Kepala Subbidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika wilayah IV Makassar, Siswanto, mengingatkan perlunya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk mengurangi risiko bencana di sebagian Sulawesi Selatan akibat fenomena La Nina. BMKG dan beberapa pusat iklim memprediksi peluang La Nina Lemah hingga La Nina Moderat hingga Mei 2021.
Ditambahkannya, berdasarkan perkiraan hujan bulan Desember 2020 hingga Februari 2021, curah hujan di atas 500 milimeter berpeluang terjadi di Sulawesi Selatan bagian barat meliputi Kabupaten Barru, Pangkajene, Maros, Gowa, Takalar, sebagian Jeneponto, Luwu Utara dan Kota Makassar. Daerah-daerah itu rentan dengan bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, angin kencang dan tanah longsor yang dapat menghambat produksi pertanian, perkebunan, perikanan serta sektor transportasi dalam pendistribusian barang dan jasa.
“Memang musim hujan kali ini terutama di puncak musim penghujan di bulan Januari itu nanti, itu adalah di mana bulan yang berpotensi dan rentan terhadap bencana hidrometeorologi,” kata Siswanto saat menjadi narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Wahdah Peduli bertema Upaya Mitigasi dan Potensi Bencana di Wilayah Sulawesi Selatan, Minggu (22/11)
Dia merekomendasikan pelaku usaha di sektor pertanian dan perkebunan untuk meninjau ulang jadwal pola tanam pada daerah yang diperkirakan mendapat curah hujan diatas normal. Puncak musim hujan berpeluang terjadi di bulan Januari dan Februari 2021. Di bulan November ini umumnya para petani sudah melakukan panen yang biasanya akan dilanjutkan dengan pola tanam susul. Rekomendasi serupa juga disampaikan untuk sektor perikanan budidaya yang berada di pesisir pantai untuk tidak melakukan penebaran benih yang terlalu banyak.
“Yang tambaknya berada di wilayah pesisir kami sudah mengimbau bahwa daerah-daerah tersebut adalah daerah-daerah yang memang harus ditinggikan tanggul-tanggul tambaknya dan kemudian tidak kalah penting pembersihan-perbersihan saluran irigasi,” tambahnya.
Di sisi yang lain pemerintah daerah, menurutnya, perlu melakukan evaluasi ketersediaan pangan mengingat beberapa bulan ke depan kondisi cuaca dan iklim mengarah ke kategori ekstrem yang dapat mengakibatkan terganggunya distribusi arus barang dan jasa.
Perlu Meningkatkan Literasi Kebencanaan
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin, Adi Maulana, mengungkapkan upaya mitigasi atau pengurangan risiko bencana di Sulawesi Selatan juga perlu diiringi peningkatan literasi atau pengetahuan kebencanaan. Dia mencontohkan bagaimana anak-anak di Jepang yang sejak usia dini sudah diajarkan bagaimana merespon bencana gempa bumi melalui simulasi yang dilakukan secara berkala.
“Ini semua sudah dilakukan jauh sebelum terjadi bencana dan ini diulang-ulang terus sehingga ketika terjadi bencana mereka sudah tidak gagap, sekali lagi mereka tahu apa yang harus mereka lakukan,” jelasnya.
Menurutnya ada capaian penting oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang pada awal tahun ini telah mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 19 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Muatan Lokal Pendidikan Kebencanaan.
“Ini merupakan satu-satunya di Indonesia, kita akan menjadikan Sulawesi Selatan sebagai pilot project di mana kita akan membuat ada mata pelajaran pendidikan kebencanaan di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas),” jelas Adi.
Mata pelajaran pendidikan kebencanaan mengajarkan anak didik mengenai potensi bencana, upaya mitigasi, dan cara evakuasi. Dia berharap peraturan gubernur itu nantinya dapat diadopsi oleh kabupaten kota lainnya agar pendidikan kebencanaan juga dapat diterapkan lebih dini di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Menghadapi potensi curah hujan tinggi, menurutnya, masyarakat perlu secara rutin mengakses informasi prakiraan cuaca yang berasal dari BMKG.
“Kami juga melakukan sosialisasi bagaimana masyarakat itu kita stimulasi mereka untuk aware (sadar) terhadap yang namanya prakiraan cuaca terutama masyarakat-masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir bandang,” kata Adi Maulana.
Antisipasi Perebakan Covid-19
Endro Yudo Waryono, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan mengakui dalam masa pandemi Covid-19, penanganan dampak bencana harus mengantisipasi terjadinya penyebaran virus corona di lokasi pengungsian sementara.
“Terkait dengan pandemi Covid, itu terjadi di Masamba. Di satu sisi kita harus penerapan protokol kesehatan dalam rangka penanganan Covid, di sisi lain kami juga harus adakan base camp pengungsian, penampungan-penampungan korban banjir," kata Endro.
"Dua hal ini saling bertolak belakang. Kalau pandemi Covid jangan berkumpul kalau pengungsian kita berkumpul-kumpul seperti di –dalam- tenda,” kata lanjutnya.
Dia menjelaskan dalam penanganan dampak banjir bandang di Masamba, Luwu Utara pada Juli 2020 pihaknya memperbanyak jumlah tenda penampungan sehingga protokol kesehatan seperti jaga jarak dapat dilakukan. Di setiap tenda atau lokasi pengungsian juga disediakan fasilitas cuci tangan dan sabun dengan terus mengedukasi masyarakat untuk memakai masker. [yl/em]