Pasukan Israel menembak dan membunuh enam warga Palestina pada hari Jumat (8/12) di sebuah kamp pengungsi, dekat kota Tubas di Tepi Barat ketika perang Israel-Hamas di Jalur Gaza selatan memasuki bulan ketiga.
Juga pada hari Jumat, militer Israel menanggapi penyelidikan tentang kematian seorang jurnalis Reuters di Lebanon selatan pada 13 Oktober.
Reuters melaporkan bahwa militer mengatakan dalam sebuah pernyataan, tanpa menyebut nama jurnalis Issam Abdallah, bahwa pada saat kejadian tersebut pasukan Hizbullah Lebanon melancarkan serangan lintas perbatasan dan pasukan Israel melepaskan tembakan untuk mencegah Hizbullah memasuki Israel.
Masih menurut Reuters, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka “mengetahui klaim bahwa jurnalis yang berada di daerah tersebut terbunuh” di zona pertempuran aktif itu dan insiden tersebut sedang diselidiki.
Israel menyerang militan Hamas di kota-kota besar di Jalur Gaza pada hari Kamis, menyebabkan 350 orang tewas dan ribuan warga sipil Palestina terpaksa mengungsi.
Banyak pengungsi Gaza berdesakan di Rafah, di perbatasan selatan dengan Mesir, untuk mengamankan diri, sesuai instruksi militer Israel. Namun kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas melaporkan sedikitnya 37 kematian dalam serangan udara Israel semalam di kawasan itu.
Militer Israel hari Kamis menuduh militan menembakkan roket dari daerah dekat Rafah, dekat zona kemanusiaan.
Para pejabat PBB mengatakan tidak ada tempat yang aman di Gaza. Lebih dari 85 persen populasi di wilayah yang berpenduduk lebih dari 2 juta orang itu terpaksa mengungsi, dan terkadang harus melakukannya berulang kali.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memanfaatkan kewenangan yang jarang digunakannya untuk memperingatkan Dewan Keamanan mengenai “bencana kemanusiaan” yang akan datang di wilayah sempit di sepanjang Laut Tengah itu dan mendesak para anggotanya untuk menuntut gencatan senjata.
“Penting bagi Israel untuk melindungi warga sipil,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada konferensi pers hari Kamis di Washington setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron.
“Israel mempunyai kewajiban untuk melakukan segala kemungkinan untuk mengutamakan perlindungan warga sipil dan memaksimalkan bantuan kemanusiaan,” katanya.
Blinken mengatakan ada kesenjangan antara “niat Israel untuk melindungi warga sipil dan hasil nyata yang kami lihat di lapangan.”
Amerika Serikat, pendukung utama Israel, telah berulang kali meminta Israel untuk membatasi kematian warga sipil, dengan mengatakan terlalu banyak warga Palestina yang terbunuh ketika mereka menghancurkan sebagian besar Kota Gaza dan wilayah utara.
Namun, seorang pejabat tinggi Gedung Putih pada hari Rabu mendukung keputusan Israel untuk melakukan operasi di wilayah padat penduduk di Gaza Selatan.
“Kami yakin masih banyak sasaran militer sah yang masih berada di wilayah selatan, termasuk, seperti yang dikatakan Israel, mungkin sebagian besar, jika bukan sebagian besar, dari kepemimpinan Hamas,” kata Wakil Kepala Penasihat Keamanan Nasional Jon Finer dalam pernyataannya di Forum Keamanan Aspen di Washington.
“Mereka mempunyai hak untuk mengejar sasaran-sasaran tersebut,” katanya, seraya menyebut tujuan Israel untuk memastikan Hamas tidak dapat lagi memerintah di Gaza sebagai “tujuan yang sangat sah.”
Finer juga menegaskan kembali posisi Gedung Putih yang menyerukan gencatan senjata akan menguntungkan Hamas, namun mengatakan Washington terus menekan Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan mencapai Gaza.
“Pandangan kuat kami adalah bahwa seharusnya ada lebih banyak bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dibandingkan saat ini,” katanya. “Untuk saat ini, lebih dari 200 truk bantuan kemanusiaan masuk setiap hari, dan hal ini tidak memuaskan kami. Kami ingin lebih dari itu, tapi ini adalah langkah maju yang besar.” [ab/uh]
Forum