Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah langsung 2017diwarnai dinamika dengan munculnya kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka salah seorang calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama non-aktif itu menegaskan dirinya tak hendak melecehkan ayat suci Alquran dalam pidato yang disampaikan pada Rabu (30/9) di Kepulauan Seribu.
Beberapa organisasi masyarakat , Jumat (4/11) menurunkan puluhan ribu orang melakukan aksi di Jakarta mendesak Polri menahan Ahok. Penyidik Polri pada Rabu (16/11) kemudian menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus ini.
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada VOA dan lima jurnalis media asing di Rumah Lembang Jakarta, Kamis (17/11) memastikan menerima penetapan status tersangka kasus penistaan agama oleh penyidik Polri. Namun, Ahok menegaskan dirinya tidak ikhlas jika negara dikuasai oleh orang-orang yang ingin merusak kesatuan bangsa.
"Ya kaget sih engga ya. Kenapa mesti kaget gitu lho. Menurut saya, saya seharusnya ga jadi tersangka. Saya ga ada niat menista agama kok. Tapi ya sudahlah, ini memang suasana politik. Jalani saja di pengadilan. Kalau menurut saya ini bukan bicara hukum. Tapi kalau polisi memutuskan yang terbaik seperti itu ya saya ikut saja. Kan saya sudah bilang, kalau memang ingin menegakkan NKRI ini saya harus dipenjara, saya ikhlas. Tapi saya tidak ikhlas negara ini dikuasai oleh orang-orang yang ingin membongkar empat pondasi. Empat pondasi ini dibayar bukan hanya dengan keringat darah tapi juga dengan nyawa lho. Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Saya ga ikhlas kalau orang mau bongkar-bongkar pondasi," kata Ahok.
Ahok mengaku tidak tahu apakah ada kekuatan politik yang menggerakkan aksi unjuk rasa yang mendesak penahanan dirinya. Hanya saja Ahok yakin warga asli Jakarta masih menghendaki dirinya menjadi gubernur. Hal itu terbukti dengan kunjungannya langsung ke masyarakat Jakarta. Bahkan menurutnya di beberapa daerah warga asli Jakarta mengusir orang-orang luar wilayah yang mencoba untuk menghalangi dirinya berkampanye.
"Saya ga tahu. Bagi saya sederhana saja lah. Masyarakat kita kan tidak bodoh. Kalau orang Jakarta mau demo, ga perlu kirim orang dari luar kota saya kira karena di Jakarta ini yang tercatat memiliki KTP 10 juta orang. Kalau sepuluh persen marah sama saya (berarti) satu juta orang kan? Kalau saya turun ke lapangan, menolak saya ga yang Muslim? Itu cuma dia bangun opini saja bahwa ada yang menolak. Saya waktu itu datang ada satu orang pemuda naik motor melototin saya trus saya salami. Dia bilang, “saya ingetin bapak ya, jangan menista agama saya.” Saya bilang, saya kapan menista agama Anda? Itu kan tuduhan orang. Trus ibu-ibu datang dan mereka bilang, “eh itu bukan orang sini ya, jangan bikin ngaco,” jelas Ahok.
Isu Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan (SARA) menurut Ahok selalu digunakan sejak dirinya berpolitik pada 2003, khususnya ketika ia menjadi calon Bupati di Kabupaten Belitung Timur. Isu ini kembali dihembuskan pada saat pencalonan dirinya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo pada 2012.
"Kalau cuma teriak-teriak sih saya sudah biasa. Saya kan berpolitik sejak 2003. Pola permaian SARA ini persis dilakukan sudah sejak 2003, ngadu domba SARA. Kalau kamu ga percaya gini. Untuk mengempeskan suaranya, Jokowi diisukan turunan China, pakai nama China dan Katolik. Kenapa? Karena ini dianggap bisa untuk menurunkan suara. Maka bagi saya, kita jalan saja. Kita cuma butuh 50 persen plus satu," imbuh Ahok.
"Kalian akan lihat hasil kerja saya. Saya yakin semua manusia punya hati nurani. Kamu ketemu saya ngomong bisa tahu kok, saya penghujat agama atau penista agama apa bukan. Itu kan bayangan orang buat fitnah.Kalau engga bagaimana saya bisa punya teman-teman Muslim yang begitu baik membela saya?," imbuhnya.
Ahok berharap pemerintah, khususnya TNI dan Polri, bisa bersikap tegas dalam menghadapi kelompok manapun yang ingin menumbangkan pemerintahan dengan menggunakn isu-isu SARA.
"Kamu kira gampang jatuhin pemerintah kalau rakyat tidak ikut? Tergantung TNI dan Polri berani tidak mempertahankan negara ini? Kan kita semua sudah sepakat menggunakan pemilu untuk mengganti pemerintah," tambah Ahok.
Meski dirinya diterpa isu penistaan agama dengan status tersangka yang disandangnya, Ahok memastikan tetap melakukan proses kampanye. Bertemu langsung dengan warga Jakarta, Ahok menggunakan pola masyarakat datang menemui dirinya dan program blusukan ke kampung-kampung Jakarta.
"Kita tetap kampanye. Kita kan tidak mungkin mendatangi ke semua titik. Ini sebenarnya sudah kebiasaan sejak saya menjadi Bupati di Belitung Timur. Jadi jauh lebih gampang orang yang punya keperluan datang ke saya. Jadi saya putuskan di rumah Lembang saja. Jadi mulai jam 10.00 kita buka," jelas Ahok. [aw/lt]