NEW DELHI —
Pemimpin oposisi Burma Aung San Suu Kyi hari Selasa tiba di India - negara yang membuat kecewa aktivis pro-demokrasi Burma karena membangun hubungan dekat dengan penguasa militer Burma dalam beberapa tahun terakhir.
Pendukung gerakan pro-demokrasi Aung San Suu Kyi tidak asing dengan India. Ia kuliah di New Delhi ketika ibunya menjabat sebagai duta besar untuk India kira-kira 50 tahun lalu. Ia mengatakan pemimpin kemerdekaan India Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru berpengaruh besar terhadap dirinya.
India bersama negara-negara lainnya menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dalam awal tahun penahanannya oleh penguasa militer Burma. Tapi India membuat perubahan dramatis dalam kebijakannya terhadap Burma pada pertengahan tahun 1990, dan mulai terlibat dengan penguasa militer Burma.
Dan karena India mengabaikan kecaman sebelumnya atas pelanggaran HAM di Burma, maka para aktivis pro-demokrasi Burma tidak lagi melihat India sebagai kekuatan bagi perubahan demokrasi di Burma.
Hubungan dekat India dengan para pemimpin militer Burma dipengaruhi oleh kepentingan strategis negara tetangganya itu. Burma kaya akan sumber daya seperti minyak dan gas yang diperlukan India. India ingin mengimbangi Tiongkok, yang telah mengulurkan tangan kepada rezim yang dikucilkan itu dan membuat terobosan jauh ke negara itu. India juga membutuhkan bantuan Burma untuk mengendalikan kelompok-kelompok pemberontak yang beroperasi di sepanjang perbatasan bersama di daerah India timur laut.
Tapi selagi Burma menjalani transformasi politik, India ingin memperbaiki hubungannya dengan gerakan pro-demokrasi. Dalam kunjungan Perdana Menteri India Manmohan Singh ke Burma bulan Mei, ia bertemu Aung San Suu Kyi dan mengundangnya untuk memberi pidato dalam Kuliah Memorial Jawaharlal yang bergengsi di New Delhi hari Rabu.
Kunjungan lima hari ke India juga mencakup pertemuan dengan para pemimpin politik utama India dan pertemuan singkat dengan para aktivis Burma di New Delhi.
Kementerian Luar Negeri India menyebut kunjungan itu sebagai kesempatan untuk membangun momentum positif dalam hubungan bilateral. Ia mengatakan kunjungan itu adalah bagian dari kebijakan India dalam menerima lawatan para pimpinan tingkat tinggi Burma.
Bharat Karnad dari LSM Pusat Kajian Kebijakan di New Delhi mengatakan India kemungkinan mengambil sikap yang netral.
"Pertemuan ini akan menjadi sangat hangat, pribadi, mendalam, tapi pemerintah India tidak akan mengambil posisi terhadap masa depan politik Aung San Suu Kyi atau partainya. Menurut saya pemerintah India tidak ingin mengambil risiko lagi dengan mengucilkan para jenderal Burma, seperti yang dilakukan sekarang," ujar Karnad.
Pendukung gerakan pro-demokrasi Aung San Suu Kyi tidak asing dengan India. Ia kuliah di New Delhi ketika ibunya menjabat sebagai duta besar untuk India kira-kira 50 tahun lalu. Ia mengatakan pemimpin kemerdekaan India Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru berpengaruh besar terhadap dirinya.
India bersama negara-negara lainnya menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dalam awal tahun penahanannya oleh penguasa militer Burma. Tapi India membuat perubahan dramatis dalam kebijakannya terhadap Burma pada pertengahan tahun 1990, dan mulai terlibat dengan penguasa militer Burma.
Dan karena India mengabaikan kecaman sebelumnya atas pelanggaran HAM di Burma, maka para aktivis pro-demokrasi Burma tidak lagi melihat India sebagai kekuatan bagi perubahan demokrasi di Burma.
Hubungan dekat India dengan para pemimpin militer Burma dipengaruhi oleh kepentingan strategis negara tetangganya itu. Burma kaya akan sumber daya seperti minyak dan gas yang diperlukan India. India ingin mengimbangi Tiongkok, yang telah mengulurkan tangan kepada rezim yang dikucilkan itu dan membuat terobosan jauh ke negara itu. India juga membutuhkan bantuan Burma untuk mengendalikan kelompok-kelompok pemberontak yang beroperasi di sepanjang perbatasan bersama di daerah India timur laut.
Tapi selagi Burma menjalani transformasi politik, India ingin memperbaiki hubungannya dengan gerakan pro-demokrasi. Dalam kunjungan Perdana Menteri India Manmohan Singh ke Burma bulan Mei, ia bertemu Aung San Suu Kyi dan mengundangnya untuk memberi pidato dalam Kuliah Memorial Jawaharlal yang bergengsi di New Delhi hari Rabu.
Kunjungan lima hari ke India juga mencakup pertemuan dengan para pemimpin politik utama India dan pertemuan singkat dengan para aktivis Burma di New Delhi.
Kementerian Luar Negeri India menyebut kunjungan itu sebagai kesempatan untuk membangun momentum positif dalam hubungan bilateral. Ia mengatakan kunjungan itu adalah bagian dari kebijakan India dalam menerima lawatan para pimpinan tingkat tinggi Burma.
Bharat Karnad dari LSM Pusat Kajian Kebijakan di New Delhi mengatakan India kemungkinan mengambil sikap yang netral.
"Pertemuan ini akan menjadi sangat hangat, pribadi, mendalam, tapi pemerintah India tidak akan mengambil posisi terhadap masa depan politik Aung San Suu Kyi atau partainya. Menurut saya pemerintah India tidak ingin mengambil risiko lagi dengan mengucilkan para jenderal Burma, seperti yang dilakukan sekarang," ujar Karnad.