Busro Muqodas akhirnya terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalahkan empat pimpinan KPK lainnya. Dalam voting Komisi Hukum DPR hari Kamis, Busro mengantongi 43 suara, disusul Bibit Samad Rianto (10 suara) dan Muhammad Yasin (dua suara). Sedangkan Chandra M.Hamzah dan Haryono Umar tidak mendapatkan dukungan.
Sebelumnya Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum ini memilih Busro Muqodas sebagai salah satu pimpinan KPK menggantikan Antasari Azhar. Busro menyingkirkan Bambang Wijayanto lewat pemungutan suara. Dalam proses pemilihan yang dihadiri oleh 55 anggoto Komisi III DPR, Mantan Ketua Komisi Yudisial itu mendapatkan dukungan 34 anggota sementara Bambang Wijayanto memperoleh dukungan 20 anggota dan satu abstain.
Sejumlah fraksi mengatakan sudah sejak awal mengarahkan pilihan kepada Busro dalam proses pemilihan ini. Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan mengungkapkan PDI Perjuangan secara bulat memilih Busro sebagai ketua KPK karena Mantan Ketua Komisi Yudisial itu dinilai memiliki program yang sangat baik yang dibutuhkan oleh KPK saat ini.
"Karena beberapa hal yang disampaikan oleh pak Busro walaupun tidak terlalu menggebu-gebu seperti pak Bambang, roadmapnya jelas. Pertama bahwa sinergitas antara penegak hukum. Kedua bahwa kasus-kasus korupsi yang besar-besar yang akan menjadi tujuan utama dari KPK. Kemudian ketiga beliau juga menjanjikan soal kasus Bank Century serta melakukan keempat supervisi terhadap kasus Gayus Tambunan," ungkap Trimedya Pandjaitan.
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengesahkan terpilihnya Busro Muqodas sebagai pimpinan KPK menggantikan Antasari Azhar, dan itu artinya masa satu tahun untuk meneruskan sisa jabatan Antasari saja.
Benny K. Harman berharap agar Busro Muqodas dapat memberikan energi baru kepada KPK agar kedepannya KPK lebih memiliki agenda yang lebih jelas untuk pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) kedepan itu dititikberatkan pada upaya pencegahan, dengan tujuan pokok untuk mengembalikan keuangan Negara bukan semata-mata pendekatan represif, pendekatan penghukuman. Sebab menurut kami pendekatan represif terbukti tidak hanya di Indonesia yang gagal tetapi juga di negara-negara yang memiliki KPK ternyata tidak efektif untuk menekan angka tindak pidana korupsi," kata Benny Harman.
Sementara itu, Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menyayangkan keputusan Komisi III DPR yang hanya memberikan masa kerja Busro Muqodas selama satu tahun sebagai ketua KPK.
"Kalau yang terjadi hari ini, kalau berdasarkan Undang-undang bukan demikian, seharusnya mereka memulai kepemimpinan ini dengan kilometer nol, mulai dari saat ini memimpin baru berakhir 4 tahun kemudian," jelas Donal Fariz.
Donal Fariz mengatakan Busro Muqodas harus segera menuntaskan penanganan sejumlah kasus besar seperti kasus Gayus Tambunan dan pemilihan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang melibatkan sejumlah politisi di DPR.