Penduduk Irak turun ke jalan-jalan hari Rabu (30/10) memprotes tingginya tingkat pengangguran, kurangnya layanan publik dan adanya korupsi dalam pemerintahan.
Sebagian pengamat mengatakan, aksi-aksi demonstrasi itu, yang telah menewaskan sedikitnya 250 orang dalam beberapa minggu terakhir, bisa memicu pembaharuan ekonomi yang sangat diperlukan di negara kaya minyak yang berpenduduk 40 juta orang itu.
Kendati kekayaan minyak yang berlimpah, banyak warga Irak hidup dalam kemiskinan dan tidak bisa mendapat layanan publik yang mendasar, sejak negara itu berusaha pulih dari perang saudara dan perang melawan ISIS.
Kira-kira tujuh juta rakyat Irak dilaporkan hidup dibawah garis kemiskinan dan Bank Dunia mengatakan pengangguran di kalangan orang muda mencapai 25 persen.
Kata para analis, korupsi, salah urus perekonomian dan pengeluaran yang tidak terkontrol telah memusnahkan harapan rakyat untuk bisa menikmati kemakmuran. Peningkatan pengeluaran pemerintah yang besar juga belum menciptakan lapangan kerja, walaupun perekonomian tahun ini diperkirakan akan naik dengan 3,4 persen.
Analis Anthony Pfaff dari Dewan Atlantik dan U.S. Army College mengatakan tidak ada cara yang cepat untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan layanan publik dalam waktu dekat ini. kata Pfaff lagi, kalau Irak serius akan mengadakan pembaharuan dan mengurangi pemborosan, kemungkinan Irak perlu mendapat bantuan dari Bank Dunia, negara-negara Teluk Persia, Amerika ataupun PBB.
Permulaan bulan ini, kabinet Irak mengumumkan rencana pembaharuan ekonomi sebagai tanggapan atas kemarahan para demonstran. Aksi-aksi unjuk rasa itu adalah tantangan besar bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi, sejak ia berkuasa tahun lalu. (ii/jm)