Malapetaka kemanusiaan semakin menghantui Afghanistan. Menyusul pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, dan datangnya musim dingin, banyak warga kesulitan bertahan hidup karena tidak memperoleh berbagai kebutuhan pokok yang sangat diperlukan, terutama obat-obatan, makanan dan bahan bakar.
Organisasi-organisasi bantuan internasional sebetulnya telah berjuang untuk menyelamatkan jutaan orang dari penyakit, kelaparan dan kedinginan. Namun usaha mereka kerap terjegal oleh krisis yang berkepanjangan di negara itu. Mereka kini seolah berpacu dengan waktu dalam menyelamatkan rakyat Afghanistan.
Anak-anak adalah kelompok usia yang paling terpukul karena situasi yang berkembang di Afghanistan ini. Di Rumah Sakit Provinsi Badghis, di Afghanistan Barat Laut, anak-anak yang terbaring sakit atau bahkan meninggal bukanlah kabar yang mengejutkan.
Direktur kesehatan provinsi itu, Mohammad Asif Qanit, tokoh Taliban yang disegani, menyalahkan situasi tersebut pada pemerintahan sebelumnya. Ia membantah bahwa krisis kemanusiaan itu dipicu oleh pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
"Korupsi pemerintahan sebelumnya sudah diketahui seluruh dunia dan media internasional. Pemerintahan itu dipimpin mantan Presiden Ashraf Ghani.”
Arezo, bayi berusia dua tahun, adalah salah satu korban terbaru dari krisis itu. Ibu dan bapaknya sangat terpukul karena tidak bisa menyelamatkan bayi perempuan itu. Bagaimana tidak? Mereka sekeluarga terpaksa hidup di tenda, di pertengahan musim dingin, dengan persediaan makanan yang buruk.
Rizamah yang merahasiakan nama keluarganya, tak henti-hentinya menangis, meratapi putrinya, Khadija, yang berusia tujuh bulan. Bayi itu menderita radang paru-paru, campak, dan demam, penyakit-penyakit yang sebetulnya dengan mudah dapat dicegah.
Somaya, yang juga merahasiakan nama keluarganya, berjuang keras secara fisik dan mental saat menyambut kelahiran bayinya. Perempuan berusia 16 tahun itu terpaksa melahirkan tanpa melibatkan obat pereda nyeri sama sekali karena memang tidak tersedia di rumah sakit itu.
Asiya sangat ketakutan melahirkan di rumah sakit yang kekurangan suplai obat dan peralatan medis itu. Calon ibu berusia 14 tahun itu dijual keluarganya ke seorang pria berkecukupan untuk bertahan hidup."Saya sangat khawatir tentang diri saya sendiri, saya mungkin mati," komentarnya.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus lalu menyebabkan miliaran dolar bantuan internasional terhambat masuk ke Afghanistan.
Keadaan ini membuat negara yang sudah sangat miskin yang juga dilanda perang, kekeringan dan banjir itu, semakin terperosok ke dalam bencana.
Diperkirakan sekitar 90 persen dari 38 juta orang rakyat Afghanistan bergantung pada bantuan, dan PBB mengatakan hampir 3 juta orang terpaksa mengungsi di negara mereka sendiri. [ab/uh]