Empat tahun sudah pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjalan, namun belum ada satu pun kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, seperti kasus Semanggi I dan II serta perkara Munir, diselesaikan. Padahal penuntasan sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk peristiwa 1965/1966, menjadi salah satu janji kampanye pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Suciwati, janda mendiang aktivis HAM Munir, barsama keluarga pelanggaran HAM lainnya sudah empat tahun berdemonstrasi di depan istana kepresidenan, tapi baru hari Kamis (31/5) lalu mereka dipersilakan bertemu Presiden Joko Widodo dalam istana.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Desmond Junaidi Mahesa meragukan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu .
Baca juga: Komisaris Tinggi HAM PBB Desak Indonesia Adili Pelaku Pelanggaran HAM
Desmond mencontohkan kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir, di mana pemerintah menurutnya hingga saat ini tidak mematuhi keputusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memerintahkan untuk membuka dokumen hasil investigasi tim pencari fakta kasus Munir.
Pemerintah beralasan pihaknya tidak menyimpan dokumen tersebut meski tim pencari fakta sudah menyerahkan ke sekretariat negara.
Menurut politikus dari Partai Gerakan Indonesia Raya ini, Presiden Joko Widodo harus membentuk tim khusus untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sebagai bagian dari konsensus nasional.
"Pidana tidak menyelesaikan masalah. Perlu kearifan-kearifan agar luka-luka bangsa ini tidak terulang lagi. Ini kan pelanggaran HAM, bukan pidana. Pelanggaran HAM yang harus dilihat adalah tanggung jawab negara melindungi warga negaranya. Kenapa ini jadi masalah HAM? Agar peristiwa ini tidak terjadi lagi," kata Desmond.
Desmond melihat sebagai suatu keanehan Presiden Joko Widodo baru menerima peserta Aksi Kamisan pekan lalu setelah dirinya empat tahun menjabat. Meski begitu, ini untuk kali pertama peserta Aksi Kamisan diterima presiden sejak protes damai ini digelar pada 2007.
Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Wawan yang terbunuh dalam Tragedi Semanggi I, menjelaskan dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, para keluarga korban meminta Presiden memberi pengakuan memang benar pernah terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
"Permohonan kami agar Bapak Presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat, kasus-kasus yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM, yaitu Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, kerusuhan 13,14,15 Mei 1998, Talang Sari Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. Ini menjadi kewajiban jaksa agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan," tutur Sumarsih.
Juru bicara Kepresidenan Johan Budi S.P. mengatakan para keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut telah bertemu Presiden Joko Widodo dan telah menyampaikan sejumlah tuntutan mereka agar semua perkara tersebut dituntaskan.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan Wiranto segera menindaklanjuti pengaduan para keluarga korban tersebut. Namun, hingga laporan ini disusun belum jelas tindak lanjut yang akan dilakukan Menkopolhukam. [fw/em]