Utusan khusus China untuk urusan Asia bertemu dengan dua kelompok pasukan etnis hari Selasa (14/3), dalam upaya memadamkan pertempuran di sepanjang perbatasan Myanmar-China.
Pertempuran baru-baru ini di wilayah Kokang di Myanmar Utara Negara Bagian Shan, dekat wilayah China, telah menewaskan puluhan orang, mungkin lebih banyak lagi dan menyebabkan sejumlah pengungsi melarikan diri melintasi perbatasan.
Dalam perundingan di Kunming, ibukota Provinsi Yunnan, China, Sun Guoxiang bertemu dengan Laskar negara bagian Wa atau UWSA, kelompok etnis bersenjata terbesar, Selasa pagi sebelum bertemu dengan anggota Aliansi Utara. Itu termasuk Laskar Arakan (AA), Kokant atau Laskar Aliansi Nasional Demokrat Myanmar (MNDAA), Laskar Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) dan Laskar Kemerdekaan Kachin (KIA).
Kolonel Laskar Arakan, Nyo Tun Aung mengatakan kepada VOA, Sun mendesak diakhirinya pertempuran yang menyebabkan ketidakstabilan di sepanjang perbatasan Tiongkok.
Kelompok-kelompok yang bertemu dengan Sun telah mendesak China dan PBB untuk ikut dalam proses perdamaian internal yang diawasi oleh pemimpin de facto Myanmar, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi ingin membawa semua kelompok etnis bersenjata ke dalam proses perdamaian yang disponsori pemerintah melalui penandatanganan perjanjian gencatan senjata nasional. Tak satu pun dari kelompok yang menghadiri pertemuan hari Selasa telah menandatangani perjanjian.
Kekhawatiran China tentang pertempuran muncul karena dikhawatirkan akan mengganggu proyeknya yang bernama "One Belt, One Road", untuk meningkatkan akses ke pasar dunia. Bagian dari proyek prasarana bernilai miliaran dolar itu akan melintasi Myanmar untuk mencapai pelabuhan samudera di Lautan Hindia. Pertempuran di wilayah Kokang antara laskar-laskar etnis dan militer Myanmar mengganggu rencana itu. [ps/isa]