Pandemi virus corona diperkirakan akan mendorong praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara masif di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada 14 April menyatakan, kemungkinan Indonesia akan memiliki 2,9 juta pengangguran baru. Skenario terburuknya, kata dia, bahkan bisa mencapai 5,2 juta orang.
Salah satu cara bagi mereka yang terkena PHK untuk bertahan hidup, adalah dengan mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dari BP Jamsostek. JHT dibayarkan pekerja dari potongan upah atau gaji setiap bulannya.
Namun, pandemi juga menambah rumit proses pengajuan klaim, kata Hery Susanto Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS).
“Ini beriring dengan waktu, gelombang PHK terus berjalan. Tapi pertanyaannya adalah, pada saat corona ini sayangnya BP Jamsostek menerapkan work from home. Di masa normal saja pengajuan klaim itu masih hambatan apalagi dengan hanya andalkan pola online atau drop box,” kata Hery.
Hery menyampaikan penilaian itu ketika menggelar diskusi daring dengan tema Adakah Tanggung Jawab Sosial BP Jamsostek di Tengah Pademik Covid-19? Narasumber diskusi ini beragam, mulai Sri Meliyana, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Boyamin Saiman, pengacara yang menggugat Perppu Covid-19 di MK, hingga Wagiyanto, perwakilan serikat pekerja dari Jawa Barat.
Hery menambahkan, BP Jamsostek mengelola dana yang sangat besar sebagai hasil iuran pekerja. Sudah sepantasnya, perusahaan ini memiliki tanggung jawab sosial pula terutama kepada para pekerja. Tidak hanya mempermudah klaim JHT, BP Jamsostek juga harus mengalirkan dana corporate social responsibility (CSR) khusus kepada para pekerja.
Bukan Bisnis Seperti Biasa
Sri Meliyana, Anggota DPR RI Komisi IX mengungkapkan, ini adalah saat yang paling tepat jika BP Jamsostek membicarakan tanggug jawab. Tidak hanya terkait kewajiban bisnis mereka, tetapi juga kepedulian sosial. Sebagai perusahaan pengelola dana pekerja, BP Jamsostek tidak secara langsung mengurus virus corona. Namun, tugas utama mereka justru menanggulangi dampak besar yang dialami kelompok pekerja.
“Jadi inilah waktunya mereka memperlihatkan kinerja, bahwa mereka memang melindungi para pekerja dan ini waktunya mereka mengembalikan pada pekerja apa yang selama ini dikumpulkan dari pekerja sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan. Jadi saya harap mereka tidak bekerja di rumah, tetapi standby di tempat masing-masing melaksanakan kewajiban mereka,” papar Meliyana.
Meliyana menilai, gelombang PHK saat ini adalah situasi luar biasa. BP Jamsostek diminta membuat terobosan baru untuk dapat melayani seluruh klaim di masa pandemi virus corona ini. Perusahaan tidak boleh menjalankan bisnis seperti biasa, dan mencari celah agar klaim dapat dicairkan lebih cepat.
Meliyana juga mengingatkan, tanggung jawab utama BP Jamsostek adalah para pekerja. Jika ada bantuan sosial, kelompok inilah yang harus didahulukan. Bukan hanya dari iuran para pejabatnya, bantuan sosial juga bisa diambilkan dari sumber lain sehingga lebih maksimal.
Komisi IX DPR RI, kata Meliyana, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi dan Dewas BP Jamsostek pada 28-29 April 2020. DPR menekankan perlunya BP Jamsostek membuat formula kebijakan yang memudahkan, karena dana JHT mampu menolong pekerja yang terkena PHK memenuhi kebutuhan pokok. Meliyana bahkan meminta kantor dibuka seperti biasa.
“Kami sudah menegur keras pihak BP Jamsostek agar tidak WFH (work from home, red), harusnya tetap berkantor dengan protokol COVID-19. Kami anggota parlemen saja tetap ngantor,” ujarnya.
Luncurkan Lapak Asik
BP Jamsostek sendiri sudah menerapkan strategi penanganan klaim di masa pandemi corona. Dalam keterangan resminya, perusahaan ini telah merilis protokol Lapak Asik, atau Pelayanan Tanpa Kontak Fisik. Caranya, klaim dapat dilakukan dengan mengirim seluruh berkas dengan memasukkan ke kotak khusus yang disediakan di seluruh cabang. Metode kedua adalah dengan mengajukan klaim secara online. Petugas BP Jamsostek yang kemudian akan melakukan verifikasi langsung via telpon ke peserta.
Sejak dibukanya layanan ini pada akhir Maret 2020, BP Jamsostek mencatat telah masuk 116.973 pengajuan klaim JHT yang dilakukan oleh peserta melalui Lapak Asik. BP Jamsostek mengingatkan, untuk memperlancar klaim, peserta harus melengkapi semua berkas sebelum diajukan. Data menunjukkan, setidaknya 29 persen klaim diajukan dengan syarat yang tidak lengkap sehingga menghambat pencairan.
Sementara untuk Triwulan I 2020, jumlah klaim JHT yang telah diajukan peserta BP Jamsostek mencapai 621.597 pengajuan. Dari jumlah itu, total dana yang dicairkan mencapai Rp 7,6 triliun. BP Jamsostek sendiri mengelola dana iuran pekerja hingga Rp 431,9 triliun pada akhir 2019 lalu.
Belum Ramah Pekerja
Pola kerja dari rumah di lingkungan BP Jamsostek juga dikritik pengacara Boyamin Saiman. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu kini sedang menggugat Perppu penanganan corona ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Boyamin, karena jenis layanan dan melihat kondisi yang ada, staf di lingkungan BP Jamsostek seharusnya tetap bekerja dari kantor.
“Apalagi ini BP Jamsostek yang justru seharusnya di garda depan melayani. Dan bisa melayani itu juga harusnya berada di kantor. Hakim MK saja ngantor kok, dan memastikan semua berjalan lancar,” kata Boyamin.
Sementara itu, Wagiyanto mewakili kelompok pekerja di Jawa Barat dalam diskusi mengatakan, klaim JHT secara online belum ramah bagi mereka.
“Lapak Asik online BP Jamsostek membingungkan pekerja dalam urus klaim JHT. Tidak ada sosialisasi dan edukasi ke pekerja, tolong agar pelayanan dipermudah, situasi normal sebelum corona saja sering bermasalah, apalagi hanya mengandalkan online,” ujarnya.
Pengaduan juga datang dari Malaysia. Arvin Thamrin Nasution, Ketua Korwil MP BPJS Malaysia mengatakan pekerja anggota BP Jamsostek di negara itu juga membutuhkan bantuan.
“Kami dari MP BPJS Malaysia, sekarang ini ada data 1.002 orang yang masih memerlukan bantuan makanan. Karena lockdown di Malaysia ini cukup ketat. Yang dibutuhkan ini bantuan, karena mereka ini juga pembayar iuran,” kata Arvin. [ns/ft]