Co-pilot Germanwings yang menurut penyelidik dengan sengaja menjatuhkan pesawatnya, menewaskan 150 orang, khawatir dengan "masalah kesehatan" yang akan menghancurkan impiannya dan berjanji suatu hari ia akan melalukan sesuatu yang "mengubah seluruh sistem," ujar seorang mantan pacarnya kepada surat kabar Jerman.
Kathrin Goldbach, 26 tahun, ​dikutip oleh harian Jerman Bild pada edisi hari Sabtu, mengatakan Andreas Lubitz mengatakan kepadanya, "Suatu hari saya akan melakukan sesuatu yang akan mengubah seluruh sistem, dan semua orang akan tahu nama saya dan ingat."
Surat kabar Bild memberitakan Goldbach dan Lubitz memutuskan hubungan mereka baru dua pekan lalu, saat Goldbach mendapati ia hamil.
Jaksa penuntut di Perancis mengatakan Lubitz, 27 tahun, menjatuhkan pesawat setelah mengunci kapten pesawat di luar kokpit. Penegak hukum Jerman menemukan surat dokter yang menunjukkan bahwa Lubitz menderita gangguan medis yang membuatnya tidak layak terbang pada hari pesawat jatuh. Media Jerman melaporkan Lubitz menderita depresi.
Rumah Sakit Universitas Duesseldorf mengatakan Jumat bahwa Lubitz menjadi pasien di RS tersebut selama dua bulan terakhir dan terakhir mengunjungi RS untuk sebuah evaluasi diagnosis pada 10 Maret. Rumah sakit tidak dapat memberi rincian data pasien, tapi membantah laporan bahwa Lubitz dirawat karena depresi.
Gangguan penglihatan
The Wall Street Journal melaporkan Sabtu bahwa Lubitz diperiksa atas gangguan mata yang kemungkinan mempengaruhi kemampuan untuk menerbangkan pesawat, namun mengatakan bahwa tidak jelas apakah gangguan tersebut begitu serius hingga dokter menganggapnya tidak layak terbang.
Germanwings, yang berada di bawah maskapai induk Lutfhansa, menolak berkomentar apakah mereka menyadari gangguan kesehatan yang diderita Lubitz. Lubitz bergabung dengan Lufthansa pada 2013, dan lulus serangkaian pemeriksaan medis.
Menurut sebuah laporan online oleh CNN, Lubitz lolos ujian medis untuk resertifikasi tahunan sebagai pilot pada musim panas 2014.
Para pakar penerbangan mengatakan berbagai ujian tersebut memang ketat tapi lebih berfokus pada kesehatan fisik. Kesehatan jiwa pilot biasanya diperiksa hanya sekali, sebelum maskapai memutuskan apakah yang bersangkutan dapat menjalani program pelatihan. Dengan itupun, mudah bagi calon pilot untuk menyembunyikan adanya gangguan jiwa.
Lufthansa mengumumkan Jumat bahwa maskapai ini akan menerapkan peraturan baru yang mengharuskan dua awak pesawat untuk berada di kokpit setiap saat. Badan keamanan penerbangan Eropa merekomendasikan semua maskapai untuk menerapkan standar yang sama.
Amerika Serikat telah lebih dahulu menerapkan peraturan tersebut sejak serangan 11 September 2001. Seorang kru harus masuk ke kokpit jika salah seorang dari kedua pilot harus keluar, seperti misalnya bila menggunakan kamar kecil.
Mengenang para korban
Sementara itu, sebuah upacara digelar Sabtu di kota Digne-les-Bains untuk menghormati para korban jatuhnya pesawat Germanwings. Sekitar 200 orang, termasuk keluarga, saudara dan kerabat korban, menghadiri misa yang dipimpin oleh Uskup Agung Digne, Jean-Philippe Nault.
Max Pignede, seorang hadirin berucap, "Biarkan keluarga dan kerabat korban menemukan pelipur lara dalam kasih sayang Tuhan."
Polisi belum interogasi keluarga
Sementara itu, pendeta gereja Lutheran di kota asal Lubitz, Montabour, mengatakan komunitas di kota kecil tersebut bersimpati pada Lubitz dan keluarganya, walaupun hasil penyelidikan menempatkan Lubitz sebagai pelaku yang menjatuhkan pesawat, menewaskan 150 orang.
"Untuk kami, sulit untuk menerima bahwa satu-satunya korban dari Montabaur menjadi tersangka penyebab tragedi ini - walaupun ini belum dikonfirmasi tapi banyak yang mengindikasikan - dan kami harus menghadapi ini," ujar pendet Michael Dietrich.
Ia berbicara dengan kantor berita AP setelah mengadakan kebaktian Minggu untuk memperingati para korban jatuhnya pesawat. "Co-pilot, keluarganya menjadi bagian komunitas kami, dan berada di samping mereka dan kami rangkul mereka dan tidak akan menyembunyikan ini," katanya. Ia mengatakan belum ada kontak langsung dengan keluarga Lubitz saat ini, tapi percaya mereka menerima bantuan dengan baik.
Penyelidik Perancis belum menginterogasi keluarga Lubitz "atas dasar kepatutan dan rasa hormat atas penderitaan mereka," ujar jaksa penuntut Marseilles Brice Robin.