Tautan-tautan Akses

Israel Kecam Kesepakatan Beijing yang Libatkan Hamas dalam Pemerintahan Gaza


Mahmoud al-Aloul, Wakil Ketua Fatah, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, dan Mussa Abu Marzuk, anggota senior gerakan Hamas, menghadiri acara di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing pada 23 Juli 2024. (Foto: AFP)
Mahmoud al-Aloul, Wakil Ketua Fatah, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, dan Mussa Abu Marzuk, anggota senior gerakan Hamas, menghadiri acara di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing pada 23 Juli 2024. (Foto: AFP)

Israel mengutuk kesepakatan yang ditengahi China pada Selasa (23/7), yang menurut Beijing akan memasukkan Hamas ke dalam "pemerintahan rekonsiliasi nasional" untuk Gaza pascaperang.

Menteri Luar Negeri Israel, Katz, menegaskan bahwa "pemerintahan Hamas akan dihancurkan" dan menuduh Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang faksi Fatahnya menandatangani perjanjian tersebut, mendukung kelompok yang serangannya pada 7 Oktober memicu perang.

Keterlibatan kelompok militan Islam dalam pemerintahan pascaperang di Gaza dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat dan Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di Washington untuk berpidato di sidang gabungan Kongres dan bertekad melanjutkan perang Gaza sampai Hamas hancur.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi (tengah) menyaksikan penandatanganan "deklarasi Beijing" di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing pada 23 Juli 2024. (Foto: AFP)
Menteri Luar Negeri China Wang Yi (tengah) menyaksikan penandatanganan "deklarasi Beijing" di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing pada 23 Juli 2024. (Foto: AFP)

Pertengkaran diplomatik terjadi ketika Israel menyerang Gaza, termasuk kota selatan Khan Younis, di mana Israel memerintahkan evakuasi sebagian warga sipil.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi menjamu pejabat senior Hamas Musa Abu Marzuk, utusan Fatah Mahmud al-Aloul dan utusan dari 12 faksi Palestina lainnya.

Hamas dan Fatah telah lama bersaing dan terlibat dalam konflik singkat, tetapi berdarah pada 2007 ketika kelompok Islam tersebut mengambil alih Gaza.

Fatah terus mendominasi Otoritas Palestina yang memiliki kontrol administratif terbatas atas wilayah perkotaan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Teks perjanjian tersebut menjelaskan rencana untuk “pemerintahan persatuan nasional sementara berdasarkan kesepakatan faksi-faksi Palestina” yang akan “menguasai dan menjalankan otoritas di seluruh wilayah Palestina’, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, dan wilayah timur Yerusalem yang telah dianeksasi oleh Israel.

China, yang tahun lalu berhasil memediasi kesepakatan pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi, memuji perjanjian tersebut sebagai komitmen terhadap “rekonsiliasi.”

Namun Katz mengatakan Abbas "memilih para pembunuh dan pemerkosa Hamas".

Dia juga menolak peran Otoritas Palestina di Gaza, dengan mengatakan "Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh".

Gaza Sudah Mati

Israel terus melakukan perang di Gaza. Beberapa jam setelah mereka memerintahkan warga sipil untuk mengevakuasi sebagian wilayah Khan Younis, termasuk daerah yang telah dinyatakan sebagai bagian dari zona aman kemanusiaan, jet-jet tempur mereka menggempur kota tersebut.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 73 orang tewas dan lebih dari 200 orang terluka di wilayah tersebut, sementara ribuan orang melarikan diri.

Asap mengepul menyusul pengeboman Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, 22 Juli 2024. (AP Photo/Abdel Kareem Hana)
Asap mengepul menyusul pengeboman Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, 22 Juli 2024. (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Militer Israel tidak mengomentari jumlah korban ketika ditanya oleh AFP. Namun dalam sebuah pernyataan, militer mengatakan jet tempur dan tanknya “menyerang dan melenyapkan teroris di daerah tersebut”.

Mereka mengatakan pada Selasa (23/7) jet-jet tempurnya menyerang “lebih dari 50 lokasi infrastruktur teror” sebagai bagian dari operasi Khan Younis.

Hassan Qudayh, seorang warga yang terpaksa mengungsi, mengatakan: "Gaza sudah berakhir, Gaza sudah mati, Gaza telah hilang. Tidak ada yang tersisa, tidak ada apa-apa".

Koresponden AFP melaporkan serangan udara di Kota Gaza dan Jabalia di utara wilayah tersebut, serta Khan Younis, sementara militer Israel juga mengatakan pasukannya telah membunuh militan dalam “serangan udara dan pertempuran jarak dekat” di Rafah di ujung selatan. .

Perang yang telah berlangsung lebih dari sembilan bulan telah merusak sebagian besar kapasitas layanan kesehatan di wilayah tersebut, yang kini masih menghadapi tekanan berat.

Mohammed Zaqout, Direktur Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, mengatakan kepada AFP: "Kami tidak punya ruang untuk pasien tambahan. Ruang operasi sudah penuh. Kami kekurangan pasokan medis, sehingga kami tidak dapat menyelamatkan pasien kami."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa hingga 14.000 orang memerlukan evakuasi medis dari Gaza. Mereka khawatir bahwa sejumlah penyakit dapat menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan cedera akibat perang, terutama setelah virus polio ditemukan di saluran pembuangan di wilayah tersebut. [ah/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG