JAKARTA —
Debat terus berlanjut terkait rencana pemerintah meluncurkan program mobil murah – sekitar Rp 90 juta satu unit – dan ramah lingkungan atau low cost green car. Rencana ini menurut pemerintah pusat, terutama Kementerian Perindustrian, merupakan strategi untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri.
Namun rencana tersebut ditentang oleh sejumlah kepala daerah, diantaranya Gubernur Jakarta Joko Widodo, atau Jokowi dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang menilai kebijakan mobil murah hanya akan menambah kemacetan.
Jokowi mengatakan baru-baru ini bahwa yang seharusnya dilakukan saat ini adalah memperbaiki transportasi massal, karena masyarakat membutuhkan transportasi yang nyaman, aman dan murah.
Sekarang ini, tambah Jokowi, pihaknya sedang berupaya mengatasi kemacetan di Jakarta, salah satunya dengan mendatangkan 1.000 bus baru ke ibukota pada November ini.
Jokowi mengatakan telah mengirim surat kepada Wakil Presiden Boediono perihal penolakannya itu. Ia menambahkan kebijakan pemerintah mengeluarkan izin mobil murah tidak sesuai dengan semangat pemeritah menyediakan transportasi massal seperti kereta bawah tanah, monorel, dan menambah unit bus Trans Jakarta.
“Karena kita dikejar untuk menyiapkan fasilitas infrastruktur, selesai ini, selesai itu tapi kemudian datang mobil murah,” ujarnya.
“Sekali lagi mobil murah itu nggak bener. Yang bener itu transportasi yang murah, sudah. Lihat saja pelaksanaanya, siapa yang paling banyak beli, di Jabodetabek atau di tempat-tempat lain,” ujarnya.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan pertumbuhan kendaraan di jalanan Jakarta setiap tahunnya bertambah hampir 11,3 persen, sementara perkembangan ruas jalan hanya 0,01 persen per tahun.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan program mobil murah yang dikeluarkan pemerintah justru berpotensi menambah masalah baru bagi transportasi di Indonesia.
Azas menambahkan, pernyataan pemerintah yang menyebutkan tidak boleh menghalangi masyarakat untuk memiliki mobil, juga dinilai sebagai pernyataan yang menyesatkan bagi masyarakat. Menurutnya, kebijakan mobil murah juga kontraproduktif dengan upaya mengajak masyarakat menggunakan moda transportasi massal.
“Ini tidak sesuai dengan kebutuhan keadaan terutama kalau dikaitkan dengan kebutuhan kota Jakarta saat ini, bukan mobil murah yang dibutuhkan tetapi seharusnya yang dibuat pemerintah bis murah,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago mengatakan, rencana pemerintah memberi izin penjualan mobil murah ramah lingkungan merupakan kebijakan salah. Ia menilai pemerintah tidak konsisten antara tujuan pengadaan mobil murah adalah untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, namun di sisi lain mobil murah tidak diizinkan menggunakan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
“Ini bertentangan dengan janji pemerintah pusat sebelumnya mengurangi kemacetan Jakarta, mengurangi kendaraan pribadi. Masyarakat kalau bicara butuh, itu butuh transportasi yang lancar, efisien, tapi karena pemerintah tidak menyediakan prasarana yang cukup, sarana yang layak maka punya sepeda motor bagi sebagian besar orang terpaksa. Punya mobil murah itu menjadi suatu pilihan yang terpaksa,” ujarnya.
Beberapa warga Jakarta yang diwawancara VOA memberikan pernyataan yang beragam.
“Kalau saya pribadi, transportasi murah jauh lebih hemat. Jakarta sudah macet, kalau tambah mobil murah, tambah penggunanya, bagaimana dengan jalanan kita, tambah lama nanti kita perjalanannya,” ujar seorang perempuan bernama Ina.
“Lebih enak punya trasnsportasi sendiri sih yah karena transportasi umum juga belumbaik. Semakin trasportasi murah semakin terjangkau dan semakin enak mobilenya,” ujar seorang pria bernama Andri.
Komponen Lokal
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS. Hidayat mengatakan, pemerintah akan mengizinkan distribusi mobil murah ke berbagai wilayah di Indonesia sehingga ia tidak setuju jika keberadaan mobil murah dinilai akan membuat lalu lintas kota Jakarta bertambah padat.
