Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mendorong pemerintah dan DPR mengatur pembentukan holding (induk usaha) BUMN dalam RUU tentang Badan Usaha Milik Negara. Menurutnya, aturan holding BUMN yang hanya diatur melalui peraturan pemerintah tidak kuat secara hukum. Sebab, aturan ini hanya diatur pemerintah tanpa melibatkan DPR.
"Padahal di dalam undang-undang dijelaskan bahwa DPR juga punya kewenangan untuk memberikan masukan dan mengawasi proses restrukturisasi BUMN," jelas Abra Talattov di Jakarta, Jumat (7/2).
Abra menambahkan ketiadaan payung hukum dalam bentuk undang-undang juga akan menyulitkan pemerintah dalam mengawasi anak-anak usaha BUMN. Terutama bagi anak usaha BUMN dan perusahaan turunannya yang mengalami kerugian. Karena itu, ia mengusulkan hubungan dan kewenangan induk BUMN dengan anak perusahaan diatur juga dalam Undang-undang BUMN yang baru nanti.
"Selama tidak diatur, selama itu pula pemerintah atau menteri BUMN hanya bisa mengeluh bahwa BUMN punya anak usaha dan cucu perusahaan. Tapi kan tidak bisa mengkontrol atau melarang secara langsung BUMN membuat anak usaha," tambahnya.
Abra menjelaskan dalam kurun 2015-2018, banyak BUMN yang belum beroperasi secara optimal. Itu terlihat dari 80 persen laba BUMN pada 2018 yang mencapai Rp188 triliun hanya disumbang dari sekitar 20 persen BUMN.
Abra berharap reformasi di internal Kementerian BUMN dapat mengangkat kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah pada tahun ini. Antara lain mulai dari perampingan kedeputian, pemilihan direksi dan komisaris melalui tim penilaian akhir.
Tenaga Profesional Kedeputian II Kantor Staf Presiden Yenny Sucipto mengatakan pemerintahan Jokowi kini sedang membangun sistem supaya operasional BUMN dapat transparan. Di samping itu, ia juga tidak hanya melihat kinerja BUMN dari faktor keuntungan. Sebab, kata dia, ada beberapa BUMN yang memang bekerja untuk pelayanan masyarakat,seperti PLN dan BUMN transportasi.
"Kuantitatif bicara soal kontribusi penerimaan kepada APBN. Baik devidennya rendah karena labanya tidak begitu tinggi, tapi kontribusi kualitasnya itu yang perlu dilihat. Umpamanya PLN bisa tidak memberikan kontribusi kesejahteraan," jelas Yenny Sucipto.
Yenny menambahkan lembaganya berupaya memastikan agar operasional dapat berjalan dengan transparan dan sesuai dengan konstitusi seperti yang diingin presiden Joko Widodo.
RUU tentang BUMN merupakan satu dari lima puluh RUU Prioritas untuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dalam Rapat Paripurna pada Januari lalu.
Kendati demikian, RUU tersebut tidak membahas spesifik soal holding BUMN, yang selama ini hanya diatur melalui peraturan pemerintah. Dari sisi pemerintah, pembentukan holding masih terus berlanjut pada era Menteri BUMN Erick Thohir. Beberapa holding BUMN yang sedang dibahas, yaitu holding BUMN Asuransi dan holding BUMN Hotel. [sm/lt/em]