Pemberitaan mengenai kisruh yang terjadi terkait APBD DKI Jakarta menurut Haji Lulung sangat tidak berimbang. Dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (6/3), ia mengatakan saat ini posisi anggota DPRD DKI terpojok karena opini yang dibentuk oleh media kepada masyarakat bahwa anggota DPRD memang telah menyalahgunakan APBD.
“Karena media ada dua, ada media yang tidak substansi perjuangannya, tidak memberikan, membantu mencerdaskan bangsa, harusnya tetap ada di tengah, menjustifikasi seenaknya saja, giliran omongan kita yang blepotan tidak diedit, giliran omongan dia yang comberan diedit, ini kan tidak membantu mencerdaskan bangsa,” kata Haji Lulung.
Sementara menurut anggota DPRD DKI dari Partai Gerindra, Mohammad Sanusi, pemberitaan media yang mengesankan perseteruan semakin memanas sebaiknya tidak terus dimunculkan. Ia mengingatkan saat ini masih dalam tahap proses pengajuan anggaran untuk masuk kedalam beberapa pos anggaran dan bukan proses persetujuan APBD. Untuk itu ditegaskannya sebenarnya masih ada waktu untuk pembahasan dan dilakukan dengan suasana damai.
Dalam kesempatan sama, Sekjen Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran atau Fitra, Yenny Sucipto berpendapat, kisruh terkait APBD DKI Jakarta harus terus ditelusuri penyebabnya karena adanya transaksi atau sering disebut mafia anggaran patut dicurigai. Ia menegaskan, meski selama ini sulit membuktikan wujudnya, sesungguhnya mafia anggaran ada karena penyimpangan dalam realisasi anggaran sering terbukti.
“Penelitian-penelitian Fitra di hampir semua kabupaten kota yang terjadi transaksional antara eksekutif dan legislatif itu biasanya terjadi setelah pembahasan kebijakan umum anggaran, itulah sebenarnya usulan-usulan program. Kalau ternyata ada titipan-titipan program di luar kebijakan anggaran itu yang kita anggap bagian transaksional dilakukan oleh elit-elit politik. Kalau kita bilang bahwa bangunan oligarki korup itu terjadi, di beberapa kabupaten kota juga seperti itu karena bagunannya sudah lama, eksekutif, legislatif maupun dengan pengusaha hitam,” jelas Yenny.
Hal senada juga disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Ichsanuddin Noorsy. Maka dari itu menurutnya seharusnya Ahok menggunakan prosedur tepat.
“Ahok tidak mendayagunakan wewenagnya secara efektif, tidak berhadapan dengan kultur yang mustinya dia kembangkan dalam kepemimpinan dia, orang yang memberikan tauladan dalam kepemimpinan. Audit saja secara manajemen, auditnya jangan BPKP, auditnya audit BPK dengan pengawas independen, hampir semua tempat dinegeri ini dengan demokrasi transaksional,” tambah Ichsanuddin.