Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meluncurkan white paper (buku putih) pemetaan risiko tindak pidana pendanaan terorisme terkait jaringan teroris domestik yang terafiliasi ISIS (Islamic State Iraq – Syria).
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (27/9) mengatakan pemetaan aliran dana teroris penting agar pihak penegak hukum mempunyai pedoman untuk melakukan pencegahan aksi teror. Hal itu lanjut Suhardi, juga bisa sebagai bukti bahwa Indonesia ikut aktif melakukan pemberantasan terhadap gejala ancaman teror global. Dalam hal ini BNPT bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Bagaimana pemetaan jaringan teroris domestik dengan pihak luar termasuk soal pendanaan. Ini sifatnya bisa perorangan bisa hubungan dengan yayasan dan sebagainya. Kerja keras PPATK harus kita dukung. Kita akan sampaikan data-data yang ada untuk bisa mengidentifikasi hingga tepat sasaran. Sehingga kita tidak kecolongan," kata Jenderal Polisi Suhardi Alius.
Dikatakan Suhardi, tidak mudah melacak aliran pendanaan teroris. Sumber dana bisa dari perorangan, yayasan, maupun lainnya. Dana teroris banyak digunakan utamanya untuk pembelian senjata, mobilitas, fasilitas, pelatihan dan membangun jaringan teror.
Menurutnya, ISIS sebagai ancaman terkini memiliki pergerakan luar biasa. Berbeda dengan jaringan Al Qaeda, ISIS punya daerah teritorial. Seperti di Filipina Selatan dan di Rohingya Myanmar.
"Uang pendanaan itu sangat dibutuhkan. Untuk mereka mencari bahan dan sebagainya. Ini semua terkoneksi. Global dan regional. Ini ada di Filipina dan Rohingya Myanmar. Ada juga yang sisa-sisa dari Suriah," jelas Suhardi.
Jaringan teroris domestik yang berafiliasi ke ISIS, lanjut Suhardi, mulai mengubah cara pengumpulan dana.Ttren baru itu melalui donasi dan media sosial, serta pendanaan mandiri bagi foreign terrorist fighter (militan teroris internasional). Perubahan tren itu, menurut Suhardi, terpantau oleh Tim Terpadu Pengawasan Organisasi Masyarakat yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri dengan aparat penegak hukum dan lembaga intelijen.
Aliran dana itu, tambah Suhardi, berasal dari berbagai kelompok untuk pendanaan aksi terorisme dan kelompok teroris lokal. Dana digunakan untuk membeli senjata, bahan peledak, pelatihan teror dan membangun jaringan dengan kelompok teroris internasional.
Sementara itu, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam kesempatan yang sama menjelaskan buku putih ini menjadi panduan bersama instansi terkait, khususnya menyangkut masalah pendanaan teroris.
"Mengenai pemetaan jaringan organisasi teroris di dalam negeri yang terkait dengan ISIS, lalu pemetaan pendanaan jaringan teroris, kemudiaan pemetaan risiko pendanaaan teroris dan pemetaan foreign terrorist fighter (militan teroris internasional) serta rekomendasi," jelas Kiagus.
Lebih lanjut Kiagus menjelaskan, PPATK bekerjasama dengan BNPT mengidentifikasi aliran dana terduga teroris hingga nominal terkecil.
"Uangnya ini kecil. Nanti akan kita amati. Biasanya tidak banyak-banyak. Paling tinggi 1.000 dolar Amerika. Tapi dia mengalir terus. Kita punya ciri-cirinya yang kemungkinan akan digunakan untuk kegiatan teroris. Uang yang masuk itu pada akhirnya bermuara ke rekening tertentu. Kecil-kecil, 100, 500, dan 1000 dolar Amerika. Misalnya bermuara ke si X, nah si X ini yang kemudian namanya ada di data dari BNPT. Sehingga kita mudah mengidentifikasi dana ini untuk apa," kata Kiagus. [aw/uh]