“Nggak terkonsentrasi di suatu kota tertentu atau provinsi tertentu. Nanti dengan produsennya kita ajak bicara, kalau dari 33 provinsi katakanlah 10 kota ada traffic jam, sekian provinsi yang lain kan tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Industri Unggulan berbasis teknologi tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi justru menilai dengan adanya produsen mobil murah di Indonesia akan mendukung industri komponen lokal yang juga dapat membantu produsen lokal.
“Kita persyaratkan semuanya harus memakai komponen dalam negeri sehingga pada intinya membangun sebuah industri otomotif tidak bisa dalam semalam. Jika industri komponen kuat maka mobil-mobil merek lain bisa menggunakan itu,” ujarnya.
Saat ini tiga produsen mobil menyatakan sanggup memproduksi mobil murah ramah lingkungan dengan harga sekitar Rp 90 juta. Dari tiga produsen tersebut ditargetkan sekitar 10 ribu unit mobil murah per bulan akan diproduksi.
Menteri Perhubungan E.E Mangindaan mengatakan sebaiknya mobil murah tidak cepat dijual ke masyarakat sebelum infrastruktur jalan memadai. Pemerintah ditambahkan Menteri Mangindaan, saat ini sedang berupaya membuat jumlah kendaraan dan kebutuhan ruas jalan berimbang dan layak untuk keselamatan.
“Jangan nanti disalahkan kita terlalu obral. Itu kemajuan teknologi yang bagus karena termasuk yang energinya low green, eco green dan sebagainya, bagus sekali. Tetapi kalau macet terus...jangan sampai terlalu cepat di penjualannya,” ujarnya.
Menteri Koordinasi bidang Perekonomian Hatta Rajasa meminta seluruh pihak mendiskusikannya dengan baik dan terbuka. Yang harus diingat menurut Menko, Hatta Rajasa pemerintah akan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Pak Jokowi memberi masukan itu didengarkan, tentu ada sisi baiknya sebagai gubernur dia capek ngurusin jalan yang macet luar biasa seperti ini. Menteri Perindustrian tidak hanya berpikir cuma Jakarta, dia berpikir orang Papua juga pengen punya mobil, orang dari Kalimantan juga pengen punya mobil, jalannya ada mobilnya cuma satu-dua yang lewat. Menteri Perindustrian berpikir dari sisi itu, jadi jangan dipertentangkan, semuanya baik,” ujarnya.
Namun rencana tersebut ditentang oleh sejumlah kepala daerah, diantaranya Gubernur Jakarta Joko Widodo, atau Jokowi dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang menilai kebijakan mobil murah hanya akan menambah kemacetan.
Jokowi mengatakan baru-baru ini bahwa yang seharusnya dilakukan saat ini adalah memperbaiki transportasi massal, karena masyarakat membutuhkan transportasi yang nyaman, aman dan murah.
Sekarang ini, tambah Jokowi, pihaknya sedang berupaya mengatasi kemacetan di Jakarta, salah satunya dengan mendatangkan 1.000 bus baru ke ibukota pada November ini.
Jokowi mengatakan telah mengirim surat kepada Wakil Presiden Boediono perihal penolakannya itu. Ia menambahkan kebijakan pemerintah mengeluarkan izin mobil murah tidak sesuai dengan semangat pemeritah menyediakan transportasi massal seperti kereta bawah tanah, monorel, dan menambah unit bus Trans Jakarta.
“Karena kita dikejar untuk menyiapkan fasilitas infrastruktur, selesai ini, selesai itu tapi kemudian datang mobil murah,” ujarnya.
“Sekali lagi mobil murah itu nggak bener. Yang bener itu transportasi yang murah, sudah. Lihat saja pelaksanaanya, siapa yang paling banyak beli, di Jabodetabek atau di tempat-tempat lain,” ujarnya.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan pertumbuhan kendaraan di jalanan Jakarta setiap tahunnya bertambah hampir 11,3 persen, sementara perkembangan ruas jalan hanya 0,01 persen per tahun.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan program mobil murah yang dikeluarkan pemerintah justru berpotensi menambah masalah baru bagi transportasi di Indonesia.
Azas menambahkan, pernyataan pemerintah yang menyebutkan tidak boleh menghalangi masyarakat untuk memiliki mobil, juga dinilai sebagai pernyataan yang menyesatkan bagi masyarakat. Menurutnya, kebijakan mobil murah juga kontraproduktif dengan upaya mengajak masyarakat menggunakan moda transportasi massal.
