Menteri Luar Negeri India, SM Krishna, mengakhiri pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok, Yang Jiechi, hari Kamis dengan himbauan untuk memperkuat kemitraan kerjasama strategis di antara kedua negara.
Ia mengatakan, “Kemitraan strategis itu perlu diperkuat, diperluas lebih jauh, dan harus lebih berarti.”
Yang Jiechi tidak menyampaikan komentar setelah pembicaraan itu. Namun, Khrisna mengatakan pembicaraan itu mendalam, dan tidak ada isu yang terlewatkan.
“Semua isu yang mungkin ada diangkat kapan pun dialog Tiongkok dan India diadakan, dan kami saling memahami posisi masing-masing,” ujar Menteri Luar Negeri India.
Krishna mengatakan data satelit India menegaskan, Tiongkok nampaknya tidak terlibat dalam kegiatan pengalihan air di hulu sungai yang mengaliri kedua negara yang bisa membahayakan pasokan air India pada masa mendatang.
Kekhawatiran mengenai sumber air adalah salah satu isu perselisihan yang sudah lama antara kedua negara yang bertetangga itu. India menentang posisi Tiongkok di PBB dengan mendukung kebijakan yang mengecam pelanggaran HAM di Suriah. Selain itu, sejak lama, India menerima pemimpin Tibet, Dalai Lama, dan pemerintahan Tibet terpilih yang disebut Tiongkok sebagai “kelompok separatis.” Isu itu khususnya peka dalam beberapa bulan terakhir, selagi demonstrasi dan aksi bakar diri meningkat di Tibet yang dikuasai Tiongkok.
Tiongkok memperingatkan India agar jangan ikut dalam eksplorasi minyak dengan negara-negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan, di mana Tiongkok mengklaim kedaulatan maritim. Sejak lama, Tiongkok juga mengklaim negara bagian India, Arunachal Pradesh, memasukkan wilayah itu dalam petanya sebagai “Tibet selatan.”
Tiongkok mengalahkan India dalam perang perbatasan tahun 1962, tetapi konflik bersenjata baru antara kedua negara itu nampaknya sangat tidak mungkin. Perdagangan bilateral meningkat pesat, karena kedua negara meraup 100 milyar dolar dalam tiga tahun.
Akhir bulan ini, India dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara BRICS, yaitu Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Negara-negara itu akan membahas masalah yang mereka hadapi bersama sebagai negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.