Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyesalkan dipilihnya Ryamizard Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dalam berbagai rujukan atau dokomen hukum serta catatan monitoring hak asasi manusia, Ryamizard lanjutnya, pernah mendukung secara tidak langsung tindakan pelanggaran HAM, anti HAM dan demokrasi dalam kasus pembunuhan Mantan Ketua Presidium Dewan Papua Dortheys Hiyo Eluay di Papua pada tahun 2003.
Ryamizard kata Haris juga menolak rekomendasi penghentian operasi militer di Aceh tahun 2004 dan sejumlah pernyataan yang tidak menjunjung dan menghormati HAM dan Demokrasi.
Haris mengaku ingat Ryamizard pernah berbicara bahwa HAM dan Demokrasi adalah ancaman NKRI.
Seharusnya, lanjut Haris, pembentukan kabinet tidak berdasarkan politik balas budi. Memperhatikan standar dan prinsip Hak Asasi Manusia sangatlah penting dalam penyusunan kabinet yang akan bekerja selama lima tahun kedepan.
Presiden Jokowi tambahnya telah mengkhianati trias obligasi negara dalam pemenuhan, perlindungan dan penghormatan HAM dengan memberikan jabatan publik kepada individu yang memiliki jejak rekam HAM yang buruk.
Haris Azhar menegaskan, "Membangun preseden penegakan hukum yang teruji dan menunjukan tidak diskriminatif , dia harus membuktikan itu hak asasi manusia, korupsi kalau dia ingin memelihara kepercayaan publik dia harus menunjukkan itu."
Sementara, Indonesia corruption Watch (ICW) lembaga yang menyoroti masalah korupsi juga kecewa dengan keputusan presiden Jokowi yang menempatkan politisi PDI perjuangan, Yosanna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM.
Menurut Peneliti ICW, Ade Irawan, Jokowi seharusnya bisa menunjuk seseorang untuk mengisi pos kementerian ini bukan dari kalangan partai politik. Seharusnya, posisi menteri Hukum dan HAM diisi oleh orang -orang yang bebas dari kepentingan dan politik transaksional.
Posisi Menteri Hukum dan HAM berasal dari Partai Politik tidak berbeda pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Biasanya menteri dari partai politik tambahnya kerap menjaga relasi dengan teman-temannya satu partai maupun teman lainnya walaupun mereka menjadi tersangka maupun terpidana kasus korupsi.
"Mengecewakan. Kami berharap menteri untuk urusan dalam pemberantasan korupsi tidak diisi oleh orang partai politik Karena punya potensi konflik kepentingan yang besar. Kalau jaksa agungnya juga tidak memenuhi harapan publik, maka menurut saya ini akan berat dalam urusan pemberantasan korupsi," tandas Ade Irawan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan proses pemilihan seleksi menteri dilakukan sangat hati-hati dan cermat. Dia menjamin, bahwa seluruh menteri yang ditunjuknya ini adalah orang-orang yang bersih.
Jokowi juga menjamin jika para menterinya punya kemampuan di bidangnya masing-masing. Selain itu, kata Jokowi, menteri-menteri ini juga punya manajerial dan jiwa kepemimpinan yang baik.
"Ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa yang merdeka, oleh sebab itu bekerja yang utama. Memang proses penetapan menteri ini saya lakukan dengan hati-hati dan cermat, ini menjadi keutamaan karena kabinet ini akan bekerja selama lima tahun dan kita ingin mendapatkan orang-orang yang terpilih, orang-orang yang bersih," demikian pernyataan Jokowi.