Ribuan penumpang termasuk wisatawan terlantar di Bali, setelah Bandara Internasional Ngurah Rai ditutup sementara karena debu Vulkanis dari erupsi Gunung Agung dapat mengganggu keselamatan penerbangan, Reuters dan Associated Press melaporkan, Senin (27/11).
Sebanyak 445 penerbangan, yang terdiri dari 196 penerbangan domestik dan 249 penerbangan internasional, dibatalkan hingg membuat 59,000 penumpang terlantar. Bandara Ngurah Rai ditutup mulai dari pukul 7:15 WITA hari ini, hingga Selasa (28/11) pukul 7:00 WITA. Namun para pejabat berwenang akan mengkaji situasi setiap enam jam.
“Kami sekarang harus mencari hotel dan mengeluarkan lebih banyak uang. Sayangnya, mereka tidak akan mengganti biaya-biaya ini ketika kami sampai di negara kami,” kata Brandon Olsen, seorang turis Kanada yang terlantar di bandara bersama pasangannya, seperti dikutip Associated Press.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan mengatakan sebanyak 100 bus sudah disiapkan di bandara dan di pelabuhan feri untuk membantu para penumpang yang terlantar akibat letusan Gunung Agung.
Para penumpang bisa meninggalkan Bali dengan menggunakan feri untuk menyeberang ke Pulau Jawa dan kemudian melanjutkan perjalanan darat ke bandara terdekat.
“Kami sudah di sini (di Bali) selama tiga hari. Kami baru saja akan berangkat, tapi baru mengetahui bahwa penerbangan kami dibatalkan. Kami tidak mendapat informasi karena pintu keberangkatan dan tempat check-in telah ditutup untuk batas waktu yang belum diketahui,” kata Carlo Oben, wisatawan dari Los Angeles, seperti dikutip Reuters.
Maskapai penerbangan biasanya menghindari terbang pada saat hujan abu vulkanis karena bisa mengakibatkan kerusakan para pada mesin pesawat. Abu Vulkanis bisa mengakibatkan kerusakan mesin, menyumbat sistem bahan bakar dan pendinginan serta mengganggu jarak pandang pilot.
Sutopo Purwo Nugroho, juru bicara Badan Nasional Penanggulanan Bencana, mengatakan di Jakarta, Senin,perluasan zona berbahaya berdampak pada 22 desa dan sekitar 90 ribu hingga 100 ribu warga desa. Sebanyak 40 ribu warga sudah dievakuasi, namun masih banyak yang tetap tinggal di kediamannya karena mereka merasa aman atau tidak mau meninggalkan ternaknya, kata Sutopo. [fw/au]