Amerika Serikat menghadapi ancaman yang semakin berkembang dari ekstremis domestik, menurut strategi yang dirilis pekan ini oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Peringatan itu datang ketika anggota Kongres AS terus menyelidiki kasus penyerbuan Gedung Kongres AS 6 Januari lalu oleh para pendukung mantan Presiden Donald Trump yang berusaha menggagalkan penghitungan suara elektoral yang mengonfirmasi kemenangan Joe Biden.
Lima bulan setelah serangan ke Gedung Kongres, pemerintahan Biden mengungkap strategi untuk menghalau ancaman ekstremis domestik.
Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan, “Dalam pandangan FBI, ancaman ekstremis kekerasan domestik teratas berasal dari kelompok ekstremis kekerasan yang bermotif ras atau etnis, khususnya mereka yang mengadvokasi keunggulan ras kulit putih.”
Garland mengatakan tidak ada satu pun orang di AS yang akan dituntut secara hukum atas keyakinan politik tanpa kekerasan yang mereka anut.
“Tidak ada tempat bagi kekerasan untuk menyelesaikan perbedaan pandangan politik dalam demokrasi kita. Masalah jangka panjang yang berkontribusi pada terorisme domestik di Amerika harus diselesaikan untuk memastikan bahwa ancaman ini berkurang dari generasi ke generasi, untuk meredakan penyebab utama serangan teroris domestik.”
Lebih dari 500 penangkapan dilakukan menyusul serangan 6 Januari. Kubu Partai Demokrat mengatakan bahwa para perusuh termotivasi oleh klaim-klaim mantan Presiden Donald Trump terkait kecurangan pemilu.
Anggota Kongres Carolyn Maloney dari Partai Demokrat menuturkan, “Setelah upayanya menekan Departemen Kehakiman gagal, Presiden Trump menjadi semakin putus asa. Untuk itu, pada pagi hari tanggal 6 Januari, ia mengirim segerombolan perusuh yang marah ke Gedung Kongres. Tujuannya adalah menggunakan kekerasan untuk menghentikan Kongres mensertifikasi kemenangan Joe Biden dalam pemilu.”
Kepala FBI Christopher Wray mengaku kepada Kongres pekan ini bahwa badan yang dipimpinnya gagal mengantisipasi serangan tersebut. “Tujuan kami adalah memitigasi setiap serangan, dan kapan pun ada serangan, apalagi yang begitu mengerikan dan menakjubkan seperti yang terjadi pada 6 Januari, kami menganggap serangan itu tidak dapat diterima.”
Laporan Senat AS yang dirilis awal Juni menemukan sejumlah kecacatan intelijen dan keamanan menjelang serangan ke Gedung Kongres.
Senator Amy Klobuchar dari Partai Demokrat mengatakan, “Tiga unit terkait intelijen di tubuh kepolisian Kongres tahu soal adanya unggahan di media sosial yang menyerukan aksi kekerasan di Gedung Kongres, namun keutuhan peringatan ini tidak pernah sampai ke telinga pimpinan Kepolisian Kongres, jajaran polisi maupun mitra-mitra penegak hukum lainnya. Lalu ada juga laporan yang saling bertentangan terkait ancaman itu.”
Sementara beberapa panel Senat terus bekerja untuk mereformasi Kepolisian Kongres setelah serangan itu, anggota Senat Partai Republik memblokir upaya Partai Demokrat bulan lalu yang mencoba membentuk sebuah komisi yang memiliki cakupan luas untuk menyelidiki serangan 6 Januari. [rd/lt]