“Ini tidak sesuai dengan kebutuhan keadaan terutama kalau dikaitkan dengan kebutuhan kota Jakarta saat ini, bukan mobil murah yang dibutuhkan tetapi seharusnya yang dibuat pemerintah bis murah,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago mengatakan, rencana pemerintah memberi izin penjualan mobil murah ramah lingkungan merupakan kebijakan salah. Ia menilai pemerintah tidak konsisten antara tujuan pengadaan mobil murah adalah untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, namun di sisi lain mobil murah tidak diizinkan menggunakan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
“Ini bertentangan dengan janji pemerintah pusat sebelumnya mengurangi kemacetan Jakarta, mengurangi kendaraan pribadi. Masyarakat kalau bicara butuh, itu butuh transportasi yang lancar, efisien, tapi karena pemerintah tidak menyediakan prasarana yang cukup, sarana yang layak maka punya sepeda motor bagi sebagian besar orang terpaksa. Punya mobil murah itu menjadi suatu pilihan yang terpaksa,” ujarnya.
Beberapa warga Jakarta yang diwawancara VOA memberikan pernyataan yang beragam.
“Kalau saya pribadi, transportasi murah jauh lebih hemat. Jakarta sudah macet, kalau tambah mobil murah, tambah penggunanya, bagaimana dengan jalanan kita, tambah lama nanti kita perjalanannya,” ujar seorang perempuan bernama Ina.
“Lebih enak punya trasnsportasi sendiri sih yah karena transportasi umum juga belumbaik. Semakin trasportasi murah semakin terjangkau dan semakin enak mobilenya,” ujar seorang pria bernama Andri.
Komponen Lokal
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS. Hidayat mengatakan, pemerintah akan mengizinkan distribusi mobil murah ke berbagai wilayah di Indonesia sehingga ia tidak setuju jika keberadaan mobil murah dinilai akan membuat lalu lintas kota Jakarta bertambah padat.
“Nggak terkonsentrasi di suatu kota tertentu atau provinsi tertentu. Nanti dengan produsennya kita ajak bicara, kalau dari 33 provinsi katakanlah 10 kota ada traffic jam, sekian provinsi yang lain kan tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Industri Unggulan berbasis teknologi tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi justru menilai dengan adanya produsen mobil murah di Indonesia akan mendukung industri komponen lokal yang juga dapat membantu produsen lokal.
“Kita persyaratkan semuanya harus memakai komponen dalam negeri sehingga pada intinya membangun sebuah industri otomotif tidak bisa dalam semalam. Jika industri komponen kuat maka mobil-mobil merek lain bisa menggunakan itu,” ujarnya.
Saat ini tiga produsen mobil menyatakan sanggup memproduksi mobil murah ramah lingkungan dengan harga sekitar Rp 90 juta. Dari tiga produsen tersebut ditargetkan sekitar 10 ribu unit mobil murah per bulan akan diproduksi.
Menteri Perhubungan E.E Mangindaan mengatakan sebaiknya mobil murah tidak cepat dijual ke masyarakat sebelum infrastruktur jalan memadai. Pemerintah ditambahkan Menteri Mangindaan, saat ini sedang berupaya membuat jumlah kendaraan dan kebutuhan ruas jalan berimbang dan layak untuk keselamatan.
“Jangan nanti disalahkan kita terlalu obral. Itu kemajuan teknologi yang bagus karena termasuk yang energinya low green, eco green dan sebagainya, bagus sekali. Tetapi kalau macet terus...jangan sampai terlalu cepat di penjualannya,” ujarnya.
Menteri Koordinasi bidang Perekonomian Hatta Rajasa meminta seluruh pihak mendiskusikannya dengan baik dan terbuka. Yang harus diingat menurut Menko, Hatta Rajasa pemerintah akan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Pak Jokowi memberi masukan itu didengarkan, tentu ada sisi baiknya sebagai gubernur dia capek ngurusin jalan yang macet luar biasa seperti ini. Menteri Perindustrian tidak hanya berpikir cuma Jakarta, dia berpikir orang Papua juga pengen punya mobil, orang dari Kalimantan juga pengen punya mobil, jalannya ada mobilnya cuma satu-dua yang lewat. Menteri Perindustrian berpikir dari sisi itu, jadi jangan dipertentangkan, semuanya baik,” ujarnya.