitigasi kebencanaan dan berbagai hambatan pembangunan lainnya.
Menurut analis, beberapa program monumental terkait penguatan kapasitas publik dan demokrasi pernah dirintis USAID di Aceh, salah satunya saat fase Aceh memasuki masa transisi perdamaian dan rehabilitasi rekonstruksi pascabencana tsunami beberapa tahun silam. USAID bersama sejumlah lembaga mitra berkontribusi dalam pembangunan multiaspek, antara lain infrastruktur strategis terutama gedung sekolah dan universitas, rumah warga, jalan jembatan serta penguatan kapasitas warga bidang sosial dan ekonomi. USAID dan mitra pernah berkontribusi mewujudkan pemilihan lokal (Pilkada) Aceh yang demokratis dan damai di era transisi pasca konflik dan bencana.
Sejak 2012 lalu, di tingkat nasional berdasarkan laporan VOA, Pemerintah AS-RI telah berkomitmen untuk mewujudkan kemitran strategis kedua negara, melalui program “Millenium Challenge Corporation, yang mempertegas komitmen bantuan Amerika bernilai 600 juta dollar untuk membantu pemerintah Indonesia agar lebih terbuka dan transparan, pembangunan energi bersih, kesehatan anak dan program nutrisi, serta kesepakatan yang dinilai paling berarti dalam bidang pendidikan.
AS-RI baru-baru ini juga berkomitmen memperkuat kemitraan dalam upaya pemberantasan kejahatan lintas negara perdagangan manusia. Di Indonesia dinilai masih menghadapi tantangan cukup besar dalam mencegah dan mengatasi kejahatan perdagangan manusia. Menurut analis, rendahnya tingkat pendidikan dan juga kemiskinan di Indonesia telah membuat masyarakat mudah terpengaruh untuk memperoleh pekerjaan secara lebih cepat atau instan.
Sementara itu, melalui Badan Pembangunan Internasioanal AS (USAID ), AS-RI sepakat tetap memperkuat dan menyalurkan bantuan guna memperluas kemitraan bidang-bidang kunci, terutama demokrasi, keamanan, perdagangan dan investasi, iklim, energi dan lingkungan hidup.