Tanzania bersiap untuk meluncurkan jaringan drone pemasok logistik terbesar di dunia di bulan Januari, dimana armada drone ini akan menjatuhkan parasut bermuatan persediaan darah dan obat-obatan dari angkasa untuk menyelamatkan nyawa.
Zipline, perusahaan AS asal California akan melakukan 2.000 pengiriman per harinya ke lebih dari 1.000 fasilitas kesehatan di negara yang berada di timur benua Afrika, termasuk persediaan darah, vaksin, serta obat-obatan anti malaria dan AIDS, setelah sebelumnya menuai keberhasilan dalam sebuah proyek dengan skala yang lebih kecil di Rwanda.
“Ini adalah langkah yang tepat,” ujar Lilian Mvule, 51 tahun, lewat telepon, sambil mengingat-ngingat saat ketika cucunya meninggal akiba malaria dua tahun yang lalu.
Ia membutuhkan pasokan darah golongan O dalam waktu singkat, yang saat itu tidak tersedia,” ujarnya kepada Thomson Reuters Foundation.
Malaria adalah pembunuh utama di Tanzania, dan anak balita acap kali membutuhkan transfusi darah ketika mereka mulai mengalami tekanan darah rendah yang disebabkan oleh malaria. Saat pasokan habis, dimana hal ini seringkali terjadi untuk jenis golongan darah yang langka, banyak nyawa yang tidak dapat terselamatkan.
Luas Tanzania lebih besar ketimbang Nigeria dan empat kali lebih besar dari Inggris, membuatnya sulit bagi pemerintah yang kekurangan dana tunai untuk memastikan klinik yang jumlahnya mencapai 5.000 lebih di negara itu, memiliki pasokan lengkap, khususnya di daerah pedesaan yang terpencil.
Drone dapat terbang dengan kecepatan 100 km/jam, jauh lebih cepat ketimbang menempuh jalan darat. Paket-paket berukuran kecil dijatuhkan dari angkasa dengan menggunakan parasut yang dapat diuraikan secara alami.
Pemerintah juga berharap dapat menyelamatkan nyawa ribuan wanita yang berpotensi mengalami kematian akibat pendarahan yang terus menerus setelah melahirkan.
Tanzania memiliki tingkat kematian tertinggi di antara ibu yang baru melahirkan, dengan rasio kematian 556 orang untuk setiap 100.000 proses melahirkan, sebagaimana ditunjukkan oleh data pemerintah.
“Ini adalah permasalahan yang dapat kita bantu pecahkan dengan pasokan lewat drone berdasarkan permintaan,” ujar CEO Zipline, Keller Rinaudo, dalam sebuah pernyataan. “Bangsa-bangsa Afrika menunjukkan kepada dunia cara melakukannya.”
Berbagai perusahaan di Amerika Serikat dan tempat lainnya sangat ingin untuk menggunakan drone untuk mengurangi waktu dan biaya pengiriman, namun ada hambatan yang berkisar antara tabrakan dengan pesawat hingga masalah keamanan dan daya tahan baterai.
Inisiatif ini juga bisa meredakan ketegangan antara pasien yang merasa frustrasi dengan para pekerja kesehatan.
“Kami selalu menuduh para perawat mencuri obat-obatan,” ujar Angela Kitebi, yang tinggal 40 kilometer sebelah timur Dodoma. “Kami tidak sadar bahwa obat-obatan itu tidak dapat mencapai kawasan ini tepat waktu karena kondisi infrastruktur jalan yang buruk.” [ww/au]