Setiap hari, seorang pengamen bernama Jamaluddin melompat ke satu bus dan memainkan gitarnya untuk mendapatkan beberapa ribu rupiah, dan berharap suatu hari nanti akan dilirik oleh perusahaan rekaman.
"Saya punya keinginan untuk menjadi musisi atau penyanyi terkenal, namun untuk mencapai hal itu sangat sulit. Satu kali rekaman saja sangat mahal," ujar Jamaluddin, yang juga dikenal sebagai "Zedi", kepada Reuters baru-baru ini.
Para musisi jalanan seperti Zedi telah kesulitan mencari uang di Jakarta sejak mengamen dilarang tahun 2007. Namun sekarang mereka mendapatkan bantuan dari perusahaan produksi musik yang dibentuk oleh sesama pengamen jalanan.
Institut Musik Jalanan (IMJ) mengatakan mereka adalah perusahaan produksi pertama di Indonesia yang menawarkan pelajaran musik, akses terhadap studio rekaman dan membantu para pengamen menunjukkan bakatnya.
"Saya ingin mengubah asumsi-asumsi negatif orang-orang mengenai musisi jalanan. Jika mereka diberi kesempatan mereka bisa menghasilkan sesuatu, sama seperti musisi profesional," ujar Andi Malewa, 34, mantan pengamen yang membentuk IMJ bersama dua kawannya tahun 2014.
Institut itu membantu para musisi mengembangkan kemampuan menulis lagu dan mengajarkan mereka bagaimana untuk tampil di panggung dan melakukan rekaman di studio.
IMJ telah memproduksi lagu-lagu dan album-album untuk 15 musisi sejak 2014, dan mendistribusikan materi mereka melalui sarana-sarana di Internet, seperti YouTube milik Google, SoundCloud dan iTunes milik Apple.
Andi mengatakan ia memberikan 80 persen laba kepada para artis dengan harapan mereka akan segera mandiri dan berhasil lewat usaha sendiri. Ia juga mengatur penampilan-penampilan langsung untuk mereka di kafe-kafe dan tempat lainnya.
Nancy Felicia, manajer sebuah kafe di Jakarta yang mengontrak artis-artis IMJ mengatakan, para artis itu populer dan membantu bisnis kafenya.
"Mereka mendapat tanggapan positif dari para tamu kami," ujarnya. "Kadang-kadang mereka bernyanyi bersama." [hd]